tirto.id - Kementerian Sekretariat Negara angkat bicara soal laporan media asing The Economist bahwa pemerintahan Joko Widodo tidak membawa reformasi demokrasi.
Staf Khusus Menteri Sekretariat Negara Bidang Komunikasi dan Media Faldo Maldini menilai sah-sah saja setiap lembaga memiliki pandangan tentang pemerintahan Jokowi. Akan tetapi, ia mengingatkan kondisi Indonesia di era pemerintahan Jokowi berbeda dengan negara lain.
"Setiap lembaga pastinya punya laporan. Semua orang bisa punya penilaian. Namun, kita punya kultur politik yang berbeda-beda juga. Tantangannya tiap negara tentu tidak sama," kata Faldo, Senin (23/8/2021).
Meski tidak sepakat dengan laporan The Economist, Faldo menegaskan pemerintah menghormati isi laporan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan prinsip Presiden Jokowi dalam laporan tahunan 2021 lalu.
"Seperti dalam pidato Presiden, kritik akan dijawab dengan pemenuhan tanggung jawab. Dikritik tidak tumbang, dipuji tidak terbang. Yang jelas, Kami ucapkan terimakasih," kata Faldo.
Faldo memastikan, pemerintah akan terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan warga. Ia memandang demokrasi tetap hidup selama masih ada kritik pada pemerintah.
"Selama kritikus pemerintah masih bekerja, maka api demokrasi terus menyala. Kami akan selalu pastikan tidak hak warga negara yang dicederai. Demokrasi adalah kontrol publik," kata Faldo.
Dalam laporan The Economist pekan lalu dengan judul "Indonesia’s president promised reform. Yet it is he who has changed" media Inggris ini menyoroti sejumlah perubahan yang terjadi di era Jokowi.
Pertama, mereka menyoroti soal pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mengutip pertanyaan TWK tentang setuju atau tidak homoseksual dihukum fisik. Mereka lantas menyinggung sekitar 75 pegawai KPK tidak lulus karena tes tersebut.
Kemudian, The Economist menyinggung soal indeks persepsi korupsi Indonesia yang melorot ke angka 37 dengan posisi lebih rendah dari Brazil dan India dalam laporan Transparency Internasional. Mereka pun menyinggung revisi Undang-undang KPK yang mengarah pada upaya pelemahan lembaga antirasuah.
Tidak hanya soal korupsi, The Economist menyinggung sepak terjang suami Iriana Widodo itu yang dinilai sebagai reformis, penjaga kebebasan sipil, dan mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, tetapi berubah dengan mempekerjakan politikus dan birokrat demi menjaga check and balance pemerintahannya.
Pemerintahan Jokowi dinilai tidak lagi bebas dalam berekspresi. Masyarakat yang mengritik disebut akan diancam penjara. Kemudian, mereka juga menyoroti upaya pemblokiran yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informasi. Mereka pun mengutip hasil laporan Freedom House bahwa Indonesia masuk kategori sebagian bebas dari status bebas.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Zakki Amali