tirto.id - Satgas Pencegahan Korupsi Polri mengakui bahwa tindak pidana korupsi masih menjadi tantangan besar Indonesia untuk diselesaikan. Tindak pidana tersebut juga masih menjadi penghambat paling besar bagi negara untuk lebih berkembang lagi.
"Tantangan nyata yang dihadapi bangsa kita, di mana korupsi menjadi salah satu penghambat utama pembangunan," kata Kasatgas Pencegahan Korupsi Polri, Herry Muryanto, di acara peluncuran buku dalam rangka memperingati Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) di PTIK Polri, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2024).
Dia menjelaskan, korupsi juga melemahkan institusi negara, merusak keadilan sosial, dan mengikis moral masyarakat.
Berdasarkan data, kata Herry, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam upaya pemberantasan korupsi. Terlebih, skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia bukan lagi stagnan, tetapi terus menurun dalam beberapa tahun terakhir.
"Ini menunjukkan bahwa tantangan kita tidak hanya pada penegakan hukum, tetapi juga pada pencegahan melalui pembentukan budaya antikorupsi yang kokoh," ujar dia.
Di sisi lain, Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Vishnu Juwono, mengatakan bahwa korupsi di Indonesia, khususnya sejak pemerintahan Jokowi, patronase ekonomi masih menjadi salah satu penyebab korupsi tak kunjung bisa diatasi. Patronase ekonomi adalah upaya mengalihkan sumber daya publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
"Dari masa kemerdekaan hingga masa Jokowi, patronase ekonomi dibiarkan subur sebagai arena untuk memfasilitasi perebutan kekuasaan melalui praktek money politik, suap kepada pejabat, dan seterusnya," ucap Vishnu.
Vishnu mengemukakan, patronase ekonomi tidak pernah menjadi fokus penyelesaian masalah dari para elit politik. Hal itu sama saja menunjukkan tidak adanya komitmen untuk memberantas korupsi.
Dia menekankan, masa pemerintahan Prabowo Subianto saat ini seharusnya fokus pada pemberantasan korupsi melalui pengurangan patronase ekonomi. Prabowo pun diharapkan mendorong reformasi institusi, terutama di penegakkan hukum, reformasi parlemen dan partai politik; serta mengembalikan otoritas KPK seperti sebelumnya.
"Banyak data dari PPATK terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) serta aliran dana pemilu menggambarkan patronase ekonomi, namun tidak pernah ditindaklanjuti oleh otoritas pengawas dan institusi penegak hukum," ungkap Vishnu.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Anggun P Situmorang