Menuju konten utama

Hanya Tuhan dan Megawati yang Tahu

Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum DPP PDI Perjuangan menjadi sosok kunci yang menentukan seru atau tidaknya Pilkada DKI Jakarta. Jika Megawati mendukung Ahok, maka pertempuran tidak akan seru. Lain halnya jika Megawati mendukung Tri Rismaharini.

Hanya Tuhan dan Megawati yang Tahu
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan arahannya usai melantik pengurus badan pemenangan pemilu dan badan saksi pemilu nasional pdi perjuangan di kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta, Kamis (27/8). [antara foto/widodo s] jusuf/15.

tirto.id - Suka tidak suka, mau tidak mau, Megawati Soekarnoputri merupakan salah satu tokoh kunci yang akan menentukan seru atau tidaknya Pilkada DKI Jakarta pada 15 Februari 2017. Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu memiliki beberapa opsi yang bisa mengubah jalannya “pertandingan”.

Megawati memiliki opsi untuk PDIP akan bergabung dengan tiga parpol pengusung Ahok dengan menyodorkan Djarot Saiful Hidayat sebagai calon wakil gubernur. Opsi lainnya, Megawati akan menetapkan Tri Rismaharani untuk meninggalkan kursinya di Surabaya dan maju melawan Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta.

Begitu pentingnya posisi Megawati disebabkan jumlah kursi PDIP yang sangat besar di DPRD DKI Jakarta. Sebagai pemenang Pemilu Legislatif di ibukota, PDIP menangguk 28 kursi dari total 106 kursi. Dengan kursi yang cukup besar, tak heran jika Basuki Tjahaja Purnama yang sudah mendapatkan dukungan dari 3 parpol pun masih merasa perlu mendekati Megawati, sebagai tokoh sentral dari PDIP.

Yunarto, pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Charta Politika mengakui, kunci Pilkada DKI Jakarta memang ada di tangan PDIP yang merupakan mesin politik berkekuatan terbesar di ibukota. Jika Megawati dan PDIP mendukung Ahok, partai lain pasti akan bergabung. “Minimal partai Koalisi Indonesia Hebat yang mendukung pemerintah akan sangat mungkin mendukung Ahok juga,” katanya.

Sebaliknya, jika PDIP tak mendukung Ahok, artinya mereka melihat peluang besar untuk mengalahkan Ahok. Hak itu tetap bakal menarik partai-partai lain bergabung dalam sebuah koalisi besar.

Siapa calon yang bakal diajukan PDIP untuk melawan Ahok? “Sampai sekarang Risma masih menjadi pilihan yang dimungkinkan, jika PDIP tidak mendukung Ahok,” kata Yunarto kepada tirto.id.

Tinggal Enam Calon

Jadi siapa sebenarnya calon yang bakal benar-benar diusung PDIP? Mencari jawaban dari pertanyaan ini sungguh tidak mudah karena kader-kader elite PDIP selalu mengatakan, “hanya Ibu Ketua Umum yang tahu”. Kesetiaan dan ketakziman seluruh kader PDI Perjuangan terhadap ketua umum partainya memang tak ada yang bisa menandingi.

PDIP sendiri sejauh ini memang masih menyaring kandidat-kandidat untuk DKI-1. Ahmad Basarah, Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan, menyebut ada 27 nama yang mendaftar secara resmi ke DPP PDI Perjuangan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Mereka telah mengikuti proses assessment di tingkat elite partai.

Basarah bahkan menyebut, PDIP sangat menghargai masukan dari “Koalisi Kekeluargaan” yang terdiri dari elite tujuh partai di DKI Jakarta. Termasuk soal tujuh kriteria yang harus dimiliki oleh kandidat yang bakal mereka usung. Salah satu kriterianya, sosok tersebut harus beretika, santun, beradab, cerdas dan mengayomi.

Apakah artinya Ahok tak masuk dalam kriteria? “Kalau soal santun, saya kira maksudnya bukan ke Pak Ahok ya. Kemudian beretika, kalau Pak Ahok sering maki-maki orang, saya kira maksudnya juga bukan Pak Ahok,” jawab Basarah diplomatis.

Namun, Basarah mengakui bahwa pada awalnya, PDIP memang memiliki skenario mengusung duet Ahok-Djarot. Ini merupakan skenario lama, kelanjutan dukungan terhadap Ahok saat mendampingi Jokowi dalam Pilkada DKI Jakarta 2012.

“Bahkan kita ingin melanjutkan duet Pak Ahok dengan Pak Djarot di tahun 2017. Karena kita memperjuangkan kepentingan latar belakang Pak Ahok yang etnis Tionghoa bisa memimpin Jakarta yang plural dan majemuk. Ini ekstraksi kebangsaan. Pak Ahok waktu itu kita jadikan proyek kebangsaan ini,” katanya.

Seiring berjalannya waktu, Ahok justru dinilai merusak semuanya. “Momentum pertama, dia mengultimatum Bu Mega untuk memberikan rekomendasi satu minggu untuk pasangan Ahok-Djarot. Kalau enggak, dia ikut jalur independen. PDIP tentu menjaga marwah. Tidak mungkin seorang Ahok bisa mengintimidasi Bu Megawati Soekarnoputri. Kita abaikan permintaan dia,” katanya.

Apakah artinya PDIP bakal mendukung Risma? Lagi-lagi Basarah menjawab diplomatis. “Bu Risma kan kader PDIP, dia ber-KTA dan beliau loyal,” jawabnya.

Masinton Pasaribu, anggota DPR dari Fraksi PDIP, belakangan bahkan berani menyebut masih tersisa enam nama kandidat calon gubernur DKI Jakarta yang disiapkan partainya. “Yang penting, enam orang itu yang mendaftar di PDIP,” katanya memberi petunjuk.

Jika melihat potensi kader yang dimiliki PDIP, enam nama tersebut bisa saja Risma, Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng), Boy Bernardi Sadikin, atau Djarot Saiful Hidayat (Wakil Gubernur DKI Jakarta). Dua sisanya bisa saja sosok potensial di luar kader.

Benarkah nama-nama ini yang diusung PDIP? Masinton pun menjawab laiknya kader banteng lainnya. “Kalau nama belum bisa diintip karena sudah disimpan di dompet Bu Mega,” katanya setengah berseloroh.

Jadi, adakah nama Risma di dompet Ibu Ketua Umum? Hanya Tuhan dan Megawati yang tahu.

Baca juga artikel terkait PILKADA atau tulisan lainnya dari Kukuh Bhimo Nugroho

tirto.id - Politik
Reporter: Kukuh Bhimo Nugroho
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti