Menuju konten utama

Efektifkah Larangan Mudik Jokowi untuk Cegah Penularan COVID-19?

Pergerakan orang untuk pulang dari Jakarta—episentrum COVID-19—telah berlangsung sebelum ada larangan mudik oleh Presiden Jokowi. Efektifkah?

Efektifkah Larangan Mudik Jokowi untuk Cegah Penularan COVID-19?
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kiri) dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (kanan) mengikuti KTT ASEAN Plus Three secara virtual dari Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (14/4/2020). ANTARA FOTO/Biro Pers - Lukas/hma/hp.

tirto.id - Tidak ada keriuhan di Indonesia dalam siklus tahunan yang menandingi tradisi mudik. Belasan juta orang, terutama dari Pulau Jawa, bergerak ke daerah asal untuk merayakan ‘kemenangan’ setelah berpuasa selama sebulan penuh dan menikmati liburan panjang, setidaknya sepekan.

Gegap gempita akan lenyap dari jalanan dan kampung halaman setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan larangan mudik bagi warga Indonesia demi mencegah persebaran wabah COVID-19.

Pelarangan mudik dikeluarkan pada 21 April, hanya berselang kurang lebih sebulan sebelum Idul Fitri atau beberapa hari sebelum puasa Ramadan. Sedangkan kasus COVID-19 telah ada di Indonesia secara resmi 2 Maret; setidaknya Januari menurut para ilmuwan.

Efektifkah larangan mudik untuk menekan laju kasus Corona Indonesia yang kini sudah menembus lebih dari 7.000 kasus positif setelah satu setengah bulan wabah merata di 34 provinsi?

Kata kunci dari pelarangan mudik adalah pencegahan mobilitas orang dari satu daerah ke lainnya. Namun, pergerakan orang untuk pulang dari Jakarta—episentrum COVID-19—telah berlangsung sebelum ada larangan mudik oleh Jokowi.

Jumlahnya, ada 7 persen pemudik atau 1.281.000 orang berdasar angka mudik 2019 sebesar 18,3 juta orang. Mereka kini telah mudik lebih awal lewat berbagai jalur saat awal wabah melanda Jakarta Raya pada Maret lalu.

Presiden Joko Widodo mengatakan, larangan mudik berdasar survei Kementerian Perhubungan yang menyebut ada 24 persen yang ingin tetap mudik di tengah pandemi Corona. Jumlah orang ngotot mudik berdasar acuan pemudik 2019 mencapai 4.392.000 orang. Sedangkan warga yang menyatakan tidak mudik ada 64 persen atau 11.712.000 orang.

Pelabuhan, KRL, Bandara Masih Beroperasi

Meski mudik dilarang, moda transportasi lokal di Jabodetabek tetap beroperasi. Arus ke dan dari Jabodetabek dilarang, sedangkan mobilitas di dalamnya masih diperbolehkan. KRL juga tetap berjalan selama pelarangan mudik yang dimulai 24 April hingga 24 Mei 2020.

Larangan mudik akan berlaku pada Jabodetabak, daerah yang sudah Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) dan zona merah virus Corona.

Menurut Luhut Binsar Pandjaitan, Plt Menteri Perhubungan, berjalannya moda transportasi publik di Jabodetabek untuk mempermudah masyarakat yang tetap bekerja di tengah pandemi seperti tenaga kesehatan dan petugas kebersihan rumah sakit.

Di luar Jabodetabek, moda transporasi laut, udara, dan darat masih beroperasi di tengah larangan mudik. Kemenhub tengah menggodok aturan terkait larangan mudik. Berdasar aturan terakhir, jalur transportasi masih terbuka untuk mobilitas penumpang.

Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, R Agus H Purnomo mengeluarkan surat edaran nomor 13 tahun 2020 pada 26 Maret terkait pembatasan penumpang, angkutan logistik dan pelayanan selama pandemi Corona. Pelayanan penumpang di pelabuhan memperhatikan protokol kesehatan dengan mengurangi 50 persen kapasitas tempat duduk kapal.

Hal sama berlaku untuk bandara. Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub membatasi jumlah penumpang maksimal 50 persen kapasitas tempat duduk pesawat pada daerah yang berlaku PSBB.

Larangan mudik tidak bakal efektif selama moda transportasi masih beroperasi, menurut Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

Ketua MTI, Agus Taufik Mulyono mengatakan, moda transportasi jadi medium persebaran COVID-19. Ia merekomendasikan ada pengawasan ketat untuk kendaraan pribadi karena dapat melintasi jalan alternatif.

“Kalau moda laut dan udara, tinggal cegat sana di bandara [...] bagi yang mampu bisa mengakali dengan kendaraan pribadi [..] kalau pelarangan tidak ada sanksi hukum akan sulit,” katanya kepada Antara.

Mencla-Mencle Larang Mudik

Desakan pelarangan mudik sudah disuarakan sebulan lalu. Pada akhir Maret, Kemenhub telah membatalkan kebijakan mudik gratis. Kemudian diikuti BUMN yang biasanya menggelar mudik gratis. PT KAI pun meniadakan penjualan tiket mudik dan mengembalikan 100 pesen uang pembelian tiket ke konsumen.

Presiden Jokowi saat itu belum tegas melarang mudik. Ada drama di balik ketidaktegasan Jokowi oleh pembantunya yakni Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Saat itu Fadjroel Rachman menyebut Jokowi menyilakan warga yang akan mudik dengan syarat mengisolasi diri selama 14 hari di rumah. Berselang beberapa jam, Pratikno meralat. Menurutnya, Presiden Jokowi berupaya keras agar mudik tak dilarang.

Ahli epidemologi telah menyatakan penularan COVID-19 di Indonesia tergolong community transmisson; tidak ada kemungkinan virus dapat ditelusuri ke orang tertentu. Semua orang di satu wilayah punya potensi terkena. Level penularan ini setingkat di atas pola penularan dari kasus impor dan transmisi lokal. Pembatasan skala nasional perlu dilakukan.

Kendati persebaran Corona di Indonesia telah merata di 34 provinsi dan 257 kabupaten/kota, jumlah daerah yang menerapkan PSBB masih kecil. Per 21 April 2020, telah ada dua provinsi (DKI Jakarta dan Sumatera Barat) dan 21 kabupaten/kota di Indonesia yang telah menerapkan PSBB untuk mencegah penularan Corona yang levelnya sudah gawat.

Padahal, para ahli dan lembaga pemerintah memperkirakan kursa kasus COVID-19 belum akan turun dalam waktu dekat. Dengan pelarangan mudik, akankah laju penularan Corona dapat diminimalkan?

Baca juga artikel terkait LARANGAN MUDIK atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz