tirto.id - Sektor perbankan Indonesia masih mengkhawatirkan masalah ketatnya likuiditas karena penyaluran kredit tinggi belum diiringi pengumpulan dana pihak ketiga dari masyarakat dalam jumlah besar.
Belum lagi, perbankan masih harus berebut likuiditas dengan pemerintah yang mengeluarkan Surat Berharga Negara (SBN) dengan yield atau tingkat pengembalian tinggi.
Terkait hal tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan bahwa bank sentral akan terus memantau kondisi likuiditas perbankan.
Dia menambahkan, sejak akhir 2018, BI telah menyuntikkan likuiditas ke pasar hingga senilai Rp120 trilun. Perry bahkan menyarankan perbankan meminta tambahan jika menilai likuiditas di pasar kembali mengetat.
"Perbankan tidak perlu menaikkan suku bunga. Itu konteks likuiditas kita jaga cukup, kalau kurang bilang saya. Kita pastikan likuiditas lebih dari cukup," kata Perry di Hotel Westin, Jakarta Selatan, Kamis (28/2/2019).
Suntikan likuiditas tersebut dilakukan agar perbankan tak perlu menaikkan suku bunga instrumen funding hanya untuk menjaring likuiditas.
"Kami sampaikan pada Desember kemarin kami tambah, injeksi likuiditas Rp120 triliun dan Januari di tambah Rp75 triliun, bulan ini juga ditambah. Jadi kami ingin pastikan bahwa likuiditas lebih dari cukup," ujar Perry.
Sebelumnya, Perry juga sempat memberi sinyal bahwa suku bunga acuan (BI 7-Day Reverse Repo Rate) akan berada dalam tren stabil selama beberapa bulan ke depan.
Artinya, suku bunga acuan akan ditahan pada level 6 persen seperti hasil rapat dewan gubernur (RDG) BI yang diumumkan pada Kamis pekan lalu. BI beralasan suku bunga acuan tetap berada di level 6 persen untuk menjaga daya tarik aset keuangan domestik.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom