Menuju konten utama
Bulan Alzheimer Sedunia

Perempuan dan Demensia: Pencegahan Dimulai dari Gaya Hidup Sehat

Perempuan lebih rentan mengidap penyakit Alzheimer saat tua. Menekuni hobi & membiasakan diri dengan aktivitas belajar disebut dapat mengurangi risikonya.

Perempuan dan Demensia: Pencegahan Dimulai dari Gaya Hidup Sehat
Header diajeng Alzheimer Demensia. tirto.id/Quita

tirto.id - Adisti belum lama tiba di kantor ketika perawat ibunya menelepon untuk mengabarkan bahwa sang ibu tengah murka, menuduh Adisti dan perawatnya sudah bersekongkol menjual rumah sang ibu.

Dengan wajah muram, Adisti yang selama ini menyembunyikan kondisi ibunya dari teman-teman sekantor, akhirnya bercerita.

Ibunya, berusia 79 tahun, tidak dapat mengingat informasi baru, merasa curiga pada siapa saja, dan sering marah-marah.

Adisti lantas memindahkan sang ibu ke rumahnya karena ayahnya sudah meninggal. Upaya ini tidak mudah karena sang ibu mengira rumahnya akan dijual oleh Adisti.

Kini di rumah Adisti, sang ibu didampingi oleh seorang perawat, yang menjaganya agar tidak melarikan diri untuk pulang sendiri ke rumahnya yang terletak tidak terlalu jauh dari rumah Adisti.

Seperti Adisti, Tri tiba-tiba mendapati ibunya, yang berusia 78 tahun, kehilangan daya ingat. Sang ibu tiba-tiba lupa arah pulang menuju rumah setelah jalan-jalan pagi, rutinitas yang sudah dilakukan selama beberapa tahun terakhir.

“Makin lama, ibu lupa anak-cucunya, juga lupa dirinya sendiri. Beliau selalu bertanya, ‘Kamu siapa? Itu siapa? Oh, anakmu. Aku punya anak? Anakku berapa?’” cerita Tri tentang ibunya.

Kondisi penurunan atau hilangnya kemampuan berpikir dan mengingat yang dialami ibu Adisti dan Tri lazim disebut dengan istilah demensia, kepikunan, atau pikun.

Penyakit Alzheimer: Salah Satu Penyebab Kepikunan

Demensia atau kepikunan biasanya ditemui pada kalangan lanjut usia. Kondisi ini membuat mereka kehilangan fungsi kognitif—kemampuan otak untuk menerima dan mengolah informasi—yang berdampak pada perubahan perilakunya sehari-hari.

Demensia bukanlah nama penyakit tunggal, melainkan kondisi yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk atau jenis penyakit.

Sebut di antaranya demensia frontotemporal yang baru-baru ini didiagnosis pada aktor laga Bruce Willis dan demensia Lewy body yang ditemukan pada mendiang komedian Robin Williams.

Jenis demensia yang cukup sering kita dengar adalah penyakit Alzheimer, seperti yang didiagnosis pada ibu Adisti dan Tri.

Aktris Julianne Moore pernah memerankan tokoh profesor linguistik yang kehilangan kemampuan mengingat kata-kata dan didiagnosis menderita penyakit ini dalam film drama Still Alice (2014).

“Penyakit Alzheimer menjadi penyebab tertinggi kasus kepikunan. Sebanyak 60 sampai 80 persen kasus kepikunan disebabkan oleh Alzheimer,” kata dr. Herianto Tjandradjaja, Sp.S, spesialis saraf dari Eka Hospital BSD, Tangerang.

Situs Harvard Health Publishing menuturkan, penyakit Alzheimer merusak fungsi-fungsi intelektual pada otak yang semakin parah dari waktu ke waktu. Artinya, penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Kondisi mental pasien akan terus menurun sampai akhirnya tutup usia.

Penyebab penyakit Alzheimer masih belum dapat dipastikan. Penderita biasanya memiliki kelebihan cadangan pada dua jenis protein di otaknya. Protein-protein inilah, ilmuwan menduga, berperan dalam mendistorsi alias mengacaukan jalannya komunikasi antara sel-sel di dalam otak.

Selain itu, masih mengutip situs Harvard, ilmuwan juga menduga ada peran dari asetilkolina, senyawa organik yang bertugas menyampaikan pesan antarsel di otak. Pada pasien penyakit Alzheimer, kadar asetilkolina cenderung menurun.

Gangguan pada protein-protein di otak, dan diperparah dengan berkurangnya kadar asetikolina, bisa jadi menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak, yang akhirnya mengerut dan mati. Seiring itu, penderita penyakit Alzheimer mengalami penurunan kognitif.

diajeng Alzheimer Demensia

Ilustrasi Alzheimer Demensia. (FOTO/iStockphoto)

Menurut dr. Herianto, gejala-gejala dalam perubahan kognitif ini dapat memengaruhi memori atau daya ingat, atensi, konsentrasi, kemampuan mengenali ruang, waktu, tempat, sampai pengambilan keputusan.

“Mulai dari yang paling awal, menanyakan hal yang sama berulang kali dan lupa meletakkan barang, sampai paranoid, curiga, dan gangguan psikotik atau kejiwaan,” ujar dr. Herianto.

“Kalau orang tua sudah mulai menanyakan hal yang sama berkali-kali dan sering lupa meletakkan barang-barangnya, bawa segera ke dokter.”

Meski tanda-tandanya terkesan sepele, dr. Herianto menegaskan, bukan hal mudah untuk menegakkan diagnosis kepikunan akibat penyakit Alzheimer.

“Dibutuhkan pengamatan, apakah masalahnya di otak, atau mental. Sebab depresi juga punya gejala seperti dementsa meski otaknya normal. Tes laboratorium juga diperlukan. Kita tidak bisa berharap hanya dalam sekali datang langsung bisa tahu bahwa itu Alzheimer.”

Terlebih dari itu semua, kita perlu mencermati faktor-faktor yang meningkatkan risiko penyakit Alzheimer.

Utamanya tentu saja usia. “Makin tua, risiko mengalami penurunan memori akan meningkat,” ujar dr. Herianto.

Selain itu, dr. Herianto menambahkan, memiliki riwayat stroke juga berpotensi mempercepat terjadinya kepikunan. Faktor lainnya meliputi pola hidup di masa lalu, sedentary lifestyle atau kebiasaan mager, kurang sosialisasi, aktivitas stimulasi mental yang kurang, dan faktor genetik.

Perempuan Lebih Berisiko

Statistik menunjukkan lebih banyak perempuan yang mengidap penyakit Alzheimer.

Dari 7 juta penderita penyakit Alzheimer berusia 65 tahun ke atas di Amerika Serikat, nyaris 4 jutanya adalah perempuan. Di Inggris, perempuan mencakup 65 persen atau dua dari tiga orang dengan demensia. Di kawasan Eropa, jumlah kejadian penyakit Alzheimer dan jenis demensia lainnya pada perempuan mencapai 246 per 100 ribu, dua kali lipat lebih besar daripada laki-laki.

Perbedaan tingkat risiko penyakit Alzheimer pada perempuan dan laki-laki dapat dijelaskan melalui sekian banyak faktor.

Melansir situs Alzheimer’s Society, salah satunya mungkin berkaitan dengan umur. Seiring perempuan memiliki harapan usia hidup lebih tinggi daripada laki-laki, risikonya mengidap penyakit Alzheimer di masa tua semakin besar.

Faktor lainnya bisa jadi berkaitan dengan peran gender atau pengalaman sosiokultural dalam hidup perempuan, terutama dari generasi lebih tua. Di masa lalu, kesempatan perempuan untuk meniti karier atau mengenyam pendidikan tinggi cenderung terbatas.

Padahal, aktivitas belajar dan bekerja dapat menstimulasi kerja otak dan mendukung kemampuan cognitive reserve. Stimulasi mental demikian sangatlah esensial untuk menghambat pikun di masa tua.

Ada pula faktor yang bisa dikaitkan dengan menopause.

Memasuki usia paruh baya, kadar hormon seks pada perempuan akan berkurang. Salah satunya, estrogen, disebut berperan penting dalam kesehatan otak, termasuk menjaga otak dari kerusakan sel-sel akibat penyakit Alzheimer.

Faktor genetis juga memiliki peranan penting. Kebanyakan penderita penyakit Alzheimer memiliki satu salinan gen ApoE4. Meskipun laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki varian gen tersebut, dampaknya pada risiko demensia perempuan diduga jauh lebih besar.

diajeng Alzheimer Demensia

Ilustrasi Alzheimer Demensia. (FOTO/iStockphoto)

Pencegahan Terbaik: Gaya Hidup Sehat

Sampai hari ini, peneliti masih terus melakukan riset untuk memastikan penyebab penyakit Alzheimer dan potensi pengobatannya. Sayangnya, belum ditemukan obat yang paling tepat untuk penyakit-penyakit terkait kondisi demensia ini.

Dokter biasanya memberikan obat-obatan kepada pasien demensia untuk membantu meringankan gejala-gejalanya.

“Pemberian obat pada penderita Alzheimer bukan bersifat kuratif atau penyembuhan karena Alzheimer tidak dapat disembuhkan. Yang bisa dilakukan adalah mempertahankan fungsi yang masih baik atau memperlambat proses degeneratif, dan memperbaiki kualitas hidup pasien,” papar dr. Herianto.

Di balik itu semua, yang juga sangat penting dilakukan untuk menghadapi diagnosis penyakit Alzheimer pada salah satu anggota keluarga adalah mempersiapkan seluruh anggota keluarga untuk menerima kondisi pasien, bagaimana cara keluarga besar memberikan perlakuan dan perhatian yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

Pada akhirnya, pepatah lama ‘lebih baik mencegah daripada mengobati’ berlaku untuk penyakit Alzheimer. Kuncinya adalah gaya hidup sehat dan seimbang yang dibiasakan sedari muda.

“Tidak merokok, tidak menggunakan narkoba, melakukan hobi sampai tua, melakukan aktivitas fisik secara teratur. Carilah hal-hal baru untuk dipelajari karena risiko demensia lebih rendah pada orang yang senang belajar. Belajar masak, belajar komputer, itu bisa menunda demensia,” pesan dr. Herianto.

Nah, apa yang sudah kamu lakukan untuk mencegah pikun di masa tuamu? Jaga selalu api semangatmu untuk aktif beraktivitas dan berkarya, ya!

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Imma Rachmani

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Imma Rachmani
Penulis: Imma Rachmani
Editor: Sekar Kinasih