tirto.id - Harga minyak mentah berjangka naik pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena persediaan minyak mentah komersial AS menurun pada minggu sebelumnya. Hal ini juga dipengaruhi pemotongan produksi Saudi lebih kuat daripada sinyal permintaan yang lemah.
"Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli terangkat 79 sen atau 1,10 persen, menjadi menetap di 72,53 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange," demikian dikutip Antara, Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus menguat 66 sen atau 0,87 persen, menjadi ditutup di 76,95 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Persediaan minyak mentah komersial AS turun 500.000 barel dalam pekan yang berakhir 2 Juni meskipun impor minyak mentah bersih meningkat pesat pada periode yang sama, menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Energi (EIA) AS pada Rabu (7/6/2023).
Namun, persediaan bensin dan bahan bakar sulingan AS meningkat masing-masing sebesar 2,7 juta barel dan 5,1 juta barel pada minggu lalu.
Minyak WTI menetap di atas level 72 dolar AS per barel karena para pedagang fokus pada penurunan persediaan minyak mentah, catat Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire.
Laporan persediaan EIA secara keseluruhan bullish karena tingkat operasi kilang-kilang AS mencapai 95,8 persen minggu lalu, level tertinggi sejak Agustus 2019, menurut Phil Flynn, analis senior di The PRICE Futures Group.
Kedua harga acuan melonjak lebih dari satu dolar AS pada Senin (5/6/2023) setelah keputusan Arab Saudi selama akhir pekan untuk mengurangi produksi sebesar 1 juta barel per hari (bph) menjadi 9 juta barel per hari pada Juli.
"Masa depan tampaknya berada dalam 'tarik tambang' dengan permintaan yang melambat untuk manufaktur, dan permintaan minyak diesel yang lebih ringan, terhadap pengurangan produksi yang diperkirakan berasal dari OPEC & Saudi," kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.
Editor: Anggun P Situmorang