tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada kuartal dua [Q2] 2020 mengalami terkontraksi 5,32 persen (year on year). Kontraksi ini disebabkan oleh anjloknya pertumbuhan berbagai lapangan usaha.
Kontraksi terdalam dialami sektor transportasi dan pergudangan yang menyumbang 3,57 persen PDB. Pertumbuhannya terkontraksi 30,84 persen secara year on year (yoy). Dari detail lapangan usaha, angkutan udara dan rel menjadi sektor terparah dengan kontraksi 80,23 persen dan 63,75 persen.
“Transportasi terkontraksi luar biasa karena pengaruh COVID-19. Adanya imbauan WFH, study from home dan sebagainya berdampak pada sektor ini dan Idul Fitri tak ada mudik,” ucap Kepala BPS Suhariyanto, Rabu (5/8/2020).
Penurunan terburuk kedua dialami oleh sektor jasa akomodasi dan makanan-minuman dengan porsi 2,28 persen PDB karena mengalami kontraksi 22,31 persen. Penurunan terburuk dialami oleh lapangan usaha penyediaan akomodasi dengan kontraksi 44,23 persen. Penyediaan makan-minum juga terpuruk dengan minus 16,61 persen.
Penyebabnya tak lain dari penurunan jumlah wisatawan mancanegara dan dalam negeri. Lalu disusul dengan penutupan tempat rekreasi dan hiburan yang berimbas sepinya pengunjung hotel dan restoran. Di samping itu ada perubahan pola konsumsi yang menyebabkan masyarakat lebih suka makan di rumah.
Suhariyanto juga menyoroti industri pengolahan yang menyumbang 19,67 persen PDB. Sektor ini terkontraksi 6,19 persen yoy. Penyebabnya anjloknya industri batu bara dan pengolahan migas dengan kontraksi 6,19 persen. Hal ini mengikuti anjloknya harga minyak dunia dan komoditas selama COVID-19.
Industri non migas lainnya juga terkontraksi 10,31 persen. Dari total 9 subsektor hanya 3 yang masih positif yaitu industri kimia-farmasi, logam dasar, makanan-minuman.
“Industri pengolahan turun tajam sekali,” ucap Suhariyanto.
Sejalan dengan industri pengolahan, sektor perdagangan yang menyumbang 12,84 persen PDB juga terkontraksi 7,57 persen.
Dari lapangan usaha perdagangan mobil, sepeda motor, dan reparasinya, terjadi kontraksi 29,77 persen. Penyebabnya penurunan penjualan kendaraan bermotor.
Sementara itu, lapangan usaha perdagangan besar dan eceran di luar kendaraan bermotor tumbuh negatif 2,51 persen karena penurunan penjualan semen dan ritel.
Struktur PDB Berubah
Imbas berbagai kontraksi ini, Suhariyanto mencatat terjadi perubahan struktur PDB lapangan usaha. Pertanian misalnya naik menjadi 15,46 persen dari Q2 2019 yang hanya 13,57 persen. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan positif Q2 2020 2,19 persen yang didukung pergeseran panen raya di Q2.
Sementara itu, struktur PDB transportasi turun menjadi 3,57 persen dari sebelumnya 5,57 persen di Q2 2019. Perubahan struktur yang juga mencolok terjadi pada sektor pertambangan. Strukturnya turun dari 7,38 persen di Q2 2019 menjadi 6,28 persen di Q2 2020 seiring pemburukan harga minyak mentah dan hasil tambang.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti