tirto.id - Bagi kaum perempuan, urusan darah yang keluar dari bagian kewanitaan adalah perkara penting. Ibadah wajib mengharuskan umat Islam untuk suci dari najis, serta bebas dari hadas, baik itu hadas kecil maupun hadas besar.
Jenis darah tertentu yang keluar dari bagian kewanitaan melahirkan konsekuensi tertentu, misalnya darah haid dan nifas menjadikan seorang perempuan tidak wajib melaksanakan beberapa ibadah, seperti salat, puasa, dan lain sebagainya.
Sedangkan darah istihadah tetap mewajibkan perempuan untuk salat, puasa, dan melaksanakan ibadah-ibadah lainnya.
Ajaran Islam mengatur perkara ini, baik disebutkan secara tersirat di Alqur'an dan dijelaskan detailnya melalui hadis Nabi Muhammad SAW.
Misalnya, dalam perkara haid, Allah SWT berfirman dalam Surah al-Baqarah ayat 222:
"Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, 'haid itu kotoran'. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita pada waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu," (Q.S. al-Baqarah [2]: 222).
Dilansir dari NU Online, secara umum, darah yang keluar dari bagian kewanitaan terbagi menjadi tiga yaitu darah haid, nifas, dan istihadah. Penjelasan dan perbedaan rincinya adalah sebagai berikut:
1. Darah Haid
Darah haid merupakan darah yang keluar dari mekanisme kerja hormonal tubuh perempuan dan dialami dalam siklus rutin. Umumnya, ia keluar lima hingga tujuh hari.
Menurut aturan syariat, paling sedikit masa haid adalah sehari semalam, sedangkan paling lama adalah lima belas hari.
Darah haid keluar karena meluruhnya dinding rahim. Pemicunya adalah kerja hormon, terutama hormon estrogen dan progesteron, dan ada hubungannya dengan produksi sel telur.
2. Darah Nifas
Selepas perempuan melahirkan, biasanya akan keluar darah dari bagian kewanitaan. Darah tersebut dikenal dengan sebutan darah nifas.
Secara syariat, paling sedikit, darah nifas keluar sekejab saja dan paling banyak selama 60 hari. Umumnya, darah nifas keluar selama empat sampai enam hingga tujuh pekan.
Perempuan yang keluar darah haid dan nifas tidak diperbolehkan salat, puasa, membaca Alqur'an, memegang dan membawa mushaf, berdiam diri di masjid, tawaf, dan berhubungan suami-istri.
Untuk ibadah puasa, setelah perempuan tersebut suci, maka ia wajib mengqada puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya.
Cara bersuci dari darah haid dan nifas adalah dengan mandi janabat selepas darah tidak lagi keluar dari alat kelamin perempuan.
3. Darah Istihadah
Darah istihadah merupakan darah yang keluar dari kelamin perempuan, selain darah haid dan nifas (Isnawati, dalam Darah Istihadah, 2019: hlm. 10)
Mengutip pendapat dari mazhad Hanbali, Isnawati menuliskan bahwa darah istihadah adalah darah yang mengalir di luar kebiasaan, baik itu karena sakit atau masalah, berasal dari 'iraq atau sisa pembuangan atau keringat yang berada di dasar rahim.
Perempuan yang keluar darah istihadah tetap diwajibkan puasa, salat, berwudu ketika akan tawaf, dan memegang mushaf. Statusnya, seperti seseorang yang berhadas kecil.
Perempuan yang keluar darah istihadah dikategorikan sebagai orang-orang yang senantiasa berhadas (dâimul hadats).
Bagi perempuan yang keluar darah istihadah, cara bersucinya adalah dengan membersihkan dulu darahnya, kemudian membalut jalan keluar darah, dan berwudu jika hendak salat wajib.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno