Menuju konten utama

Flek Karena KB Bolehkan Shalat dan Puasa & Apa Hukumnya?

Flek karena KB bolehkah shalat dan puasa dan apa hukum puasa saat flek karena KB? Simak pembahasan singkatnya pada artikel di bawah ini.

Flek Karena KB Bolehkan Shalat dan Puasa & Apa Hukumnya?
Ilustrasi Keluarga Berencana (KB). foto/istockphoto

tirto.id - Flek yang terjadi akibat penggunaan KB adalah kondisi di mana terjadi perdarahan ringan atau bercak darah pada vagina setelah menggunakan alat kontrasepsi, seperti suntik KB.

Hal ini umumnya disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon yang diakibatkan oleh kandungan hormon dalam KB, seperti progesteron atau progestin.

Dokter Nadia Nurotul Fuadah menjelaskan bahwa flek karena KB dapat terjadi pada beberapa tahap penggunaan KB, terutama pada awal pemakaian atau ketika tubuh sedang beradaptasi dengan hormon tambahan yang masuk. Seringkali, flek karena KB akan berkurang atau berhenti dengan sendirinya seiring waktu.

Akan tetapi, perlu diingat bahwa flek juga bisa menjadi gejala dari kondisi medis lain atau efek samping dari penggunaan KB yang tidak cocok dengan tubuh seseorang.

Jika flek terjadi secara terus-menerus atau disertai dengan gejala yang mengganggu, disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau dokter kandungan.

Lantas, saat mengalami flek karena KB bolehkah puasa dan shalat? Simak penjelasannya dalam artikel berikut.

Apakah Flek Karena KB Boleh Puasa dan Sholat?

Sebelum menjawab flek karena KB bolehkan puasa dan shalat atau haid karena KB bolehkah puasa, terlebih dahulu harus memahami bahwa flek karena KB bukanlah termasuk menstruasi.

Sel telur pada akseptor KB hormonal cenderung tidak mengalami pematangan, sehingga darah yang keluar tidak dapat dianggap sebagai menstruasi.

Hal tersebut dibahas dalam jurnal berjudul Telaah Ulang Wacana Haid dan Istihadah Pada Akseptor Keluarga Berencana (2019) oleh Wahyu Setiawan, dkk.. Penelitian dalam jurnal tersebut dilakukan berdasarkan kajian kitab-kitab fiqh perbandingan dan wawancara dengan 70 akseptor, 1 dokter spesialis kandungan, 5 bidan, dan 4 praktisi akademis kesehatan.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa flek atau darah yang keluar karena penggunaan KB hormonal disebut sebagai istihadhah.

Pasalnya darah yang keluar karena penggunaan KB bukanlah hasil dari peluruhan sel telur matang dan tidak terjadi pembuahan oleh sperma, seperti yang terjadi pada menstruasi normal. Lalu, apakah flek karena KB bolehkah shalat dan puasa?

Dalam artikel “Wanita Istihadhah saat Puasa, Bagaimana Cara Bersuci dan Shalatnya?” (2019) oleh M. Mubasysyarum Bih dalam situs NU Online, dijelaskan bahwa perempuan yang mengalami istihadhah disebut sebagai mustahadlhh atau mustahadhah yakni sebagai orang yang suci.

Oleh karena itu, perempuan istihadah tetap diwajibkan shalat. Lantas, flek karena KB bolehkah puasa? Seperti halnya wajib untuk shalat, hukum puasa saat flek karena KB atau dalam hal ini perempuan istihadhah tetap wajib menjalankan puasa.

Hal tersebut selaras dengan pendapat Al-Imam al-Nawawi dalam kitab Minhaj al-Thalibin Juz 1, sebagai berikut.

وَالِاسْتِحَاضَةُ حَدَثٌ دَائِمٌ كَسَلَسٍ فَلَا تَمْنَعُ الصَّوْمَ وَالصَّلَاةَ، فَتَغْسِلُ الْمُسْتَحَاضَةُ فَرْجَهَا وَتَعْصِبُهُ، وَتَتَوَضَّأُ وَقْتَ الصَّلَاةِ، وَتُبَادِرُ بِهَا فَلَوْ أَخَّرَتْ لِمَصْلَحَةِ الصَّلَاةِ كَسَتْرٍ وَانْتِظَارِ جَمَاعَةٍ لَمْ يَضُرَّ، وَإِلَّا فَيَضُرُّ عَلَى الصَّحِيحِ. وَيَجِبُ الْوُضُوءُ لِكُلِّ فَرْضٍ، وَكَذَا تَجْدِيدُ الْعِصَابَةِ فِي الْأَصَحِّ

Artinya: Istihadhah adalah hadats yang permanen seperti orang beser, maka ia tidak mencegah puasa dan shalat. Maka mustahadhah (diwajibkan) membasuh vaginanya dan membalutnya. Ia (wajib) berwudhu pada waktu shalat, ia (wajib) segera melaksanakan shalat. Bila mengakhirkannya karena kemaslahatan shalat, seperti menutup (aurat), menanti jamaah, maka tidak bermasalah. Bila bukan karena demikian, maka bermasalah menurut pendapat al-shahih. Wajib berwudhu untuk setiap fardlu, demikian pula memperbarui balutan menurut pendapat al-Ashah (Al-Imam al-Nawawi, Minhaj al-Thalibin, Juz 1, hlm. 19).

Yang Perlu Dilakukan Saat Flek Karena KB Muncul di Bulan Puasa

Dikutip dari artikel “Tata Cara Shalat bagi Wanita Istihadhah” (2022) oleh Sunatullah di situs NU Online, Sayyid Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir as-Saqaf dalam kitab al-Ibanah wal Ifadhah fi Ahkamil Haidh wan Nifas wal Istihadhah menjelaskan terdapat lima hal yang harus dilakukan oleh perempuan istihadhah saat hendak melaksanakan shalat.

Pertama, sebelum melaksanakan shalat harus membasuh kemaluannya. Kedua, perempuan yang sedang mengalami istihadhah diharuskan untuk menyumbat atau menutup kemaluannya dengan kapas atau benda serupa ketika hendak shalat, namun hal ini tidak diwajibkan apabila memenuhi tiga syarat tertentu.

Ketiga, setelah menyumbat atau menutup kemaluannya, wanita tersebut harus membalut kemaluannya. Namun, menurut Imam ar-Ramli, jika dengan membalut sudah bisa mencegah keluarnya darah, maka tindakan ini sudah dianggap cukup tanpa perlu menyumbatnya.

Keempat, wudhu harus dilakukan setelah masuknya waktu shalat, tidak boleh sebelumnya. Pasalnya, wudhu yang dilakukan saat istihadhah termasuk dalam kategori thaharah darurah.

Kelima, langkah-langkah yang harus dilakukan dari mulai membasuh kemaluan hingga shalat harus dilakukan secara cepat tanpa jeda yang panjang antara satu langkah dengan langkah berikutnya.

Hal penting lain yang perlu dilakukan perempuan yang sedang istihadhah yakni harus melakukan wudhu pada setiap shalat wajib. Tidak diperbolehkan menggunakan satu wudhu untuk dua shalat wajib.

Selain wudhu, menurut pendapat yang lebih sahih, perempuan istihadhah juga harus membarui basuhan pada kemaluannya, menyumbatnya, dan membalutnya.

Akan tetapi, saat puasa muncul masalah bahwa menyumbat kemaluan dengan sejenis kapas dapat membatalkan puasa.

Dalam masalah ini, ulama menjelaskan bahwa yang wajib dilakukan adalah tidak menyumbat bagian vaginanya untuk menghentikan atau meminimalisasi darah istihadhah, demikian dikutip dari artikel yang ditulis M. Mubasysyarum Bih dalam situs NU Online.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa prioritas menjaga keberlangsungan puasa lebih tinggi daripada menjaga keberlangsungan shalat.

Jika seseorang tetap memilih untuk menyumbat bagian vaginanya, maka puasanya dianggap tidak sah, meskipun shalatnya tetap dianggap sah. Oleh karena itu, solusi yang paling tepat adalah untuk tidak menutupnya, sehingga puasa dan shalatnya tetap sah.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2024 atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Dhita Koesno