tirto.id - Salah satu isu penting yang diusung para buruh saat turun ke jalan merayakan peringatan Hari Buruh Internasional adalah pencabutan Perpres No.20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Perpres itu dinilai sebagai karpet merah masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia.
Penolakan terhadap Perpres TKA tak hanya datang dari kalangan buruh, tapi juga sejumlah politikus di Senayan. Mereka, misalnya, menginisiasi pembentukan Pansus TKA yang dilandasi kecurigaan bahwa pemerintah membiarkan TKA masuk ke Indonesia tanpa memperhatikan persyaratan yang diatur dalam undang-undang.
Namun usaha membentuk pansus bukan tanpa prokontra. Di tengah suara dukungan, sebagian anggota DPR lain justru menolak pembentukan pansus. Bagaimana peta kekuatan pendukung dan penolak Pansus TKA di DPR?
Wacana pembentukan pansus TKA dikonkritkan pertama kali oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan anggota DPR Romo Syafii. Pada 26 April 2018 kedua politikus Gerindra itu menandatangani Term of Reference (TOR) pembentukan Pansus TKA sebagai respons atas Perpres Nomor 20 tahun 2018.
Langkah Fadli dan Syafii didukung Ketua Fraksi Gerindra DPR RI Ahmad Muzani. Ia memastikan Fraksi Gerindra mendukung pembentukan Pansus TKA.
“Kalau Pansus itu dimaksudkan untuk menjelaskan duduk masalah saya kira enggak ada problem,” kata Muzani di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (1/5/2018).
Muzani berharap seluruh fraksi di DPR turut mendukung pembentukan Pansus TKA. Hal ini agar pembentukan Pansus TKA bisa segera dibahas di Badan Musyawarah (Bamus) DPR dan disetujui di rapat paripurna. Ia meminta pemerintah tidak perlu merisaukan pembentukan Pansus TKA.
“Pansus itu biasa untuk menjelaskan suatu maslaah,” kata Muzani.
Namun Muzani belum menandatangani TOR pembentukan Pansus TKA. Ia berdalih belum bertemu Fadli dan akan segera tandatangan setelah bertemu yang bersangkutan.
Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini menyatakan fraksinya memiliki kesamaan pandang dengan Gerindra soal pembentukan Pansus TKA. Ia mengatakan telah menandatangani TOR pembentukan Pansus.
“Insyaallah fraksi PKS di DPR yang ada di Jakarta sudah kami instruksikan untuk tandatangan (TOR Pansus TKA) setelah dari resesnya,” ujar Jazuli.
Pansus TKA, menurut Jazuli, sangat penting untuk mengklarifikasi kabar serbuan TKA ke Indonesia. Menurut Jazuli jika kabar itu tidak terbukti maka pembentukan Pansus TKA akan menguntungkan pemerintah.
“Kalau terbukti, itu juga akan menjadi rekomendasi yang tepat bagi pemerintah. Yang diuntungkan juga pemerintah,” kata Jazuli.
Meskipun belum ikut menandatangani TOR Pansus TKA, tapi Fraksi Demokrat dan PAN sebelumnya telah menyatakan dukungan terhadap pembentukan Pansus TKA. Anggota Fraksi PAN yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay pada 24 April lalu mengecam sikap Ketua DPR, Bambang Soesatyo, yang menolak pembentukan Pansus TKA di tahun politik.
“Isu TKA ini bukan hanya soal politik, ini juga terkait erat dengan konsepsi bernegara dimana pemerintah memiliki tanggung jawab melindungi pekerja dalam negeri," kata Saleh.
Alasan lain mengapa Pansus TKA perlu dibentuk, menurut Saleh, lantaran sampai sekarang pemerintah belum merealisasikan rekomendasi Panitia Kerja TKA Komisi IX pada 2016. Ada lima rekomendasi Panitia Kerja TKA Komisi.
Pertama, mendesak Kementerian Ketenagakerjaan menambah penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Kedua, mendesak pemerintah membentuk satuan tugas penanganan TKA ilegal yang melibatkan kementerian/lembaga terkait, seperti Kementerian Ketenagakerjaan, imigrasi, kepolisian, Badan Intelijen Negara, Kementerian Luar Negeri dan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Ketiga, penerapan tindakan tegas bagi semua tenaga kerja asing ilegal yang masuk ke Indonesia, termasuk perusahaan pengerah tenaga kerja asing yang sengaja mendatangkan pekerja asing secara ilegal. Keempat, mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk merevisi Peraturan Kementerian Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Kelima, mendesak pemerintah agar memprioritaskan tenaga kerja lokal untuk mengerjakan proyek infrastruktur sehingga lapangan pekerjaan semakin terbuka untuk rakyat Indonesia.
"Karena hasil rekomendasi panja komisi IX itu belum begitu diperhatikan, wajar jika kemudian ada yang ingin menaikkan fungsi pengawasan DPR ke level yang lebih tinggi dalam bentuk pansus. Usulan ini saya kira serius, apalagi yang mengusulkan adalah pimpinan DPR," kata Saleh.
Anggota Fraksi Demokrat yang juga Ketua Komisi IX Dede Yusuf juga memandang perlu pembentukan Pansus TKA. Ia menilai pemerintah tidak memperhatikan rekomendasi Panja TKA.
"Pansus itu bukan sesuatu mekanisme yang haram, itu biasa, artinya pansus melibatkan lintas instansi yang tentu lintas komisi. Imigrasi di komisi III misalnya, maka harus Pansus, harus dipimpin oleh pimpinan DPR," kata Dede kepada Tirto.
PDIP, Hanura, PKB, Nasdem, dan Golkar Tak Setuju
Selain PAN, fraksi-fraksi pendukung pemerintah yakni Hanura, Nasdem, PDIP, PKB dan Golkar menyatakan tidak setuju dengan pembentukan Pansus TKA. Anggota Fraksi PKB sekaligus Wasekjen PKB, Daniel Johan menyatakan partainya tidak akan terlibat dalam Pansus tersebut sesuai dengan arahan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar.
"Bagi PKB cukup panja dulu," kata Daniel kepada Tirto.
Namun, Daniel tidak menjelaskan secara rinci alasan Muhaimin menginstruksikan fraksi partainya tidak ikut Pansus TKA. "Belum saya tanya secara detail," kata Daniel.
Bendahara Fraksi PDIP, Alex Indra Lukman menyatakan lebih baik DPR kembali kepada hasil rapat Komisi IX dengan Menakertrans, Hanif Dakhiri pada Jumat lalu. Karena, menurutnya, dalam rapat tersebut Hanif telah menjelaskan secara gamblang terkait maksud Perpres TKA.
"Saya tidak ingin mengatakan [isu] ini di politisir, tapi saya ingin mengimbau terutama kepada pimpinan DPR untuk bisa menghargai hasil komisi 9 yang juga bagian dari alat kelengkapn lembaga ini," kata Alex, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
Dalam rapat antara Komisi IX dan Kemenaker tersebut, Hanif memang telah menjelaskan maksud dari Perpres TKA. Menurutnya, perpres tersebut sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggerus lapangan kerja tenaga kerja lokal, melainkan justru melindungi mereka. Pasalnya, kata dia, perpres tersebut mengatur prasyarat visa terbatas dan mewajibkan penyedia TKA mengajukan izin berkala kepada lembaga pemerintah terkait.
Hanif menyatakan isu perpres untuk memudahkan pekerja kasar dari Cina sama sekali tidak benar. Pasalnya, perpres tersebut mengharuskan tenaga kerja asing memiliki kemampuan khusus dan setingkat manajer.
"Perpres ini bisa mendatangkan investasi. Investasi itu seperti roti yang besar yang bisa menyerap tenaga lokal," kata Hanif saat itu.
Rapat tersebut juga menghasilkan lima poin kesimpulan antara Komisi IX dan Kemenaker, di antaranya pemerintah wajib melaksanakan rekomendasi Panja TKA dan DPR akan membentuk tim pengawas TKA ke daerah-daerah untuk mengumpulkan data.
Ketua Fraksi Nasdem Johnny G Plate menyatakan Perpres TKA merupakan langkah pemerintah untuk membangun perekonomian dalam negeri melalui Foreign Direct Investment (FDI). Langkah ini dinilai dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi tenaga kerja lokal.
Sebaliknya Johnny justru memandang pengguliran Pansus TKA merupakan upaya oposisi mempolitisasi isu ini menjelang Pilpres, Pileg dan Pilkada 2018. Sehingga fraksinya tidak akan terlibat dalam Pansus TKA.
"Oposisi jangan parnoan-lah. Itu malah merugikan Indonesia," kata Johnny, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
Ketua Fraksi Hanura, Inas Nasrullah Zubir menuding Pansus TKA hanya sebuah tindakan yang bersifat reaksioner belaka dari Gerindra dan PKS. Sebab, menurutnya, kedua fraksi tersebut belum mempunyai data jelas tentang TKA illegal seperti yang mereka jadikan alasan pembentukan Pansus ini.
"Kalau cuma dengar dari berita, dari ini, dari itu, apa valid? Jangan nanti pansus justru tidak mendapatkan apa-apa. DPR akan malu," kata Inas kepada Tirto.
Ia mengimbau fraksi-fraksi pendukung pansus mengkaji terlebih dulu data-data terkait TKA ilegal dengan memanfaatkan pengurus partainya di daerah untuk mengecek ulang.
"Kalaupun ada, TKA ilegal itu bukan kesalahan Perpres 20/2018. Karena justru perpres itu ingin menghambat masuknya TKA illegal dengan vitas. Itu yang enggak ada di Perpres sebelumnya," kata Inas.
Senada dengan Inas, Anggota Fraksi Golkar sekaligus Ketua DPP Golkar, TB Ace Hasan Syadzily menyatakan Perpres TKA menginstruksikan kerja sama antarbadan pemerintahan untuk mengawasi masuknya pekerja asing, sebuah hal yang tidak ada di Perpres 72 tahun 2004.
"Golkar tidak akan ikut-ikutan Pansus TKA," kata Ace kepada Tirto.
Perpres TKA yang ditandantangani Presiden Jokowi pada 26 Maret 2018 dan diundangkan Menkumham Yasonna Laoly pada 29 Maret 2018 menyatakan setiap pemberi kerja yang menggunakan TKA harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan menteri atau pejabat yang ditunjuk, kecuali jika mempekerjakan pemegang saham yang menjabat anggota direksi atau anggota dewan komisaris pada pemberi kerja, pegawai diplomatik dan konsuler pada perwakilan negara asing, dan pada jenis yang dibutuhkan pemerintah.
Untuk pekerjaan yang bersifat mendesak pemberi kerja TKA dapat mempekerjakan TKA dengan mengajukan RPTKA paling lambat dua hari setelah pekerja mulai bekerja.
Sementara itu, Ketua Fraksi PPP, Reni Marlinawati menyatakan fraksinya masih menunggu sikap lanjutan pemerintah setelah rapat dengan Komisi IX. Menurutnya, pemerintah harus memenuhi seluruh rekomendasi rapat tersebut sebagai sebuah tanggungjawab melindungi tenaga kerja lokal.
"Jadi kami lihat nanti. Kalau belum memperoleh infrormasi dan klarifikasi dari pemerintah, ya, akan ada pansus," kata Reni kepada Tirto.
Berarti baru dua fraksi yang secara pasti mendukung Pansus TKA dan empat anggota DPR yang telah menandatangani TOR Pansus tersebut. Maka, syarat jumlah fraksi untuk pembentukan pansus sudah terpenuhi, tapi untuk syarat 25 anggota DPR belum terpenuhi.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Muhammad Akbar Wijaya