tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan prediksi pertumbuhan ekonomi kuartal II (Q2) 2020 berada di kisaran minus 3,8 persen.
Prediksi kontraksi ini lebih dalam dari kisaran yang pernah disampaikan Selasa (16/6/2020) di angka 3,1 persen.
“Q2 kita akan menghadapi tekanan yang tidak mudah. Kemungkinan kita akan dalam kondisi pertumbuhan ekonomi negatif. Estimasi BKF 3,8 persen minus,” ucap Sri Mulyani dalam Townhall Meeting virtual, Jumat (19/6/2020).
Sri Mulyani menyatakan kondisi ini terjadi karena dampak pandemi Corona pada Q2 yang cukup berat. Bahkan di negara asing lainnya, dipastikan langsung memasuki resesi lantaran pertumbuhan ekonomi mereka minus di Q2 2020 melanjutkan tren pelemahan Q1 2020 yang sebagian sudah terkontraksi juga.
“Kita masih beruntung di Q1 masih bertahan di 3 persen atau 2,97 persen,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani bilang pemerintah perlu mengantisipasi situasi ini agar tidak merembet sampai kuartal berikutnya.
Salah satunya melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan penanganan COVID-19 yang berjalan beriringan dan disahkan dalam postur APBN 2020 terbaru.
Ia bilang kondisi pertumbuhan 2020 akan bergantung pada seberapa baik ekonomi Q3 dan Q4 bisa dipulihkan.
Sementara itu, Menteri Perencanan dan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa memprediksi kontraksi Q2 2020 akan lebih dalam lagi. Dalam hitungan internal lembaganya hampir dua kali lipat prediksi Sri Mulyani.
“Kemudian kami sendiri menghitung yang di Q2 ini lebih dalam sebenarnya dari analisa Kemenkeu yang menghitung [kontraksi] 3,8 persen kami hitungnya kontraksi sampai 6 persen,” ucap Suharso dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Kamis (18/6/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali