tirto.id - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman mati terhadap eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo atas perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
Hukuman yang dijatuhkan kepada mantan jenderal polisi bintang dua itu lebih tinggi dibanding tuntutan jaksa penuntut umum, yakni hukuman penjara seumur hidup.
"Menjatuhkan pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat membacakan vonis terhadap Sambo di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai unsur perencanaan pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo telah terbukti sesuai dakwaan pasal 340 KUHP.
Hakim menyebut bahwa unsur kehendak atau menghendaki dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan dengan jelas secara materiil maka pembuktiannya dilihat dari keadaan serta tindakan pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar hukum yang didakwakan kepadanya.
Salah satu bahan pembuktian hakim adalah bahwa Ferdy Sambo turut menembak korban dengan senjata glock.
"Majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup terdakwa telah melakukan penembakan terhadap Yosua dengan senjata jenis glock yang pada waktu itu dilakukan terdakwa dengan menggunakan sarung tangan hitam," kata hakim.
"Dengan demikian, majelis hakim berpendapat unsur dengan sengaja telah terpenuhi," kata hakim.
Unsur dengan rencana, menurut hakim, salah satunya dibuktikan dengan pemilihan lokasi, alat yang digunakan serta eksekutor yang telah di-briefing terlebih dahulu. Saat itu Ferdy Sambo memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E untuk menambahkan peluru dalam senjatanya, serta meminta Eliezer untuk mengambil senjata HS milik Yosua dan memberikannya kepada Ferdy Sambo.
"Dengan demikian, menurut pendapat majelis, unsur dengan rencana terlebih dahulu telah nyata terpenuhi," ujar hakim.
Pasal 340 KUHP berbunyi sebagai berikut : Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Berdasarkan berbagai pertimbangan, hakim Wahyu mengungkapkan bahwa majelis hakim meragukan keterangan Ferdy Sambo yang menyatakan bahwa dirinya hanya menyuruh Richard untuk menjadi back-up dirinya dan mengatakan, "Hajar, Chad" ketika mereka telah berhadapan dengan Yosua.
"Menurut Majelis Hakim, hal itu merupakan keterangan atau bantahan kosong belaka," tuturnya.
Hakim juga menepis motif pelecehan seksual yang dilakukan Yosua terhadap Putri Candrawathi. Majelis hakim tidak memperoleh keyakinan yang cukup terkait pelecehan seksual tersebut.
Hakim Wahyu menjelaskan, terkait dengan konteks relasi antar-gender, Putri Candrawathi yang saat itu merupakan istri dari Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo memiliki posisi yang lebih unggul dan juga dominan apabila dibandingkan dengan Yosua.
"Sehingga, karena adanya ketergantungan relasi kuasa dimaksud, sangat kecil kemungkinannya korban melakukan kekerasan seksual atau pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi," ujar Wahyu.
Lebih lanjut, Wahyu juga mengatakan bahwa tidak ada fakta yang mendukung Putri Candrawathi mengalami gangguan berupa stres pasca-trauma akibat pelecehan seksual atau pun perkosaan.
Majelis hakim juga meyakini bahwa terdakwa Ferdy Sambo turut menembak korban Nofriansyah Yosua Hutabarat. Keyakinan tersebut diperoleh hakim berdasarkan keterangan saksi, ahli, serta sejumlah barang bukti.
"Berdasarkan keterangan saksi Eliezer, Rifaizal dan Adzan Romer, ahli Farah, dan ahli Sumirat majelis hakim memperoleh keyakinan yang cukup terdakwa telah melakukan penembakan terhadap Yosua dengan senjata jenis glock yang pada waktu itu dilakukan terdakwa dengan menggunakan sarung tangan hitam, " kata Hakim Wahyu.
Selain itu, hakim juga membeberkan sejumlah barang bukti yang disita jaksa yang kemudian memperkuat keyakinan hakim.
"Penuntut umum di persidangan telah menyita lantai 1 ditemukan sarung tangan yang sudah terbuka, satu buah box yang sudah terbuka, satu buah box yang belum terbuka yang menunjukkan terdakwa memiliki ketersediaan sarung tangan warna hitam," kata hakim.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Bayu Septianto