Menuju konten utama

Duduk Perkara Penyerangan Polisi di Polsek Wonokromo, Surabaya

Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan Imam Mustofa yang menyerang petugas di Polsek Wonokromo merupakan terduga teroris.

Duduk Perkara Penyerangan Polisi di Polsek Wonokromo, Surabaya
Mapolsek Wonokromo, Surabaya, pasca dua anggotanya diserang oleh pria berinisial IM, Sabtu (17/8/2019). ANTARA Jatim/Willy Irawan

tirto.id - Imam Mustofa (31 tahun), masuk ke ruangan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polsek Wonokromo, sekitar pukul 16.45 WIB. Ia pun diterima petugas piket SPKT dan ditanya keperluannya.

Namun, kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Jawa Timur, Kombes Pol Frans Barung Mangera, Imam justru membacok petugas SPKT yang menerimanya itu.

“Pelaku [Imam] langsung membacok menggunakan celurit dan mengenai bagian tubuh anggota SPKT, kemudian anggota teriak minta tolong,” kata Barung saat dikonfirmasi reporter Tirto, Minggu (18/8/2019).

Setelah itu, anggota reskrim datang menolong korban, menembak Imam sehingga ia dapat diamankan. Korban ialah Aiptu Agus yang mendapatkan luka bacok dan Briptu Febian yang luka lebam di wajah. Agus dilarikan ke Rumah Sakit RKZ.

Barang bukti yang diamankan dari pelaku ialah satu pisau penghabisan, satu celurit, satu ketapel dengan amunisi kelereng, satu airsoft gun hitam, satu kaus warna hijau, alat mandi, satu tas ransel hitam, dua lembar kertas fotocopy bertuliskan kalimat tauhid dan kerupuk.

Jihad diduga sebagai motif sementara pelaku. Barung menyatakan berdasarkan pemeriksaan awal pelaku, ia ingin menerapkan apa yang dipelajarinya sendiri dari dunia siber. “Berguru pada internet melalui konten Ustaz Aman Abdurrahman,” ujar Barung.

Imam diketahui menuju Surabaya menggunakan bus, seorang diri, sejak 10 hari lalu. Kemudian mampir ke tempat istrinya di kawasan Sidosermo, lantas ia pergi ke lokasi peristiwa untuk beraksi. Usai penyerangan, polisi lakukan penyelidikan.

Istrinya, Fatimah, dan ketiga anak Imam dijemput dari indekosnya yang beralamat di Jalan Sidosermo IV, Gang 1 Nomor 10A, Surabaya, Sabtu malam. Petugas menyita laptop, kertas, dan ponsel. Ketiganya turut diperiksa oleh kepolisian.

Ketua RT 03, RW 02 Sidosermo, Ainul Arif mengatakan perilaku Imam memang berubah sejak setahun lalu. “Kesehariannya biasa saja. Dia itu jualan sempol sama kirim kerupuk makaroni di sini. Jualannya keliling dan anaknya juga sekolah di sini,” kata dia, seperti dikutip Antara.

Imam dinilai berubah lebih tertutup ketika mengikuti kegiatan pengajian, termasuk Fatimah yang sebelumnya suka bergaul turut menjadi tertutup ke warga setempat.

Saat ini, Barung menyatakan Imam diperiksa oleh jajaran Densus 88 Antiteror lantaran diduga ada indikasi terorisme. Namun, belum diketahui secara pasti Imam tergabung dalam jaringan apa. “Masih ditangani Densus," sambung Barung.

Sementara itu, Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan Imam merupakan terduga teroris.

“Densus yang melaksanakan penegakan hukum dan preventif strike dari tahun 2000 hingga sekarang. Kami masih konsisten melindungi dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,” kata dia ketika dihubungi reporter Tirto, Minggu (18/8/2019).

Ia menambahkan dalam sepekan terakhir ada seorang anggota Polri yang gugur di Papua karena diculik dan dibunuh kelompok bersenjata, lalu ada empat polisi terbakar hidup-hidup dalam aksi mahasiswa di Cianjur.

“Semua itu demi keamanan dan ketertiban dalam rangka melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat,” ujar Dedi.

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISeSS), Bambang Rukminto, berpendapat saat ini polisi memang kerap menjadi target aksi terorisme. Penyebabnya, kata dia, kekecewaan terhadap penegakan hukum yang dirasa masih jauh dari keadilan kepada kelompok (bagian) tersebut.

“Pada dasarnya banyak orang yang tak suka bila hukum ditegakkan mengusik kepentingan atau zona mapan dirinya dan kepolisian adalah ujung tombak dari penegakan hukum,” kata Bambang ketika dihubungi reporter Tirto.

Hal ini terjadi, kata dia, karena kedangkalan cara berpikir tentang persoalan sosial maupun hukum dalam masyarakat; kekecewaan dan keputusasaan pelaku pada realitas; ditambah paparan pemahaman ideologi yang tak tepat. Hal itu, kata dia, mendorong menjadi pembenaran atas perilaku ekstrem mereka.

“Semua itu berkelindan menjadi satu yang kemudian berujung pada munculnya perilaku ekstrem,” kata Bambang.

Bambang menilai, menyerang langsung ke kantor atau pos polisi bukan cara baru dari kelompok itu sebab hal itu berulang kali terjadi.

Bambang menyatakan peristiwa di Polsek Wonokromo ini pelakunya sangat amatir. Melihat sosok dan senjata tajam yang dibawa pelaku, bisa diperkirakan pelaku tak tahu kemampuannya sendiri.

“Hanya karena emosi, putus asa, paparan ideologi yang dangkal, akibatnya pilihannya cuma menyerang saja. Tanpa perhitungan matang,” kata dia.

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Andrea Poelongan, menyatakan aksi tersebut perlu menjadi perhatian lebih dari pimpinan Polri. Ia mendesak agar Polri mengimbau ke seluruh jajaran untuk siap siaga dan meningkatkan pengamanan markas.

Pendalaman informasi terhadap pelaku, kata Andrea, perlu dilakukan lebih intensif agar dapat menemukan akar masalah dan mencari solusinya. Andrea mengimbau masyarakat tidak khawatir yang berlebihan dan tetap waspada.

“Percaya, Polri yang dibantu seluruh instansi terkait akan senantiasa menjaga keselamatan, keamanan dan kenyamanan seluruh masyarakat,” ucap dia.

Andrea juga meminta bila ada hal yang mencurigakan, maka segera menghubungi anggota polisi terdekat. Namun, ia mengaku belum bisa mengomentari soal dugaan tindak pidana terorisme dalam kasus yang terjadi di Polsek Wonokromo ini.

“Apakah kejadian ini bentuk dari terorisme? Saya belum bisa komentar, karena merupakan kewenangan dari Polri. Saya masih perlu keterangan resmi dari Polri tentang kelompok terorisme yang seperti apa dan yang mana,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PENYERANGAN POLISI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz