tirto.id - Deretan ketua umum partai politik pendukung pemerintah tiba-tiba bertamu ke kediaman Presiden Prabowo Subianto, di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Sabtu pekan lalu. Persamuhan yang dilangsungkan sejak senja itu digelar tertutup selama dua jam. Prabowo kemudian melanjutkan kegiatan menghadiri perayaan Natal Nasional di Gelora Bung Karno. Usai acara itu, Prabowo hanya menyatakan kepada awak media bahwa pertemuan bersama para ketum parpol memang dilakukan rutin sepekan sekali.
Pertemuan tersebut menjadi sorotan, sebab dilakukan usai Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap Wahyu Setiawan dan perintangan penyidikan Harun Masiku. Momen pertemuan para ketua umum parpol dengan Prabowo juga berlangsung usai pihak PDIP mengeklaim memiliki bukti video penyalahgunaan kekuasaan dan skandal kasus para elite. Bukti video itu disebut dimiliki oleh Hasto dan akan dibongkar sebagai bentuk solidaritas terhadap perlakuan pada dirinya dan Yasonna Laoly.
Meski ditetapkan sebagai saksi kasus Harun Masiku, Yasonna seturut dengan Hasto, yang sama-sama dicegah untuk bepergian ke luar negeri. Hasto ditetapkan sebagai tersangka, 24 Desember 2024, bersama Donny Tri Istiqomah yang juga ditengarai lembaga antirasuah terlibat dalam penyuapan Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio. Mereka berupaya menyuap Wahyu dan Tio untuk memuluskan Harun Masiku jadi anggota DPR pergantian antarwaktu.
Wahyu dan Tio sudah menjadi tersangka dan divonis bersalah dalam kasus suap ini. Harun Masiku juga sudah menjadi tersangka, namun buron sejak 2020 hingga saat ini. KPK turut menilai Hasto terlibat menghalangi para penyidik melakukan OTT terhadap Harun Masiku. Maka ia juga dijerat dengan pasal perintangan penyidikan alias obstruction of justice.
Pertemuan para ketua umum parpol di rumah Prabowo dinilai tidak terjadi kebetulan belaka. Sejumlah pengamat politik menilai pertemuan tersebut disinyalir turut membicarakan gertak ancaman dari PDIP dan Hasto yang mengeklaim memiliki sejumlah video skandal kekuasaan yang disalahgunakan. PDIP menyebut video yang dipegang Hasto meliputi penguasa yang telah purna, dan yang masih menjabat saat ini.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menilai, pertemuan para ketum parpol pendukung pemerintah dan Prabowo sudah pasti membicarakan situasi politik kiwari. Adi memperkirakan pertemuan itu membicarakan perihal penolakan publik terhadap wacana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025. Tak luput, kata Adi, persamuhan para elite politik itu juga berkaitan dengan klaim PDIP yang memegang bukti dan informasi video soal penyalahgunaan kekuasaan.
“Karena kalau betul berkaitan dengan pejabat negara, maka akan terjadi instabilitas politik,” kata Adi kepada reporter Tirto, Senin (30/12/2024).
Adi memandang jika hal tersebut dibahas, maka Prabowo dan parpol pendukungnya pasti menginginkan agar situasi saat ini terkendali. Terkendali dalam hal ini adalah mencegah ada ekses lebih besar imbas kasus Hasto di KPK. Selain itu, jika gertakan PDIP betul dijalankan, maka dapat terjadi kegaduhan dalam situasi politik dalam negeri yang berdampak pada keputusan investastor.
Tak heran, kata Adi, publik juga turut menilai kasus Hasto kental akan aroma politisasi, sebab posisi PDIP yang hari ini berseberangan dengan Joko Widodo alias Presiden ketujuh RI, Jokowi. Sementara Jokowi sendiri dikenal dekat dengan pemerintahan Presiden Prabowo saat ini sebab putranya, Gibran Rakabuming Raka, adalah Wakil Presiden. Publik akan menilai ada nuansa kekuasaan yang kental dalam penegakan hukum di kasus Hasto.
Padahal, Hasto sendiri sudah dibidik KPK sejak 2020. Dalam keterangan pers, Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan alasan KPK baru menetapkan Hasto menjadi tersangka akibat faktor kelengkapan alat bukti. Elite PDIP turut menuding KPK telah mengkriminalisasi Hasto. Setyo menepis anggapan tersebut dan menyatakan tidak ada unsur politisasi.
Adi Prayitno menilai publik saat ini tengah menunggu-nunggu video skandal yang diklaim dimiliki Hasto. Ia memandang bukti tersebut akan menjadi penting agar membuat Hasto dan PDIP tidak terkesan gertak sambal belaka atau sekadar omon-omon.
“Kalau tidak ditemukan, tidak segera di-upload atau di-share, maka klaim bukti video itu tentu Hasto akan di-bully,” ucap Adi.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, berharap agar Hasto tak mencoba untuk menghilangkan alat bukti atau menghalangi proses penyidikan. Pernyataan itu disampaikan Tessa usai muncul video pernyataan Hasto yang menyampaikan dirinya akan kooperatif dan taat hukum dalam menjalani proses penyidikan kasus ini. Lewat keterangan videonya, Hasto menilai penetapannya sebagai tersangka ini merupakan tindakan intimidasi karena dia telah mengkritik kekuasaan.
"Ya kita kembali ke pernyataan beliau ya, bahwa beliau akan taat hukum. Akan menjadi paradoks apabila beliau mengatakan seperti itu tetapi melakukan hal yang berbeda," kata Tessa kepada awak media di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat (27/12/2024).
Analis politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menilai jika memang Hasto memiliki bukti video skandal kasus elite politik, maka akan membuka peluang saling sandera kasus. Apalagi, jika Hasto tak segera membuka video yang diklaim dimilikinya. Tetapi, Kunto menilai jika pun terjadi dugaan skandal penguasa atau mantan penguasa sebab dikuak oleh Hasto, hal tersebut hanya akan menjadi riuh sesaat di publik.
“Pada akhirnya tidak ada yang menghormati supremasi hukum,” kata Kunto kepada reporter Tirto.
Kunto menilai pernyataan PDIP memang bisa dianggap sebagai sinyal gertakan. Namun, itu tidak akan berpengaruh besar jika masyarakat tidak terpengaruh dan hanya menyelubungi nasib para elite. Kecuali, kasus yang diungkap Hasto dapat membuat masyarakat cemas atas keberlangsungan bangsa dan negara.
Konflik ini akhirnya dinilai Kunto berpusat pada perseteruan antara Hasto dan PDIP dengan Jokowi. Karena itu, tidak heran jika kemudian Koalisi Indonesia Maju atau parpol pendukung pemerintah jadi tersandera sebab Prabowo dan mereka dekat dengan Jokowi. Kunto menilai wajar bila publik lagi-lagi meragukan bahwa kasus ini murni penegakan hukum. Pasalnya, indikasi saling sandera kasus juga kini semakin menyeruak.
“Pilihan KIM memutus hubungan dengan Jokowi. Karena dia jadi faktor yang memberatkan,” ujar Kunto.
Publik Harus Kawal
Analis politik dari Trias Politika, Agung Baskoro, memandang pernyataan PDIP dan Hasto yang hendak membongkar skandal para elite memang dilakukan demi menjaga posisi tawar. Ia menilai, PDIP ingin tetap berada di orbit strategis kekuasaan agar tidak menjadi korban satu-satunya. Menurut Agung, publik harus mendorong KPK terus bekerja secara tuntas dan transparan.
Di sisi lain, berkumpulnya KIM Plus bisa saja dalam rangka memandang ancaman Hasto sebagai upaya untuk tawar-menawar. Sehingga bukan tidak mungkin, kata Agung, arahan dari para elite adalah mencari win-win solution sehingga gonjang-ganjing atau keriuhan bisa dikondisikan.
“Agar jangan merembet terlalu jauh menyeret nama-nama yang memberikan ekses lainnya,” kata Agung kepada reporter Tirto, Senin (30/12/2024).
Sementara itu, Jokowi meminta seluruh pihak tidak melontarkan pernyataan yang berpotensi membuat kegaduhan di publik. Hal ini disampaikan usai Jokowi dikaitkan dengan klaim yang dilontarkan PDIP bahwa Hasto memiliki bukti video penguasa yang menginginkan menjabat tiga periode. Jokowi membantah bahwa ia pernah meminta untuk menambah masa jabat.
“Jangan memframing jahat seperti itu, enggak baik,” kata Jokowi saat ditemui media di kediamannya, di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Senin (30/12/2024) pagi.
Adapun Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, saat merespons pernyataan Hasto yang mengeklaim akan membongkar skandal pejabat negara, menegaskan bahwa kasus hukum harus didasari oleh fakta-fakta. Prasetyo menambahkan, pemerintah selalu membuka ruang penegakan hukum yang transparan dan tidak menutupi bila memang ada pelanggaran. Namun, ia meminta agar tuduhan tidak dilontarkan tanpa dasar jelas.
“Ah ya memangnya ada? Kalau ada, ya disampaikan saja. 'Kan semua landasannya hukum, fakta hukumlah," ujar Prasetyo di area GBK, Sabtu pekan lalu sebagaimana dilansir Antara.
Analis Sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, memandang tabiat Hasto saat ini mirip dengan Muhammad Nazaruddin ketika terkena kasus rasuah Wisma Atlet pada 2011. Waktu itu Nazarudin juga menggertak akan 'bernyanyi' soal borok elite lain. Jika Hasto memang benar-benar hendak membongkar kejahatan para elite, maka kenapa baru dikeluarkan setelah menjadi tersangka. Ini mudah sekali dibaca publik sebagai gertakan sambal.
Menurut Musfi, kasus korupsi Nazaruddin bisa dijadikan sebagai perbandingan. Meskipun ia akhirnya bernyanyi, nyatanya tetap diproses hukum dan baru bebas murni pada 2020.
“Dan satu hal lagi, waktu itu Nazaruddin adalah Bendum Demokrat, partai yang sedang berkuasa,” ucap Musfi kepada reporter Tirto, Senin (30/12/2024).
Kasus Harun Masiku dinilai Musfi sebagai kasus yang begitu terang. Sekalipun ada kesan politisasi –misalnya karena Hasto baru menjadi tersangka setelah PDIP tidak berkuasa– tetap saja kasus ini nyata terjadi. Ia menilai kasus Hasto sebagai cerminan budaya hukum Indonesia yang masih sangat feodal. Pihak yang berkuasa seolah-olah kebal hukum, dan baru mampu diusut setelah turun takhta atau berseberangan dengan status quo.
Jika budaya hukum Indonesia terus seperti ini, maka abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan akan terus terjadi. Budaya hukum yang feodal ini membuka praktik korupsi yang culas. Selama elite semacam ini tetap berkuasa, mereka merasa sulit diciduk oleh hukum.
“Saya kira kekhawatirannya pada budaya hukum yang feodal ini. Kasus Hasto hanya jadi satu di antara puncak gunung es,” ungkap Musfi.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz