tirto.id - Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mencatat hingga Senin 1 Oktober 2021 harga minyak goreng di pasar masih tinggi.
Jika harga eceren tertinggi ditetapkan Rp12.500, harga minyak goreng yang dijual di pasaran saat ini menembus Rp19.000/kg di Jakarta dan Rp21.000/kg di Gorontalo sampai Aceh.
Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Ikappi Reynaldi Sarijowan mengatakan,
pemerintah perlu melakukan tindakan atas tingginya harga minyak di pasaran.
"Kami melihat pedagang pasar ini yang disalahkan sama konsumen. Teman-teman kami yang di pasar sekarang tidak hanya mendapat keluhan dari konsumen, tapi kemampuan belinya pun turun. Kalau biasanya tukang gorengan membeli 5 kg per hari karena harganya mahal dia hanya mampu beli 3 kg. Kan minyak goreng ini dipakai oleh semua kalangan," jelas dia kepada Tirto, Senin (1/11/2021).
Adapun jika alasan harga minyak yang terjadi saat ini dipicu oleh kenaikan harga crude palm oil (CPO) dunia. Menurutnya, Kementerian Pedagangan seharusnya lebih cepat untuk mengantisipasi masalah ini.
"Kita harus tahu kalau memang kenaikannya dari luar negeri tapi harusnya ada jalan tengah ya komunikasi antara Kementerian Perdagangan, pedagang pasar dan pengusaha minyak. Kalau sekarang kan hitungannya bikin kaget. Sepekan lalu harganya Rp15 ribu tiba-tiba Rp16 ribu kemudian sekarang Rp19 ribu ini benar-benar tidak wajar harusnya pemerintah intervensi pengusaha minyak," jelas dia.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menjelaskan kenaikan harga minyak goreng di pasaran saat ini imbas dari tingginya harga minyak sawit mentah (CPO) dan kurangnya pasokan bahan baku di pasar minyak nabati dan lemak secara global.
Sahat saat dihubungi di Jakarta, Rabu, mengatakan saat ini harga CPO global yang menjadi acuan yaitu CiF Rotterdam sedang tinggi sehingga menyebabkan harga CPO lokal ikut melonjak dan berpengaruh pada biaya produksi industri minyak goreng kelapa sawit.
Selain itu, Sahat menerangkan kondisi pasar minyak nabati dan lemak (oils & fats) global tengah mengalami kekurangan pasokan akibat pandemi dan cuaca buruk.
Kategori minyak nabati hard oils ialah minyak sawit, minyak kernel, dan minyak kelapa. Kategori soft oils adalah minyak kedelai, minyak rapeseed, minyak canola, minyak bunga matahari dan lainnya. Sedangkan kategori lemak terdiri dari minyak ikan dan hewan lainnya.
Sahat menerangkan produksi minyak canola di Kanada dan produksi minyak kedelai di Argentina mengalami penurunan sehingga menyebabkan melonjaknya harga komoditas minyak nabati. Produksi CPO di Malaysia juga menurun akibat kekurangan tenaga kerja untuk memanen buah sawit.
"Hukum ekonomi supply vs demand berlangsung terjadi. Pasokan oils & fats dunia sangat berkurang. Inilah faktor utama terjadi short supply, maka harga minyak sawit di pasar global meningkat pesat sejak Januari 2021," ungkap Sahat.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan memastikan bahwa saat ini stok minyak goreng aman di tengah tingginya harga minyak di dalam negeri.
"Pemerintah akan memastikan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Harga minyak goreng tetap mengikuti mekanisme pasar, saat ini harga minyak goreng sangat dipengaruhi oleh kenaikan harga CPO," jelas Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan kepada Tirto, Kamis (28/10/2021).
Menurutnya, beberapa langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan harga minyak naik di antaranya adalah memantau produsen dan pedagang agar tetap menjual harga minyak sesuai dengan HET.
"Pemerintah akan memantau sesuai harga acuan khusus untuk minyak goreng kemasan sederhana sedangkan untuk kemasan lainnya tetap mengikuti mekanisme pasar," terang dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Nur Hidayah Perwitasari