tirto.id - Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) menilai motif pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing terkesan mengakomodir kepentingan tenaga kerja asal Cina.
Ketua Umum PPMI, Syahganda Nainggolan mengatakan, pekerja Cina yang masuk ke Indonesia itu adalah buruh dan mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Hal tersebut dipermudah karena ada beberapa persyaratan yang dihilangkan dalam Perpres No.20/2018.
Seperti, syarat kompetensi, kemampuan Bahasa Indonesia, perizinan dan rasio 1:10. Yang dimaksud dengan rasio 1:10 adalah pengusaha wajib mempekerjakan 10 tenaga kerja dalam negeri untuk satu tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia.
Padahal, kata Syahganda, awalnya semua syarat itu berlaku dalam Perpres No.72/2013. "Kalau unskilled labour tetap boleh, maksudnya ada klausul kalau orang datang langsung ke sini, dia sekaligus belajar bahasa Indonesia, tapi Perpres sekarang enggak," ucap Syahganda di Jakarta pada Selasa (17/4/2018).
Menurut dia, alasan pemerintah memberikan kemudahan TKA Cina karena terikat perjanjian timbal balik terkait adanya investasi Cina yang masuk ke Indonesia.
Pasalnya, kata Syahganda, Perpres No.20/2018 ini digodok bersamaan dengan kunjungan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan ke Cina yang menurutnya untuk menyepakati perjanjian tersebut.
"Ada saat bersamaan, saat Pak Luhut datang ke Cina minta investasinya tuh 10 miliar dolar AS untuk masuk ke Indonesia bagian timur," sebut Syahganda.
Padahal, menurut dia, bantuan investasi Cina adalah sebuah ancaman karena sudah terbukti di beberapa negara.
"Cina itu investasinya berbau trap [perangkap]. Cina itu berinvestasi di seluruh dunia, agar pemerintah berutang dan dia ambil aset negara. Cina berdasarkan pengalaman di Srilanka, Pakistan, Zimbabwe, Darwin Australia, itu dia mengambil alih," terang Syahganda.
Sehingga, ia menilai Indonesia berpotensi mengalami kerugian dalam dua hal, yaitu keamanan aset negara, dan mengancam tenaga kerja.
"Memudahkan TKA Cina masuk ke Indonesia, karena semua kan yang paling banyak kebutuhan tenaga kerja Cina (untuk unskilled), kalau yang barat kan dari dulu enggak ngejar untuk level-level unskilled labour (buruh industri)," ujar Syahganda.
Sementara TKA dari barat, kata dia, biasanya masuk di bidang pekerjaan yang memiliki ketrampilan ahli, seperti pebisnis, manager dan general manager.
Ia menyebutkan, Cina dan Indonesia sama-sama memiliki kelebihan tenaga kerja tamatan SMA ke bawah hingga SD. "Kita 50 persen tamatan SD, jadi kita beradu. Kita ini bukan saling berkomparatif, tapi kompetitor. Jadi, kami menolak. Spiritnya bukan melindungi kerja dalam negeri dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja," kata Syahganda.
Syahganda kemudian menagih janji Presiden Joko Widodo yang berjanji menyediakan 10 juta lapangan pekerjaan dalam 5 tahun pada masa kampanyenya di Pilpres 2014. Artinya, dalam per tahun menyediakan sekitar 2 juta pekerjaan.
Namun, kata dia, tahun ini baru ada 1,17 juta yang terserap. Dari 1,17 juta itu, ada 500 ribu tenaga kerja formal. Sisanya, pekerja informal.
"Jadi pengangguran akan makin tambah kalau pemerintah membebaskan yang Cina masuk. Menurut saya, kalau gitu cari investasi-investasi dari negara-negara yang enggak maksa masukin tenaga kerja mereka, seperti Jepang, Amerika, Singapura," kata Syahganda.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto