tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pesta rakyat dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut Airlangga akan ada lebih dari Rp20 triliun dana yang beredar saat penyelenggaraan Pilkada pada akhir 2020.
"Dana yang beredar untuk Pemilukada sekitar untuk penyelenggaraan Rp24 triliun. Mungkin dana dikeluarkan para calon bupati, wali kota, gubernur itu bisa minimal Rp10 triliun sendiri, sehingga saat Pilkada kemungkinan Rp 34-35 triliun," kata Airlangga dalam konferensi pers virtual Pemulihan Ekonomi Nasional dan Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi, Rabu (5/8/2020).
Ia menyebut dana yang beredar saat pilkada diharapkan bisa membantu meningkatkan konsumsi di dalam negeri sehingga bisa menggenjot perekonomian secara nasional.
Upaya pemerintah untuk meningkatan konsumsi masyarakat memang jadi fokus utama di kuartal 3 (Q3) dan Q4 untuk menghindari resesi. Pasalnya prediksi pertumbuhan ekonomi paling buruk sudah terjadi pada Q2 saat Badan Pusat Statistik (BPS) merelease pertumbuhan ekonomi Indonesia Q2 2020 -5,32 persen year on year (yoy).
Airlangga bilang, pada masa Pilkada akan banyak calon yang akan membagikan bahan kebutuhan pokok sebagai bagian dari kampanye pada masyarakat. Hal inilah yang diharapkan Airlangga bahwa melalui penyelenggaraan Pilkada dapat membantu menaikkan konsumsi masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19 sehingga otomatis membuat pertumbuhan ekonomi naik.
"Dana beredar tentu akan meningkatkan konsumsi terutama untuk alat-alat atau alat peraga bagi calon. Termasuk di antaranya masker, hand sanitizer dan alat kesehatan lain. Sehingga Pemilukada akan juga menjadi faktor pengungkit [pertumbuhan ekonomi]," tegasnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen. Angka ini memburuk dari Q1-2020 yang mencapai 2,97 persen dan Q2 2019 yang mencapai 5,05 persen.
“Perekonomian Indonesia Q2 2020 yoy dibandingkan Q2 2019 kontraksi 5,32 persen,” ucap Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).
Suhariyanto menjelaskan, kontraksi sebesar 5,32% itu merupakan yang terendah sejak triwulan I tahun 1999. Ketika itu, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 6,13%. Pertumbuhan ekonomi Q2 2020 ini juga yang terburuk sejak krisis 1998.
Waktu itu pertumbuhan Indonesia minus 16,5 persen [sepanjang 1998]. Sementara itu pada Q2 2008 lalu, saat krisis finansial global melanda, Indonesia masih sanggup tumbuh 2,4 persen. Lalu secara keseluruhan sepanjang tahun pada krisis 2008, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 6,1 persen.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Bayu Septianto