Menuju konten utama

Kemacetan Jakarta dan Kota Sekitarnya Picu Kerugian Rp100 Triliun

Dampak kemacetan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi pada 2017 menimbulkan kerugian senilai Rp100 triliun.

Kemacetan Jakarta dan Kota Sekitarnya Picu Kerugian Rp100 Triliun
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan di Jalan Mampang Prapatan Raya, Jakarta, Senin (23/10/2017). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id - Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono menyatakan dampak kemacetan parah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) terus meningkat setiap tahunnya.

Ia mencatat, berdasar perhitungan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), kemacetan di kawasan ibu kota saja pada tahun ini memicu kerugian ekonomi senilai Rp67, 5 triliun. Nilai kerugian itu semakin membengkak untuk dampak kemacetan di seluruh wilayah Jabodetabek, yakni Rp100 triliun.

Bambang mengatakan untuk mengurangi kerugian itu, BPTJ bersama pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya mempersiapkan berbagai terobosan yang harus terealisasi secepatnya.

"Berbagai terobosan yang dipersiapkan tersebut, telah dan terus dikomunikasikan oleh BPTJ dengan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dan kepala daerah di Bodetabek," kata dia di Jakarta, pada Minggu (3/12/2017) seperti dikutip Antara.

Dia menambahkan BPTJ dan Pemprov DKI akan terus berkoordinasi menindaklanjuti program peningkatan layanan angkutan umum dan penanggulangan kemacetan di DKI Jakarta dalam lingkup penanganan se-Jabodetabek.

Bambang mengatakan permasalahan kemacetan di Jabodetabek saat ini dipicu rasio volume kendaraan dibanding kapasitas jalan yang sudah mendekati titik jenuh. Selain itu, keberadaan sepeda motor di jalan makin dominan, sementara peran angkutan umum masih rendah.

"Saat ini penggunaan angkutan umum di Jakarta baru 19.8 persen dan di Bodetabek baru 20 persen," kata dia.

Untuk itu, menurut dia, perlu program penanganan kemacetan secepatnya mengingat sejak 2000 hingga 2010, data statistik jumlah kendaraan yang terdaftar mengalami peningkatan sebesar 4,6 kali lipat. Sementara jumlah pelaju dari wilayah Bodetabek menuju Jakarta ada sekitar 1,1 juta. Jumlahnya meningkat 1,5 kali lipat sejak 2002.

Untuk pergerakan lalu lintas harian di Jabodetabek, Bambang menambahkan, yang semula pada 2003 sebesar 37,3 juta perjalanan/hari meningkat 58 persen atau mencapai 47,5 juta perjalanan/hari di tahun 2015. Dari 47,5 juta perjalanan orang per hari itu, sekitar 23,42 juta ialah pergerakan di dalam wilayah DKI Jakarta. Sementara 4,06 juta lainnya ialah pergerakan komuter dan 20,02 juta lainnya perjalanan melintas di DKI dan internal Bodetabek.

Bambang mengklaim perjalanan di Jabodetabek rata-rata didominasi oleh sepeda motor, yakni sebesar 75 persen. Sedangkan kendaraan mobil pribadi sebesar 23 persen dan dua persen baru angkutan umum. "Ini tentu berdampak pada perekonomian dan lingkungan," kata dia.

Ada beberapa terobosan yang sudah dan akan dilakukan, yaitu BPTJ dan Pemerintah Provinsi DKI harus mendorong kebijakan seperti penerapan ganjil genap, pengaturan sepeda motor; ramp metering di tol; Electronic Enforcement; pengaturan angkutan barang.

"Untuk bisa mendorong kebijakan tersebut, yang dipersiapkan yaitu menyiapkan lajur khusus angkutan umum di wilayah Jabodetabek, `Park and Ride` memadai, menyiapkan berbagai alternatif angkutan umum seperti jemputan, JR Connexion, dan JA Connexion," kata Bambang.

Baca juga artikel terkait KEMACETAN JAKARTA

tirto.id - Ekonomi
Sumber: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom