tirto.id - Pemerintah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dari Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000. Penyesuaian ini berlaku efektif sejak Sabtu 3 September 2022 pukul 14.30 WIB.
Lantas apakah memungkinkan harga tersebut turun?
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, Pertalite memungkinkan turun ke Rp7.650 per liter tanpa intervensi APBN alias tanpa subsidi. Namun dengan catatan harga minyak mentah Indonesia atau ICP berada di level 41 - 42 dolar AS per barel.
"Jadi kalau kemarin harganya Pertalite Rp7.650, itu sebenarnya setara dengan ICP-nya harusnya 41-42 dolar AS. Jadi harga yang sekarang kita sudah naikkan ke Rp10.000 pun itu masih di bawah harga keekonomian," ujarnya di Kompleks Parlemen DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (5/9/2022).
Dia mengatakan, besaran harga Pertalite yang sebesar Rp10.000 per liter, pada dasarnya tetap disubsidi oleh pemerintah. Sebab harga keekonomiannya sebesar Rp14.450 per liter.
Harga keekonomian Pertalite itu berdasarkan penghitungan atas rata-rata harga ICP sebesar 105 dolar AS per barel dan kurs Rp14.750 per dolar AS.
"Kalau tadinya Rp7.650 dibandingkan [harga keekonomian], katakanlah Rp14.000-an, sekarang kita Rp10.000 dibandingkan Rp14.000-an. Artinya tiap liter Pertalite itu tetap disubsidi, dikompensasi oleh pemerintah," tutup Febrio.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, penetapan harga BBM bersubsidi saat ini dipengaruhi oleh pergerakan harga mentah, termasuk kurs Rupiah terhadap dolar AS. Saat ini harga minyak mentah pun bergerak fluktuatif dengan tren meningkat.
"Ini situasinya kan dinamis, kami selalu memperhatikan kondisi itu secara dinamis. Kami berharap ya harga itu [BBM] stabil tapi kondisinya dinamis," ujarnya.
Pemerintah mencatat harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau ICP mencapai 104,9 dolar AS per barel, sementara kurs rupiah saat ini bergerak di level Rp14.750 per dolar AS. Pelemahan kurs Rupiah itu pun mempengaruhi harga minyak mentah yang di impor Indonesia.
Suahasil mengatakan, faktor-faktor eksternal itu terus menjadi perhatian pemerintah. Sedangkan dari dalam negeri, faktor yang dipantau pemerintah adalah tingkat konsumsi BBM bersubsidi di masyarakat, sebab tingginya konsumsi akan mempengaruhi hitungan belanja subsidi BBM di dalam APBN.
"Jadi kita berharap harganya stabil, tapi kondisi saat ini dinamis terlihat dari ICP, harga minyak internasional, dampak kurs, serta faktor volume yang dikonsumsi masyarakat," kata dia.
perta
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang