Menuju konten utama

Hakim AS Ragu Larangan Imigrasi Trump Disebut Anti-Muslim

Pengadilan banding AS mempertanyakan soal penangguhan larangan imigrasi yang dikeluarkan Presiden Trump. Departemen Kehakiman menyatakan larangan tersebut netral terhadap agama.

Hakim AS Ragu Larangan Imigrasi Trump Disebut Anti-Muslim
Presiden Amerika Serikat Donald Trump berjabat tangan dengan Neil Gorsuch (ki) setelah mengumumkan pencalonannya sebagai hakim asosiasi Mahkamah Agung Amerika Serikat di Gedung Putih di Washington, D.C., Amerika Serikat, Selasa (31/1). ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque.

tirto.id - Sebuah pengadilan banding telah mempertanyakan soal larangan imigrasi Presiden AS Donald Trump yang mendiskriminasikan umat Islam. Hakim Richard Clifton meragukan penilaian larangan tersebut yang bersifat diskriminatif jika hanya karena mempengaruhi sebanyak 15 persen warga Muslim dunia.

Seperti diketahui, perintah eksekutif sementara dari Trump yang melarang masuk semua pengungsi dan pengunjung dari tujuh negara mayoritas Muslim telah dihentikan pekan lalu.

Clifton adalah salah satu dari tiga hakim di pengadilan banding San Francisco yang pada akhir pekan ini akan mengeluarkan keputusannya. Sebelumnya, Selasa (7/2/2017), kedua belah pihak telah mengemukakan argumen lisan selama satu jam.

Meskipun diputuskan dalam pengadilan banding, kasus soal pelarangan imigrasi ini akan berakhir di Mahkamah Agung.

Departemen Kehakiman yang pertama kali mengajukan kasus ini mendesak hakim banding untuk mengembalikan perintah larangan imigrasi. Melalui pengacara Agustus Flentje, disebutkan bahwa Kongres telah mengizinkan Presiden Trump untuk mengontrol siapa saja yang berhak memasuki negara itu.

Ketika diminta untuk menunjukkan bukti bahwa tujuh negara yang terkena dampak - Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman - menimbulkan risiko ke AS, ia mengatakan sejumlah warga Somalia di AS telah terhubung ke kelompok al-Shabab.

Sejurus kemudian seorang pengacara yang mewakili negara bagian Washington mengatakan kepada pengadilan bahwa menghentikan perintah eksekutif tidak merugikan pemerintah AS.

Jaksa Agung Nuh Purcell mengatakan larangan tersebut telah mempengaruhi ribuan warga negara. Para mahasiswa tertunda kedatangannya saat mencoba ke Washington sedangkan yang lain dicegah untuk mengunjungi keluarga di luar negeri.

Menimenit akhir sidang dihabiskan pada perdebatan soal larangan imigrasi berdampak besar menghalangi umat Islam, yang mana hal itu bersifat inkonstitusional.

Sebuah laporan singkat 15 halaman yang diterbitkan Departemen Kehakiman pada Senin (6/2/2017) malam berpendapat perintah eksekutif bersifat netral terhadap agama.

Namun, pada pengadilan banding lalu, Purcell mengutip laporan kampanye Trump tentang larangan Muslim. Dia juga menunjuk pernyataan yang dibuat oleh salah satu penasihat presiden, Rudy Giuliani, yang mengatakan bahwa Giuliani diminta untuk membuat larangan terhadap Muslim menjadi legal secara hukum.

Menanggapi hal tersebut, Clifton mengatakan larangan itu hanya meliputi tujuh negara. Pada pemeintahan Obama dan Kongres pun pernah memberlakukan pembatasan visa terhadap tujuh negara itu, berdasarkan ancaman teror.

"Apakah Anda menyatakan bahwa keputusan oleh pemerintahan sebelumnya dan kongres sebagai motivasi agama?" jelas Clifton sebagaimana dilansir dari BBC, Rabu (8/2/2017).

"Tidak," Purcell menjawab, "tapi Presiden Trump telah menyerukan larangan lengkap dan meskipun ini bukan larangan lengkap, itu diskriminatif."

Sebagaimana diketahui, perintah eksekutif Trump yang berlaku pada 25 Januari telah menyebabkan beberapa kebingungan di AS dan bandara asing karena orang-orang dicegah untuk memasuki AS dan dikirim pulang.

Ada kecaman kuat untuk menghentikan perintah larangan itu pada Jumat lalu oleh seorang hakim federal di negara bagian Washington. Karena penangguhan larangan itu, orang-orang dari tujuh negara dengan visa yang sah dapat melakukan perjalanan ke AS lagi.

Baca juga artikel terkait KEBIJAKAN DONALD TRUMP atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari