Menuju konten utama

"Bisa Saja PDIP Berpikir, Untuk Jakarta Harus Utus Risma"

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama baru saja membuat jengkel Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Ahok, panggilan akrabnya, menyatakan tak ada maksud menyinggung perasaan Risma ataupun warga Surabaya.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyampaikan pidatonya saat deklarasi dukungan partai Hanura di Jakarta, Sabtu (26/3). [antara foto/m agung rajasa/ama/16]

tirto.id - “Jadi bukan saya mau mengecilkan Bu Risma. Apalagi mau menyakiti orang Surabaya. Maksud saya, jangan ngomporin orang Surabaya dong,” kata Ahok, saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, pada Jumat (12/8/2016).

Terkait Pilkada DKI Jakarta 2017, Ahok justru berharap agar banyak kepala daerah yang maju dan menjadi pesaingnya di ibukota. “Kan saya sudah bilang, saya senang sekali kalau semua kepala daerah nyalon gubernur di Jakarta. Supaya waktu pencalonan (kampanye) terjadi dialog kinerja, bukan SARA,” ujarnya.

Terkait kemungkinan Risma maju menjadi pesaingnya, Ahok ternyata mengamini peluang bakal berhadapan dengan Risma. Mengapa? Berikut wawancaranya:

Walikota Surabaya Tri Rismaharini “panas” gara-gara pernyataan Anda?

Ini kan gara-gara (kalian). Makanya saya bilang dari dulu, kamu lihat dong konsistensi saya belajar banyak dari Bu Risma. Ini kan kalian yang nanya, “Gimana Bu Risma kalau mau ikut (Pilkada DKI)? Dia mempertontonkan trotoar dan taman lebih baik”. Kan saya bilang, saya justru ingin banyak kepala daerah ikut (Pilkada DKI).

Kalau kepala daerah ikut, nanti debat di publiknya bisa bagus. Misalnya kepada daerah A punya tugu air yang bagus atau sungai. Dia pasti bilang,”Ah payah Jakarta elo pimpin. Kalau gue jadi gubernur, pasti sungainya gue bikin bisa buat minum kayak tempat gua." Nah, pasti saya sebagai petahana juga akan menjawab dengan profesional.

Jadi bukan saya mau mengecilkan Bu Risma. Apalagi mau menyakiti orang Surabaya. Maksud saya, jangan ngomporin orang Surabaya dong. Saya waktu ngehancurin Kalijodo, Bu Risma kan kritik saya habis. Kamu semua baca beritanya. Ada nggak orang Jakarta marah atau saya marah? Enggak ada.

Apa yang ada dalam pikiran Anda saat dikritik soal Kalijodo?

Saya cuma anggap, kalau dikritik ya saya belajar. Doli gimana sih? Kan Bu Risma ngomong, Doli harus begini beda dengan Kalijodo. Saya pelajari. Oh, konteksnya beda antara Doli dan Kalijodo. Kalau Kalijodo kan memang jalur hijau, tanah negara diduduki.

Misalnya di forum-forum resmi beliau (Risma) juga bilang, “Jakarta seperti tidak ada pemerintah nih. Jelek begitu trotoarnya”. Saya marah atau enggak? Saya langsung instruksikan orang-orang saya, "Eh..., kamu belajar dong ke Surabaya."

Sama seperti penerapan e-budgeting, orang bilang Surabaya hebat banget. Langsung saya tanya siapa yang bikin, “Si Gagat katanya, kirim ke sini dong (Gagat)”.

Sama seperti RS, dulu kan RS di Surabaya bagus saat menjalankan Inasibijis (tarif diagnosa penyakit pasien menurut dokter). Mereka ngerti coding. Saya langsung minta Pak Koesmedi (Koesmedi Priharto, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta),”Pak ke Surabaya gih belajar. Elu belajar kayak gimana di sana”.

Jadi saya justru mengikuti apa yang sudah beliau (Risma) lakukan. Jadi ini memang gara-gara diplintir-plintir. Ah elu macem-macem aja.

Akibatnya Risma jadi salah paham?

Aku juga bingung. Gara-gara elu, Bu Risma jadi baper (bawa perasaan) dan marah. Konferensi pers, seolah-olah aku (Risma) diadu domba sama dia (Ahok). Kan saya sudah bilang, saya senang sekali kalau semua kepala daerah nyalon gubernur di Jakarta. Supaya waktu pencalonan (kampanye) terjadi dialog kinerja, bukan SARA.

Jadi semua akan bawa prestasinya. Misal dulu (Pilkada DKI Jakarta 2012), Pak Alex Noerdin bilang, lihat gue bisa bangun kampung atlet dan sarana atlet untuk PON dalam sekejap. Sekian tahun. Makanya dia yakin bisa beresin banjir Jakarta di bawah dua tahun.

Nah ini kan kampanyenya baik. Makanya, saya harapkan kepala daerah bisa berdialog dalam kampanye seperti itu. Nanti orang yang nonton debat kampanye ikut berfikir, kalau orang Jakarta mau punya taman dan trotoar bagus seperti Surabaya, berarti harus minta Bu Risma menjadi gubernur. Saya harus juga jawab, “Gua juga bisa, tapi kasih gua waktu dong.” Nah, dialog seperti itu kan baik.

Jadi bukan mau meremehkan Surabaya. Kalau saya mau meremehkan Surabaya, apa kamu pernah lihat saya mengritik Bu Risma? Saya ngomong di forum-forum resmi, beliau salah satu kepala daerah yang baik.

Benar Anda menginginkan banyak kepala daerah jadi pesaing di Pilkada?

Saya justru ingin banyak kepala daeerah mau maju ke DKI. Supaya bisa jadi pelajaran, ini kan showcase, seperti etalase, mempertontonkan keberhasilan semua daerah.

Jadi sewaktu saya masuk sini, kan direncanakan seperti itu. Kenapa waktu itu dipilih Pak Jokowi dan saya? Untuk jadi tontonan bahwa kalau kamu jadi kepala daerah yang berhasil, kamu bisa menjadi Gubernur DKI. Kalau kamu belum pernah menjadi kepala daerah, ya susah untuk menyampaikan. Kamu bakal cuma bilang, “Kalau saya jadi, akan begini…” Masyarakat yang pintar akan berpikir, “Kalau elu jadi, mending gua bandingin sama yang sudah jadi.”

Misalnya Pak Ridwan Kamil. Dulu kan kabarnya juga mau maju ke Jakarta. Saya juga dukung. Pak Ridwan Kamil kan nanti bisa bilang, “Kalau saya tamannya banyak, taman tematik nih. Lihat ada Taman Jomblo, ada taman apa...” Terus di Merdeka dia kasih PKL. Nah mungkin kalau orang Jakarta mau bebas PKL, berarti musti ngundang model Walikota Bandung. Atau kalau mau banyak hubungan dengan Jepang, ya lebih cocok Walikota Makassar atau Bupati Bantaeng yang masuk Jakarta. Itu yang saya maksud.

Jadi Anda tidak ada maksud mengusik Risma?

Aku nggak pernah berpikir bisa begitu. Aku juga langsung dikritik sama adik. Diomelin, “Elu tahu nggak, ini Risma orang baik dan jujur kayak elu. Kenapa elu cari musuh?” Nah, gua cari musuh gimana maksudnya?

Apa berniat klarifikasi ketemu Risma?

Enggak. Sebetulnya Bu Risma kan punya Tim Kominfo. Tidak perlu terlalu cepat baca berita. Ini kan gara-gara media tulis judulnya provokatif. Setelah saya kirim link video lengkapnya, orang-orang yang kritik bilang. “Ini kerjaan wartawan yang nulis nih.”

Bagaimana peluang Anda didukung PDIP?

Yang penting kan sudah ada sedikit peluang. PDIP kan punya tradisi, seperti dulu saat Bang Yos (Sutiyoso), orang berpikir tidak mungkin PDIP calonkan beliau karena ada peristiwa pernyerbuan kantor PDI (27 Juli 1996). Tapi begitu dianalisa oleh PDIP, kota Jakarta ternyata masih membutuhkan figur seperti Bang Yos. PDIP akhirnya mendukung Bang Yos (Pilkada DKI Jakarta tahun 2002).

Jadi mereka punya tradisi, ketika satu daerah mayoritas warganya lebih menyukai petahana, bisa jadi dia bakal mencalonkan petahana. Artinya ada peluang.

Ada kemungkinan lain?

Tapi kan bisa juga PDIP berpikir, ini kan elu (Ahok) panas-panasan sama Bu Risma. Bisa saja PDIP berpikir, ini untuk Jakarta harus utus Risma, supaya beres tamannya.

Baca juga artikel terkait PILKADA atau tulisan lainnya dari Kukuh Bhimo Nugroho

Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti