tirto.id - Pada Maret lalu, Boi, 26 tahun, sempat melakukan perjalanan dari Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, menuju Hall Basket Senayan, Jakarta Pusat pada petang hari. Perjalanan dengan jarak sekitar 8 kilometer itu ditempuh dengan ojek online selama dua jam.
"Itu macetnya gila banget dari deket belokan yang mau ke Mall Ambasador. Gue sampe pegel duduk di motor," kata mahasiswa sebuah kampus di Depok ini. Belum sempat berolahraga di tempat yang dituju, Boi sudah lebih dulu kehilangan banyak energi akibat macet panjang yang dilaluinya.
Volume kendaraan yang membludak pada jam berangkat maupun pulang kantor memang menjadi salah satu sumber kemacetan di Jakarta. Pada suatu pagi di akhir 2017, saya sempat menghabiskan lebih dari satu jam untuk menempuh jarak 5,5 kilometer, dari kawasan Duren Tiga menuju Menara Duta di Jalan H.R Rasuna Said. Titik macet terparah ada di Mampang Prapatan yang saat itu sedang ada pembangunan underpass. Karena kemacetan itu, saya terlambat datang di sebuah acara.
Kemacetan sudah jadi lagu lama di Ibu Kota serta sejumlah kota besar di seluruh dunia. Pelbagai upaya telah dikerahkan oleh pemerintah setempat untuk mengentaskan masalah yang berimbas ke banyak aspek kehidupan ini. Sejak lama, pemimpin DKI Jakarta sering mengimbau warga untuk menaiki transportasi umum. Namun, banyak warga tetap memilih naik kendaraan pribadi dengan berbagai pertimbangan. Bahkan transportasi umum seperti TransJakarta pun tak bebas macet, karena banyak kendaraan lain yang turut melintas di jalur khusus TransJakarta.
Solusi yang turut dipakai untuk mengatasi macet adalah aturan ganjil-genap di beberapa ruas jalan. Namun, para pengguna jalan masih mengeluhkan problem yang sama seperti sebelum aturan ini diterapkan. Pembangunan infrastruktur tambahan pun sudah dilakukan di mana-mana. Namun, hal ini justru membawa efek samping peningkatan kepadatan di jalan selama proyek dilakukan.
Kondisi jalan di Jakarta diperparah dengan membludaknya jumlah kendaraan, bahkan sampai melebihi jumlah penduduk. Berdasarkan Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2017 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik, pada 2016 jumlah penduduk Jakarta mencapai 10,27 juta jiwa. Sementara, jumlah kendaraan bermotor (tidak termasuk TransJakarta) di Jakarta pada tahun tersebut mencapai 18 juta. Sepeda motor mendominasi statistik moda transportasi dengan angka 13,31 juta buah.
Dampak Terkena Macet
Kajian-kajian soal akar dan buah dari kemacetan di berbagai tempat telah dilakukan, salah satunya adalah tentang dampak kemacetan panjang terhadap bagi individu pengendara atau penumpang. Sebuah penelitian yang dimuat di jurnal Aggressive Behavior (1999) menunjukkan adanya peningkatan stres dan perilaku agresif pada pengemudi-pengemudi yang menghadapi kemacetan parah, baik perempuan maupun laki-laki.
Kendati penelitian tersebutmenemukan tidak ada perbedaan level stres signifikan antara pengendara laki-laki dan perempuan yang mengalami kemacetan panjang, konsekuensi negatif yang lebih besar dapat dialami perempuan pekerja bila ia juga menangani urusan domestik.
Dalam Washington Post, profesor di UC Irvine Institute of Transportation Studies, Raymon Novaco mengatakan, perempuan secara umum bertanggung jawab untuk mempersiapkan berbagai macam keperluan untuk anggota keluarganya pada pagi hari sehingga lebih mungkin terburu-buru untuk berangkat ke kantor.
Perasaan terburu-buru ini seiring dengan kecemasan yang bila terus ditumpuk juga berpengaruh terhadap kesehatan. Di samping itu, durasi panjang perjalanan berangkat dan pulang ke tempat beraktivitas dapat memangkas waktu tidur atau istirahat seseorang. Belum lagi berkurangnya waktu berinteraksi dengan anak-anak bagi yang sudah berkeluarga.
Akhir pekan bisa dihabiskan untuk mengistirahatkan fisik dan pikiran mereka. Namun, tidak sedikit orang yang harus kembali melintasi jalan untuk memenuhi janji bermain dengan anak ke luar rumah, bertemu teman-teman lama, mengunjungi orangtua dan sanak keluarga, menghadiri resepsi pernikahan, atau kegiatan lainnya. Tak heran bila di beberapa titik di kota-kota besar pada hari Sabtu-Minggu pun tetap padat oleh kendaraan.
Kemacetan juga dikaitkan dengan beberapa penyakit fisik. Peningkatan tekanan darah, sakit kepala, nyeri di beberapa bagian tubuh seperti punggung, kaki, dan leher adalah beberapa contohnya. Risiko penyakit jantung dan stroke juga bisa dialami akibat akumulasi stres yang salah satunya disumbang dari perjalanan ke tempat-tempat beraktivitas.
Bagi pengendara sepeda motor, paparan polusi udara ketika macet lebih banyak mereka rasakan dibanding pengguna moda transportasi lain yang tertutup. Hal ini berkontribusi terhadap asma, kanker paru-paru, dan penyakit pernapasan lainnya. Selain orang-orang yang berkendara di jalan, paparan polusi udara yang disumbangkan alat transportasi juga mempengaruhi kesehatan penduduk yang tinggal di sekitar jalan yang padat.
Sebuah penelitian terhadap warga lansia yang tinggal di sebuah panti jompo di Los Angeles menunjukkan sebagian dari mereka mengidap penyakit jantung koroner. Sherine Witkopp yang melakukan penelitian tersebut berargumen, polusi udara di sekitar panti jompo berperan dalam menciptakan kondisi tersebut. Dengan kondisi kesehatan orang-orang lansia yang lebih rentan, riwayat penyakit-penyakit mereka sebelumnya, ditambah paparan polusi udara, risiko penyakit jantung koroner dapat meningkat.
Kondisi kesehatan fisik dan mental yang menurun ini pada akhirnya mendorong merosotnya performa para pekerja. Kemungkinan mereka jatuh sakit dan tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas kantor dengan optimal kian meningkat. Waktu berjam-jam yang dihabiskan di jalan secara rutin pada akhirnya membuat pekerja lebih cepat frustrasi.
Konsekuensi-konsekuensi negatif yang berakar dari kemacetan yang rutin dialami seseorang tidak selalu dirasakan secara instan, tetapi datang bertahun-tahun kemudian. Penelitian dari Harvard School of Public Health (PDF) mengaitkan emisi yang dikeluarkan saat macet dengan kematian dini penduduk di 83 kota di AS. Tahun 2000, para peneliti memperkirakan ada sekitar 4.000 kasus kematian dini akibat kendaraan bermotor.
Mau tidak mau, kemacetan telah menjadi bagian hidup warga kota. Sebagian masih tak henti mengeluhkan, yang lain mencoba pasrah dan memilih menyesuaikan jadwal aktivitas untuk menghindari macet. Ada lagi yang mencoba menertawakan kemalangan diri lewat meme atau status-status humor seputar kemacetan. Namun, ketika kemacetan perlahan tetapi pasti menggerogoti tubuh dan mental Anda, apakah anda akan cuma angkat tangan dan menanti tindakan dari pemerintah?
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Nuran Wibisono