tirto.id - Wakil Ketua KPK Laode M Syarif berterima kasih kepada Mahkamah Konstitusi yang telah memutus bahwa eks terpidana kasus korupsi dilarang langsung ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada 2020).
"Jadi kita terima kasih, saya pikir itu putusan Mahkamah Konstitusi yang bagus, saya pikir juga itu akan lebih bagus untuk meningkatkan kualitas tata kelola partai politik," kata Syarif di Hotel Pullman Jakarta pada Rabu (11/12/2019).
KPK bersama LIPI pernah memberi 3 evaluasi untuk tata kelola partai politik di Indonesia soal pendanaan partai, penegakkan kode etik, dan kaderisasi.
Terkait poin kaderisasi, Syarif mengaku kerap mendapat aduan dari sejumlah kader parpol yang kecewa lantaran yang disokong untuk menduduki jabatan di legislatif dan eksekutif justru orang baru yang memberi uang besar untuk partai dan bukan kader bersusah payah meniti karier di partai.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menilai putusan MK itu sebagai pelepas dahaga setelah sahnya revisi undang-undang KPK dan mandegnya revisi undang-undang Tipikor.
"Revolusi mental seperti yang akan kita lihat lima tahun mendatang juga akan tergantung pada kita semua mau enggak kita membangun nilai?" kata Saut lewat keterangan tertulis kepada wartawan pada Rabu (11/12/2019).
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
Uji materi ini diajukan dua lembaga swadaya masyarakat yang fokus terhadap isu pemilu dan korupsi, yaitu: Perludem dan ICW.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).
Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perppu Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota.
Mahkamah Konstitusi mengubah isi Pasal 7 ayat 2 huruf g sehingga calon kepala daerah harus memenuhi sejumlah syarat.
Salah satunya melarang terpidana korupsi langsung mencalonkan diri sebagai kepala daerah setelah bebas dari tahaan.
Dalam Pasal 7 tersebut, calon kepala daerah yang mantan terpidana harus melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Hendra Friana