tirto.id - Pegiat antikorupsi Dadang Trisasongko menilai kecil kemungkinan untuk Presiden Joko Widodo mau turun tangan untuk menyelesaikan polemik 56 pegawai KPK yang diberhentikan. Ke-56 pegawai KPK tak lulus tes wawasan kebangsaan menjadi ASN akan berakhir masa tugas pada 30 September 2021.
"Harapannya tipis. Mengingat mulai dari revisi [UU KPK] dan sekarang. Presiden konsisten terhadap tiga agenda yaitu organisasi, orang, dan regulasi. Ini akan menjadi catatan sejarah kita semua. Pada pimpinan Jokowi, KPK betul-betul dilemahkan," ujar Dadang dalam diskusi daring bersama ICW, Selasa (28/9/2021).
Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Transparency International Indonesia (TII) periode 2018-2020 tersebut menilai sebenarnya presiden memiliki kewenangan untuk membatalkan seluruh proses asesmen yang sudah dijalankan KPK. Presiden cukup berpegang saja pada rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM.
"Tinggal nawaitunya [niatnya]," ujar Dadang.
Polemik yang terus mendera KPK, Dadang khawatirkan akan berimbas pada perekonomian Indonesia. Teruma terhadap menurunnya para pemodal internasional untuk berbisnis di sini.
"Sinyal ketidakpercayaan itu muncul dalam Indeks Persepsi Korupsi yang anjlok tiga poin. Itu mosi tidak percaya terhadap Jokowi. Mesti diperhatikan betul. Pascapandemi, butuh perekonmian yang baik," tukas Dadang.
Gelombang penolakan pemberhentian pegawai KPK terus bergulir. Pada 27 September lalu, mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia menggelar demo menuntut pemecahan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. Mereka berasal dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia.
Aksi terbaru yaitu pegawai KPK yang dipecat bersama sejumlah lembaga masyarakat sipil terus menggelar aksi damai di depan gedung KPK dengan tajuk "Kantor Darurat Pemberantasan Korupsi". Mereka menggalang dukungan dengan surat kepada Presiden Jokowi untuk menganulir pemecatan.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali