Menuju konten utama

Fredrich Ingin Buat Pledoi 1000 Halaman dan Minta Waktu 2 Pekan

Fredrich Yunadi meminta waktu 2 pekan untuk menyusun pledoi, tapi majelis hakim menolak permintaan itu.

Fredrich Ingin Buat Pledoi 1000 Halaman dan Minta Waktu 2 Pekan
Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/5/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Fredrich Yunadi menyatakan berencana menyusun pledoi setebal 1000 halaman. Terdakwa perkara merintangi penyidikan korupsi e-KTP tersebut menyatakan hal itu usai jaksa menuntutnya dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Untuk membuat pleidoi ini, akan mencapai 1000 halaman," kata Fredrich dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, pada Kamis (31/5/2018).

Karena berencana menyusun pledoi 1000 halaman, Fredrich meminta majelis hakim memberi dia waktu 2 pekan. Mantan penasihat hukum Setya Novanto ini beralasan, harus menulis pleidoinya dengan tulisan tangan dulu dan kemudian diketik di komputer.

Fredrich juga menuding tuntutan jaksa sebagai upaya kriminalisasi terhadap dirinya sehingga perlu dibantah dengan pledoi panjang. Sebagai informasi, jaksa menilai tidak ada hal-hal yang meringankan hukuman Fredrich. Selain itu, tuntutan Fredrich dianggap maksimal karena ancaman hukuman tertinggi pasal 21 UU Tipikor adalah 12 tahun penjara.

Akan tetapi, permohonan Fredrich tersebut ditolak oleh majelis hakim. Fredrich tetap hanya diberi waktu 7 hari untuk menyusun berkas pledoi.

Setelah itu, pihak penasihat hukum Fredrich sempat meminta waktu lebih lama untuk penyusunan pledoi itu. Salah satu penasihat hukum Fredrich, Mujahidin beralasan timnya perlu menganalisa fakta hukum dan berdiskusi dengan para advokat di Peradi.

"Jadi kami diskusi dengan pimpinan kami yang mulia," kata Mujahidin.

Meskipun demikian, majelis hakim tetap menolak permohonan itu. Majelis hakim beralasan sidang perkara ini perlu diselesaikan secepatnya sebab jadwalnya sudah mepet.

Namun, Fredrich menolak alasan hakim. Menurut dia, perpanjangan waktu diperlukan untuk membuat analisa hukum setelah menerima dokumen dari penuntut umum.

"Waktu tidak bisa mengesampingkan keadilan. Tolong Dalam hal ini kami minta yang mulia," kata Fredrich.

Majelis hakim sempat menawarkan solusi agar Fredrich diizinkan membawa notebook masuk rumah tahanan agar bisa mempercepat pembuatan pleidoi.

Akan tetapi, pihak jaksa penuntut umum tidak bisa menyanggupi permintaan itu mengingat Fredrich tidak lagi berada di bawah kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Alasannya, Fredrich ditahan di Rutan Cipinang yang mempunyai kewenangan khusus.

Pandangan jaksa tersebut sempat dibantah oleh Fredrich. Karena itu, majelis hakim lalu melakukan rapat. Akhirnya, majelis hakim bersepakat memberikan waktu pembuatan pleidoi hanya 8 hari untuk Fredrich.

"Kami sudah sepakat menunda untuk pembelaan pada hari jumat tanggal 8. Sidang selesai dan ditutup," kata ketua Majelis Hakim Syaifuddin Zuhri sambil mengetok palu.

Jaksa KPK menuntut Fredrich dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan dengan sejumlah pertimbangan.

Jaksa menilai Fredrich terbukti mengondisikan agar Setya Novanto dirawat di RS Medika Permata Hijau. Ia meminta tolong kepada dokter Bimanesh Sutardjo untuk membantu skenario perawatan Setya Novanto.

Menurut jaksa, Fredrich terbukti berusaha mengondisikan ruang perawatan Setya Novanto di RS Medika Permata Hijau. Hal itu dilakukan agar Novanto bisa menghindari pemeriksaan KPK dengan alasan diagnosis penyakit hipertensi.

Jaksa menegaskan Fredrich terbukti telah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom