Menuju konten utama

"Hati Mereka Merah-Putih dan Bangga Jadi Orang Indonesia"

Sebanyak 8 juta hingga 9 juta diaspora Indonesia tersebar di berbagai negara di dunia. Para diaspora ini ternyata memiliki jaringan organisasi yang diberi nama Indonesian Diaspora Network (IDN). Anggotanya tersebar di 78 cabang di 42 negara.

Presiden diaspora Network Internasional, Ebed Litaay

tirto.id - Pada Agustus 2015, Ebed Litaay dipilih menjadi Presiden IDN Global. Pria kelahiran Belanda dari ayah Belanda dan ibu Indonesia ini, memang berkewarganegaraan Belanda. Dia menjadi staf lokal Kedutaan Besar Indonesia di Den Haag, juga menjadi editor salah satu penerbitan yang fokus isu hukum di Belanda.

“Diaspora di luar negeri bangga bahwa mereka orang Indonesia. Karena itu ada banyak acara untuk menampilkan atau promosikan budaya kita di luar negeri,” ungkap Ebed kepada Dieqy Hasbi Widhana dari tirto.id, pekan lalu.

Salah satu hal yang diinginkan Ebed dan diaspora non-WNI tak lain soal dwi kewarganegaraan. “Kalau ada dwi kewargenagaraan, diaspora Indonesia bisa membantu nusa dan bangsa lebih gampang,” ujarnya.

Apa saja yang telah dilakukan IDN Global untuk menunjukkan kepedulian terhadap Indonesia? Apa keuntungan jika mereka dipermudah mengakses ke Indonesia? Bagaimana tanggapan diaspora tentang kekhawatiran berbagai pihak soal dwi kewarganegaraan? Berikut wawancaranya:

Sebenarnya apa yang membuat Anda menjadi diaspora di luar negeri?

Saya besar dan lahir di Belanda. Ayah saya juga lahir di Belanda, ibu saya lahir di Indonesia. Oleh karena itu saya dididik dengan the best of both worlds. To the point seperti orang barat, on time, dan no nonsense hands on working mentality, tapi juga ramah, fleksibel dan bertata-krama seperti orang Indonesia.

Dengan belajar di luar negeri, ilmunya bisa dibawa pulang untuk membantu nusa dan bangsa kita. Tapi harus cocok dan sesuai dengan situasi setempat. Memang belum tentu apa yang dibelajarkan secara teori [di luar negeri] bisa digunakan dengan baik di negara kita. Tapi pasti kita bisa manfaatkan ilmu ini untuk membangun Indonesia. Mungkin pada saat ini, kita hanya bisa memanfaatkan ilmu dari luar negeri dengan memakainya secara praktis. Tapi kita bisa modifikasikan. Pasti satu saat, ilmu ini bisa lebih maju daripada negara lain. Kita bisa lebih bersaing nanti.

IDN terus menggalang ikatan antardiaspora Indonesia, apa keuntungan bagi Indonesia?

Diaspora Indonesia yang tinggal di luar negeri, seringkali sudah memiliki keahlian sama seperti warga negara tempat dia berdomisili. Contoh teman-teman di Belanda, mereka sudah ahli seperti orang Belanda di bidang water management. Keahlian ini bisa langsung dipakai untuk masalah-masalah banjir di Indonesia. Itu lebih baik daripada baru mulai belajar masalah banjir dan belum ada pengalaman praktisnya.

Selain itu, diaspora Indonesia benar-benar tahu situasi lokal, budaya lokal dan pasar lokal di negara yang dia tinggali. Karena itu bisa dimaanfatkan untuk mencari ilmu, cari counter part yang tepat dan cari pasar yang benar dan cocok untuk Indonesia dan mempromosikan produk-produk Indonesia.

Sebenarnya ada berapa jenis diaspora Indonesia?

Diaspora adalah orang Indonesia yang merantau. Ada yang WNI, ada yang WNA, dan juga ada orang diaspora yang ada keterlibataan dengan Indonesia. Berarti secara garis besar ada tiga jenis diaspora.

Mengapa diaspora Indonesia‎ yang non-WNI menginginkan paspor dwi kewarganegaraan?

Kalau ada dwi kewargenagaraan, diaspora Indonesia bisa membantu nusa dan bangsa lebih gampang. Contohnya sampai saat ini, diaspora Indonesia masih sering susah kalau mau membantu di dalam proyek-proyek sampah, kesehatan, dan lain-lain. Itu karena visa terbatas. Kalau visa kerja ada ketentuan-ketentuan khusus. Kalau mau membeli lahan untuk bangun rumah sakit atau untuk panti asuhan, syarat-syaratnya sulit.

Tapi dengan adanya rencana Kartu Diaspora Indonesia, itu langkah pertama yang memudahkan diaspora berkontribusi untuk Indonesia. Untuk beberapa teman, hal ini dianggap cukup karena keterbatasan undang-undang lokal untuk dwi kewarganegaraan di negara yang mereka tinggali. Tapi untuk teman-teman di negara lain, Kartu Diaspora Indonesia merupakan langkah pertama untuk langkah berikut, karena undang-undang di negara yang mereka tinggali membolehkan dua paspor.

Memang bagus ada advokasi untuk dwi kewarganegaraan. Tapi juga harus melihat apa yang dibutuhkan dan keuntungannya untuk Indonesia. Diaspora adalah aset Indonesia. Tapi mungkin juga harus ada kewajiban [syarat khusus] untuk mendapat dwi kewarganegaraan. Contohnya kalau mau dapat paspor Belanda, ada kursus dan ujian tentang budaya dan bahasa Belanda. Ini untuk menunjukkan loyalitas pada Indonesia. Juga agar anak-anak yang lahir di luar negeri lebih mengerti tentang Indonesia, Pancasila dan UUD 1945.

Bisakah diceritakan sejak kapan ada upaya untuk mendapatkan dwi kewarganegaraan bagi diaspora Indonesia?

Perjuangan untuk mendapatkan dwi kewarganegaraan dimulai sejak tahun 2012. Sampai saat ini sudah banyak langkah dilakukan. Sosialisasi di beberapa universitas di Indonesia, seperti Manado, Malang dan lain-lain. Mendiskusikan isu tersebut dengan semua stakeholders. Riset tentang undang-undang di Eropa. Naskah akademik sedang dibuat dan Undang-Undang dwi kewarganegaraan sudah masuk di Prolegnas (program legislasi nasional) DPR.

Selama ini bagaimana solusi bagi diaspora Indonesia agar tetap bisa ke Indonesia?

Kami sudah dibantu oleh pemerintah terkait dengan visa izin kerja dan izin tinggal. Sudah lebih mudah daripada sebelumnya. Kami sangat berterima kasih untuk tindakan pemerintah dan pasti ini bisa lebih dioptimalkan lagi seperti dengan Kartu Diaspora Indonesia.

Bagaimana dengan adanya kekhawatiran banyak pihak soal dwi kewarganegaraan?

Pendapat itu bisa dimengerti. Tapi kalau bisa pendapat itu diubah karena diaspora Indonesia juga mau membangun negara kita [Indonesia]. Membangun lapangan-lapangan kerja yang belum ada kahlian di orang kita. Mau transfer of knowledge supaya kita justru bisa bersaing ke luar negeri. Supaya semua maju dan semua akan merasakan keuntungan dari kemajuan ini.

Apa contohnya keuntungan bagi Indonesia memiliki diaspora Indonesia yang memiliki dwi kewarganegaraan?

Diaspora tahu situasi dan kondisi lokal di luar. Bisa bantu di bidang yang belum ada ahlinya di dalam negeri. Bisa buka jalan untuk investasi di Indonesia. Bisa buka jalan untuk Indonesia mau investasi di luar negeri. Diaspora Indonesia adalah katalisator bahasa, budaya, atau kebiasan antara Indonesia dan negara-negara lain. Bisa membantu orang-orang kita yang lagi susah atau dalam situasi susah di luar negeri.

Adakah contoh dwi kewarganegara di negara lain?

Yang saya tahu di India. Ada kebijakan khusus terkait dengan diaspora India. Di negara itu, orang-orang diaspora India dapat KTP khusus yang berlaku di India untuk membeli properti, investasi, dan lain-lain. Negara India maju karena orang-orang diasporanya.

Bagaimana komitmen diaspora Indonesia dalam mengenalkan budaya Indonesia di luar negeri?

Diaspora di luar negeri bangga mereka orang Indonesia. Ada banyak acara untuk menampilkan atau mempromosikan budaya kita di luar negeri. Saya rasa karena hati mereka merah-putih dan bangga menjadi orang Indonesia. Komitmennya jalan secara otomatis, karena hampir semua diaspora ingin menampilkan budaya Indonesia ke luar negeri.

Adakah seruan IDN Global agar diaspora Indonesia di manapun tetap mewarisi budaya Indonesia?

Menurut saya tergantung situasi. Contoh di keluarga saya sendiri, ada sepupu-sepupu yang benar-benar tahu bahasa Indonesia, budaya Indonesia dan kebiasaan Indonesia. Tapi juga ada sepupu-sepupu yang hanya marganya sama, tapi kurang tahu budaya, bahasa dan juga tidak ada interest sama sekali ke budaya dan negara Indonesia.

Itu benar-benar tergantung situasi di rumahnya. Apa ibu dan ayahnya masih menyuruh belajar? Apa ada pengaruh dari orang-orang yang berada dalam lingkungan sosialnya? Dan juga tergantung sudah berapa lama merantau.

Kalau ibu dan ayahnya langsung datang dari Indonesia, pasti pengaruh atau ke-Indonesiannya sangat besar. Tapi kalau ayah sudah lahir di luar negeri, lalu menikah dengan orang asing dan kurang bergaul dengan orang Indonesia, sepertinya pengaruh atau keindonesiaannya kecil.

Menurut Anda, apakah diaspora Indonesia memiliki rasa nasionalisme?

Diaspora kebanyakan memiliki rasa nasionalisme. Kalau hari-hari nasional, tetap ada acara-acara atau peringatan-peringatan. Seperti Hari Kartini, Sumpah Pemuda, dan banyak orang ikut upacara 17 Agustus.

Apa peranan diaspora Indonesia yang sudah dilakukan selama ini?

Ada beberapa taskforce atau gugus tugas yang aktif dan ada proyek dengan hasil nyata. Gugus tugas medical health care, kami kirim alat kesehatan untuk meningkatkan tingkat kesehatan. Ada bantuan sosial operasi luka bakar, katarak dan bibir sumbing. Ada banyak proyek yang sudah jalan dan nyata. Rehabilitasi Kota Lama Semarang, Kota Tua Jakarta, atau tambang timah di Bangka. Juga membantu masalah sampah dengan Indonesian waste platform.

Gugus tugas infrastruktur membantu masalah banjir, seperti giant sea wall atau proyek vertical kampung Muare Angke. Gugus tugas immigration and citizenship, mengadvokasi dwi kewarganegaraan. Gugus tugas culinary mempromosikan masakan Indonesia. Youth and education, menggelar The Youth of Today are The Leaders of Tomorrow. Gugus migrant workers membantu teman-teman dengan situasi setempat, regulasi setempat dan hak-hak setempat. Gugus maritime, transfer of knowledge and shipbuilding in Indonesia.

Bagaimana Anda menilai munculnya kasus dwi kewarganegaraan mantan Menteri ESDM tersingkat Arcandra Tahar?

Saya tidak bisa men-judge kasus tersebut karena saya tidak tahu semua faktanya. Tapi yang saya pantau, Pak Arcandra Tahar adalah orang kita yang sudah tinggal lama di luar dan beliau kembali ke Indonesia karena merasa mendapat panggilan untuk membantu Indonesia dengan keahliannya. Kalau mau men-judge sesuatu harus melihat fakta yang nyata. Seperti apa yang beliau buat? Hasil apa yang beliau kerjakan? Supaya pendapatnya lebih obyektif daripada emosi dan subyektif.

Baca juga artikel terkait DIASPORA atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

Reporter: Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti