Menuju konten utama

Gaikindo Keluhkan Pajak Kendaraan RI Lebih Tinggi dari Malaysia

Gaikindo menilai berbagai jenis pajak dan pungutan kendaraan bermotor di Indonesia lebih tinggi dari Malaysia, berdampak pada melambatnya penjualan.

Gaikindo Keluhkan Pajak Kendaraan RI Lebih Tinggi dari Malaysia
Sejumlah pengunjung mengamati kendaraan yang dipajang dalam pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024 di Muladi Dome Undip, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/YU

tirto.id - Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, mengeluhkan pajak kendaraan bermotor di Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara tetangga, Malaysia.

Dari catatannya, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk mobil jenis Avanza 1,5 L di Negeri Jiran hanya setara Rp385 ribu per tahun, sedangkan di Indonesia dapat mencapai Rp4 juta per tahun.

Selain itu, Malaysia juga tidak menerapkan perpanjangan surat tanda nomor kendaraan (STNK) lima tahun sekali, tetapi sebaliknya dengan Indonesia. Belum lagi, masyarakat harus membayar Rp2 juta untuk biaya balik nama (BBN), sedangkan di Malaysia hanya dipatok senilai Rp500 ribu.

“Kita keluar dari pabrik, mobil itu harganya Rp100 juta, ini hanya ambil angka saja untuk nampak. Sampai di end customer, saya beli, teman-teman dari media beli, bayarnya Rp150 juta. Jadi, Rp50 juta itu pajak,” ujar Kukuh, dalam Diskusi Menakar Efektivitas Insentif Otomotif, di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Senin (19/5/2025).

Mahal dan banyaknya pajak inilah yang kemudian membuat negara-negara produsen mobil menyampaikan keluhannya kepada Kukuh.

“Ini mungkin yang menjadi salah satu kendala di kita. Saya pernah di Vietnam, berbicara dalam forum internasional, itu dikomplain dari Amerika, Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang pajak mobilnya tinggi,” jelas dia.

Padahal, jika implementasi pajak kendaraan yang ada dievaluasi kembali, penjualan kendaraan roda empat dapat dipacu agar lebih tinggi. Di sisi lain, pemberian insentif juga dinilai akan memajukan industri otomotif nasional, ketimbang malah menjadi beban fiskal negara.

“Waktu itu ada insentif PPN-BM 100 persen, 50 persen, diperpanjang gitu, ya. Akhirnya Cuma untuk 1.500 cc ke bawah, tapi kemudian itu ditambah. Itu akhirnya bisa recover (saat Pandemi Covid-19), tapi setelah itu turun. Kalau definisi ekonomi resesi, itu industri bukan hanya dua bulan berturut-turut resesi. Berapa tahun nih? 2 tahun lah kira kira,” jelas Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), Riyanto pada kesempatan yang sama.

Berdasarkan data Gaikindo, penjualan keseluruhan (wholesales) mobil di sepanjang 2024 mencapai 865,72 ribu, lebih tinggi dibanding perkiraan Asosiasi. Meski begitu, jumlah tersebut mengalami penurunan signifikan dari penjualan di sepanjang 2023 dan 2022 yang masing-masing sebanyak 1,005 juta dan 1,05 juta.

Baca juga artikel terkait GAIKINDO atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Otomotif
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana