Menuju konten utama

Wiranto Minta Fenomena Aksi Lone Wolf Perlu Diantisipasi

Salah satu jalan keluar untuk menekan penyebaran aksi teror atas inisiatif sendiri in dapat dilakukan dengan menyelesaikan segera revisi UU Terorisme.

Wiranto Minta Fenomena Aksi Lone Wolf Perlu Diantisipasi
Polisi menggiring tersangka pemasok senjata teroris bom Polres Surakarta seusai gelar perkara di Polda Sumsel, Palembang, Sumsel, Kamis (16/3). Polda Sumsel menangkap dua tersangka berinisial C dan T yang merupakan pemasok senjata bagi jaringan pelaku terorisme bom bunuh diri di Polres Surakarta 2016 lalu. ANTARA FOTO/Feny Selly.

tirto.id - Fenomena aksi teror yang dilakukan seorang diri atau yang dikenal dengan sebutan lone wolf sudah perlu diantisipasi secara serius oleh semua pihak. Imbauan ini dikemukakan Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Jenderal TNI (Purnawirawan) Wiranto.

"Di Indonesia terjadi beberapa kejadian teror yang dilakukan lone wolf. Ini perlu perhatian agar penyebarannya dapat kita cegah," ujar Wiranto di Jakarta, Senin (3/7/2017).

Salah satu jalan keluar untuk menekan penyebaran aksi teror atas inisiatif sendiri ini, mantan Panglima TNI itu menuturkan, dapat dilakukan dengan menyelesaikan segera revisi UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme.

"Bagaimana mengatasi itu? Ya, UU Terorismenya harus diperbaiki dan harus segera diselesaikan," jelas mantan ketua umum DPP Partai Hati Nurani Rakyat ini, sebagaimana dikutip dari Antara.

Ia menerangkan tuntutan untuk mempercepat perbaikan aturan terkait terorisme tersebut bukan hanya karena maraknya aksi lone wolf saat ini.

Peningkatan jumlah kasus terorisme secara global juga menjadi alasan percepatan pembahasan revisi undang-undang itu perlu dilakukan, kata Wiranto.

"Kami akan terus mendesak teman-teman dari DPR untuk segera menuntaskan undang-undang itu," terang dia.

Sebagai informasi, Wiranto menggelar rapat koordinasi revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Teorisme, yang juga dihadiri Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Tito Karnavian, Kepala Badan Intelijen Negara, Jenderal Polisi Budi Gunawan, serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius.

Hadir juga Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, dan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.

Pada sisi lain, TNI AL, TNI AU, dan TNI AD memiliki pasukan khusus-komando dengan kualifikasi anti teror dengan kemampuan yang ternama.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga mengatakan, ancaman radikalisme dan terorisme sulit dideteksi sehingga setiap pihak harus mencermati segala perkembangan dinamika dan meningkatkan kewaspadaan.

"Ancaman bangsa ini yakni masalah radikalisme dan terorisme yang memporak-porandakan kehidupan berbangsa kita, sudah tidak bisa kita deteksi dengan baik, siapa kawan dan lawan sulit dilihat dengan jelas. Bayangkan sholat saja tetnyata ada yang mengancam," kata dia, dalam pidatonya di acara apel pagi bersama jajaran staf Kementerian Dalam Negeri, di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (3/7/2017).

Tjahjo mengatakan teror terhadap aparatur pemerintah termasuk pegawai negeri sipil maupun polisi sama saja dengan melawan negara. Karenanya, Kumolo meminta setiap pihak mengerti prinsip itu.

Untuk mengantisipasi teror yang terjadi dia mengusulkan Kepolisian Indonesia kembali menggalakkan kegiatan sistem keamanan lingkungan yang dulu digalakkan Orde Baru kepada warga.

Menurut dia, seluruh tamu atau orang asing yang menginap di lingkungan tertentu harus melaporkan diri ke RT/RW.

"Kita perlu kembali menggerakkan 'pemolisian' di tingkat RT/RW. Kalau ada yang menginap lapor. Ini yang sudah mulai memudar," ujar dia.

Baca juga artikel terkait TERORISME atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari