tirto.id - Sejarah hari integrasi Timor Timur ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terjadi tanggal 17 Juli 1976. Timtim sempat menjadi provinsi termuda di RI selama Orde Baru sebelum akhirnya lepas pada 1999 dan menjadi negara sendiri dengan nama Timor Leste sejak 2002.
Proses integrasi Timor Timur didahului dengan invasi militer oleh rezim Orde Baru yang disebut-sebut mendapat dukungan dari pemerintah Amerika Serikat (AS). Kala itu, wilayah Timor Timur masih berada di bawah pendudukan Portugal.
Ada tiga faksi yang berpengaruh di Timor Timur saat itu, yaitu Partai Uniao Democratica Timorense (UDT), Frente Revolucionaria de Timor-Leste Independente (Fretilin), dan Associacao Popular Democratica de Timor (Apodeti).
UDT menginginkan Timor Timur tetap menjadi koloni Portugal, Fretilin menghendaki kemerdekaan dan menjadi negara sendiri, sedangkan Apodeti ingin agar Timor Timur bergabung dengan Indonesia.
Di antara ketiga faksi ini, Apodeti paling lemah pengaruhnya, kalah dari UDT dan Fretilin. Praktis, terjadi persaingan sengit antara UDT yang ingin mempertahankan status quo melawan keinginan merdeka dari Fretilin.
UDT menuduh bahwa Fretilin akan membawa Timor Timur menjadi negara komunis. Perseteruan ini berujung pada konflik berdarah dan banyak warga Timor Timur yang mengungsi ke kawasan perbatasan yang dekat dengan wilayah Indonesia.
Sejarah Singkat & Faktor Penyebab
Polemik internal di Timor Timur ternyata membuat pemerintahan Orde Baru cemas. Presiden RI kala itu, Soeharto, merasa khawatir jika nantinya Timor Timur merdeka akan menjadi negara komunis. Namun, Soeharto juga tidak rela membiarkan wilayah Timor Timur terus di bawah penguasaan Portugal.
Soeharto kemudian menjalin komunikasi dengan Presiden Amerika Serikat kala itu, Gerald Rudolph Ford Jr. Tanggal 6 Desember 1975, Presiden Ford dan Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger, diterima Presiden Soeharto di Jakarta.
Terungkap dalam Chega: Laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi [CAVR] di Timor-Leste Volume 5 (2010), sehari setelah pertemuan itu, dilancarkan invasi militer ke Timor Timur yang dikenal sebagai Operasi Seroja.
Kala itu, sedang berlangsung perang dingin antara blok liberal yang dipimpin oleh AS melawan blok komunis di bawah komando Uni Soviet. Setelah mendengar situasi terkini di Timor Timur, pemerintah AS tentu saja tidak ingin Indonesia menjadi negara komunis.
Kelak, dokumen transkrip pertemuan antara Soeharto dengan Ford dan Kissinger itu dipublikasikan tanpa sensor pada 7 Desember 2001. Di dalamnya terungkap bahwa pemerintah AS secara sengaja membiarkan invasi militer Indonesia ke Timor Timur.
Selain itu, merujuk pada laporan Washington Post, terkuak juga bahwa Amerika Serikat menyuplai 90 persen senjata untuk militer Indonesia dalam upaya invasi tersebut.
Kissinger menyebut bahwa apa yang dilakukan Indonesia terhadap Timor Timur bukanlah intervensi militer, melainkan suatu bentuk pertahanan diri.
Kronologi “Pembebasan” Timor Timur
Sebelum Operasi Seroja, pemerintah RI sudah melancarkan operasi intelijen dengan nama sandi Operasi Komodo pada 1974 untuk mencari info-info terkait politik di Timor Timur yang berpusat di Dili.
Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil “Petite histoire” Indonesia Volume 1 (2004) menuliskan, Operasi Komodo dipimpin oleh Ali Moertopo dan bertujuan memasukkan Timor Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia.
Hasil penyelidikan ini terungkap bahwa Fretilin yang berpaham komunis dan menginginkan kemerdekaan lebih diminati oleh sebagian besar rakyat Timor Timur. Itulah yang menjadi alasan pemerintah RI dan AS melancarkan Operasi Seroja pada 7 Desember 1975.
Terlebih, tanggal 28 November 1975, Fretilin menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Republik Demokratik Timor Leste.
Kekuatan Fretilin ternyata kalah unggul dari angkatan perang RI yang konon mendapat bantuan dari AS. Malam tanggal 7 Desember 1975, Dili jatuh. Tiga hari berselang, giliran kota terbesar kedua di Timor Timur, Baucau, yang direbut oleh militer Indonesia.
Hanya setengah tahun sejak itu, tepatnya 17 Juli 1976, Timor Timur sepenuhnya dikuasai dan resmi menjadi bagian dari NKRI sebagai provinsi ke-27. Situasi ini bertahan selama Orde Baru berkuasa di Indonesia.
Setelah Soeharto dan Orde Baru runtuh pada 1998, diadakan referendum di Timor Timur pada 30 Agustus 1999. Hasilnya, wilayah ini lepas dari Indonesia dan berdiri sebagai negara sendiri bernama Timor Leste sejak 2002 hingga kini.
Editor: Addi M Idhom