tirto.id - Pondok pesantren selalu dikaitkan dengan lembaga pendidikan pendalaman agama. Lambat laun, fungsi pesantren tidak hanya berperan sebagai lembaga pendidikan agama semata tapi juga menjadi penggerak ekonomi kerakyatan.
Salah satunya seperti dilakukan oleh Pesantren Motivasi Indonesia, Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi. Di bawah asuhan KH Ahmad Nurul Huda Haem atau biasa disapa Kiai Enha, para santri diajarkan bagaimana menggerakkan perekonomian melalui program santripreneur.
Keinginan Kiai Enha sederhana. Dia ingin agar para santri yang mayoritas anak-anak yatim ini memiliki keahlian kewirausahaan ketika sudah lulus. Pesantren ini diperuntukkan bagi anak-anak yatim.
Ada dua definisi yatim. Pertama, yatim karena ditinggal wafat oleh sang ayah. Kedua, anak-anak yang diyatimkan oleh keadaan seperti terjerat dalam kemiskinan dan anak-anak yang sejak lahir pada kondisi keluarga yang tidak utuh.
"Jadi dengan harapan pak kiai bahwa santri diluar ini tidak mengandalkan ilmu agamanya untuk mencari maisyah," kata Koordinator Kewirausahaan Pesantren Motivasi Indonesia, Shobur Alfian, saat dihubungi Tirto, Rabu (3/4/2024).
Shobur menuturkan, para santri di Pesantren Motivasi Indonesia memiliki bekal ketika sudah keluar. Mereka bisa memanfaatkan ilmu-ilmu kewirausahaan yang sudah diajarkan pesantren untuk memenuhi kebutuhannya.
"Jadi memang ketika di masyarakat, dan kalau dibutuhkan men-share ilmu agamanya, jadi mereka tidak berharap lebih misalnya seperti amplop atau apalah. Karena mereka sudah punya bekal. Itu sebenarnya tujuannya disampaikan pak kiai," kata Shobur.
Di istana yatim, sebutan nama lain dari Pesantren Motivasi Indonesia ada beberapa unit usaha dikembangkan. Mulai dari minimarket, produksi roti, dan travel umroh. Ini semua sebagai sebuah ikhtiar untuk pengembangan usaha di pesantren.
"Iya semua produksi di pesantren, kita juga sudah punya mesin roti. Jadi memang anak-anak yang mengolah," ungkap Shobur.
Shobur menjelaskan, para santri diberikan kesempatan belajar kewirausahaan lebih banyak. Bahkan Kiai Enha sering sekali mengundang relasinya yang posisinya sebagai CEO perusahaan dan Direktur Utama untuk membagikan ilmu ke anak-anak. Tentu saja ini untuk mendukung kegiatan entrepreneur di pesantren dan menumbuhkan karakter kewirausahaan para santri.
"Itu sering sekali dilakukan untuk membangun semangat anak-anak memiliki jiwa kewirausahaan," ujar Shobur.
Pengamat ekonomi syariah dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, Aziz Setiawan, melihat penggabungan konsep santri dengan pengusaha ini menjadi arah program kebijakan yang sangat baik. Dia melihat tantangan santri ke depan, mereka akan beraktivitas di masyarakat dan akan dituntut kemandirian ekonominya.
"Maka mengembangkan santripreneur ini menjadi suatu jenis keniscayaan dan ini akan menjadi satu kontribusi penting sumber daya pesantren yang juga relevan dengan kebutuhan kehidupan masyarakat kita," ujar Aziz saat dihubungi Tirto, Kamis (4/4/2024).
Pesantren Harus Jadi Basis Produksi
Aziz mengatakan, idealnya ke depan pesantren bisa menjadi basis produksi yang kuat. Tentu saja harapannya tidak sebatas produksi biasa, seluruh pesantren juga wajib memiliki produk-produk unggulan tertentu.
"Kalau satu pesantren punya produk unggulan tentu di Indonesia kita akan punya produk-produk unggulan yang banyak," ujar Aziz.
Aziz menilai pesantren bisa menjadi tulang punggung perekonomian nasional di tengah ancaman banjir barang impor di Tanah Air. Salah satunya dengan memiliki produk unggulan yang menarik dan mengalahkan produk impor.
"Ini saya kira menjadi peran penting dari pesantren bagaimana menumbuhkan usaha bisa menjadi basis produksi yang memiliki keunggulan yang tinggi," ujar Aziz.
Lebih jauh, Aziz menuturkan seluruh pesantren bisa menjadi basis ekonomi kerakyatan ketika fungsinya bukan hanya diletakan sebagai pendidikan. Dia menilai hal itu harus menjadi satu bagian dari kegiatan ekonomi yang lebih kuat.
“Satu bagian misalnya membangun mindset santri untuk punya kapasitas entrepreneurship dan juga pengembangan usaha," ujar Aziz.
Dia menjelaskan, persoalan besar hari ini tengah dihadapi adalah tantangan kondisi perekonomian di masyarakat yang cukup berat sehingga santri mau tidak mau juga harus punya tanggung jawab untuk meningkatkan kapasitas ekonomi dengan kemampuan kewirausahaan.
"Jadi ini satu bagian yang mungkin dari fungsi pesantren dalam aspek membangun mindsetentrepreneurship yang kuat di kalangan santri," ujar Aziz.
Aziz mengatakan pesantren saat ini memiliki basis sosial yang besar. Lebih lanjut, dia menuturkan, para santri bisa mengembangkan unit usaha atau bisnis yang menjadi laboratorium serta mengembangkan kapasitas kewirausahaan. Di samping juga bisa meningkatkan kapasitas ekonomi dari pesantren itu sendiri.
"Karena dia memiliki jejaring dan juga memiliki SDM yang sangat besar, jadi dengan membuka usaha yang banyak nanti tentu manfaat atau dampak ekonomi dari pesantren juga akan sangat besar," ujar Aziz.
Mendobrak Stigma
Di luar itu, Faisal Bahri, justru berhasil mendobrak stigma masyarakat. Jebolan Pondok Pesantren Barokah Darurrohman di Kampung Bulak Temu, Desa Sukabudi, Sukawangi, Bekasi itu, membuktikan lulusan pesantren bisa menjadi seorang wirausaha.
"Dengan santripreneur merubah mindset jadi lulus pesantren tidak hanya menjadi ustad atau kiai, tetapi kita bisa jadi pengusaha juga begitu," kata Faisal saat dihubungi Tirto, Rabu (3/4/2024).
Pria berusia 28 tahun itu, saat ini tengah membangun usaha keripik ubi jalar dan keripik singkong si maung. Keripik buatan Faisal sudah menembus pengiriman hampir seluruh wilayah Indonesia hingga ke Hongkong.
"Pernah kirim ke Hongkong. Tapi jenisnya bukan ekspor tapi business to business. Ada pekerja di sana terus pesan ke kita," kata Faisal.
Faisal membagi produknya ke dua sektor pasar. Keripik ubi ke ritel-ritel modern, dan keripik singkongnya ke warung-warung kelontong.
"Untuk pemasaran saat ini pertama di reseller, warung kelontong. Ritel modern kayak di Alfamart, Indomaret, Alfamidi. Supermarket di Hypermart, Transmart," ujar Faisal.
Faisal kini membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Dia percaya dari pada fokus pada kekayaan diri sendiri, lebih baik membaginya pada orang lain. Karena, Faisal yakin, pada usaha yang dia bangun juga ada rezeki orang di dalamnya.
"Jadi dengan santripreneur itu kita itu justru menciptakan lapangan pekerjaan gitu dengan membuka usaha," ujar Faesal.
Faisal menambahkan, apa yang dicapai hari ini merupakan buah dari pembelajaran ketika di pondok. Program santripreneur di tempat pesantrennya lah yang membentuk karakter kemandirian Faisal saat ini. Kini, seorang pria yang memiliki ide bisnis sederhana membuat cemilan dari singkong itu, mampu meraup omzet Rp30 juta hingga Rp60 juta dalam waktu sebulan.
"Di situ [pesantren] sebenarnya yang kurikulumnya lebih banyak di entrepreneur. Selain ilmu agama tentang ilmu kewirausahaan. Terutama praktik-praktik bikin produk," cerita Faisal.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin