Menuju konten utama

Eks Tahanan KPK Disuruh Bersihkan Rutan Bila Ogah Bayar Pungli

Mantan penghuni rutan KPK, Husni Fahmi mengaku diminta membayar iuran bulanan sebesar Rp20 juta.

Eks Tahanan KPK Disuruh Bersihkan Rutan Bila Ogah Bayar Pungli
Sejumlah terdakwa kasus dugaan pungutan liar (pungli) dalam lingkungan Rumah Tahanan (Rutan) KPK menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/9/2024). Sidang kasus praktik pungli sekitar Rp6,3 miliar yang menyeret 15 orang eks pegawai KPK itu beragenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom.

tirto.id - Mantan terpidana kasus pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP), Husni Fahmi, menceritakan dirinya disuruh membersihkan rumah tahanan (rutan) Pomdam Guntur setiap hari, karena tidak mau membayar uang 'iuran bulanan'.

Iuran bulanan, merupakan istilah yang digunakan oleh para petugas rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat meminta uang pungutan liar (pungli) kepada para tahanan.

Awalnya, Husni mengatakan, saat hari kedua masuk tahanan dan masih berada dalam ruang isolasi, dirinya dipanggil ke kamar Firjan Taufan, yang merupakan 'korting' atau orang yang bertugas untuk meminta uang pungli para tahanan lainnya.

Taufan yang merupakan terpidana kasus korupsi pembangunan jalan di Kabupaten Bengkalis itu, kata Husni, ditemani oleh Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK pada 2018-2022, Hengki.

"Dipanggil ke kamar Firjan Taufan, dan itu ada Pak Hengki," kata Husni saat menjadi saksi di sidang kasus pungli rutan KPK, di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/9/2024).

Kemudian, Taufan dan Hengki, kata Husni, memintanya untuk membayar uang iuran bulanan sebesar Rp20 juta.

"Pak Hengki menyampaikan 'Bapak datang di sini tidak diundang, di sini ada aturannya'. Kemudian, melanjutkan penyampaian Pak Hengki, Pak Firjan Taufan, menyampaikan ada iuran Rp20 juta," ujarnya.

Karena tidak sanggup memenuhi uang iuran tersebut, kata Husni, pada hari ke-14 di ruang isolasi kemudian dirinya didatangi oleh 'korting' lainnya yaitu, Yoory Corneles yang merupakan terpidana kasus korupsi pengadaan lahan untuk rumah DP Rp0.

"Setelah 14 hari, Pak Yoory datang kemudian Pak Yoory katakan ' karena kamu tidak bayar iuran kamu dibebankan pekerjaan kebersihan tiap hari'," tuturnya.

Selain itu, Husni juga mengaku baru mengetahui, bahwa jika dia sejak awal telah membayar iuran tersebut, maka masa isolasinya akan lebih cepat.

"Oh di situ saya baru tahu, saya diisolasi lebih lama karena tidak bayar," pungkasnya.

Setelah melewati masa isolasi dan pindah ke kamar tahanan, Husni mengatakan, petugas akan mengizinkannya keluar kamar jika dia menjalankan piket kebersihan setiap hari.

"Jadi saya tiap Subuh itu, nyapu, ngepel, bersihin dapur, kamar mandi, buang sampah setiap hari," tuturnya.

Husni mengatakan, dirinya membersihkan kamar mandi umum dan mencuci piring setiap hari. Dia juga mengaku mengangkut air dari masjid untuk diisi di bak kamar mandi saat tak ada air.

Selain itu, Husni juga mengaku lebih banyak berdiam diri di dalam kamar karena kerap dikunci oleh petugas rutan bahkan saat waktu ibadah salat Jumat.

Hal yang sama juga dialami mantan pejabat PT Adhi Karya, Dono Purwoko, yang tak diizinkan melaksanakan ibadah salat Jumat. Ia pun harus mengeluarkan uang kepada petugas rutan KPK agar bisa melaksanakan salat Jumat.

Pria yang dipenjara karena kasus korupsi dalam proyek pembangunan Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Minahasa, Sulawesi Utara tahun 2011 itu, mengatakan dirinya merasa ketakutan sehingga secara terpaksa memberikan uang tersebut.

"Tapi saya mengalami sebelum dipanggil itu, jumatan itu saya enggak bisa. Jadi menurut saya ini adalah suatu indikasi bahwa akan ada kerepotan-kerepotan atau masalah-masalah ke kita nanti berproses hukum menghadapi masalah saya ini," kata Dono saat menjadi saksi dalam kasus pungutan liar di rutan KPK, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/9/2024) pekan lalu.

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto