Menuju konten utama

Duduk Perkara Pemboikotan Metro TV dari Kubu Prabowo-Sandi

BPN Prabowo-Sandi tak melarang jurnalis Metro TV meliput, hanya enggan mendatangi undangan mereka.

Duduk Perkara Pemboikotan Metro TV dari Kubu Prabowo-Sandi
Ketua tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Djoko Santoso berfoto bersama dengan tim BPN usai menggelar rapat konsolidasi di Bambu Apus, Jakarta, Jumat (28/9/2018). ANTARA FOTO/Galih Pradipta

tirto.id - Beredarnya dokumen instruksi pemboikotan Metro TV oleh Djoko Santoso, Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dikritik banyak pihak. Lewat surat nomor 02/DMK/PADI/11/2018 ini BPN dianggap tipis kuping alias tak suka dikritik.

Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan BPN dapat dipidana karena surat tersebut dapat menghalangi kerja jurnalistik sesuai UU Pers 1999.

Namun benarkah demikian? Bagaimana duduk perkara dan isi surat tersebut?

Kepala Media Center BPN Prabowo-Sandi Ariseno Ridhwan mengatakan apa yang diberitakan tak sesuai dengan maksud sesungguhnya. Ia ingin meluruskan bahwa BPN tak bermaksud menghalang-halangi kerja jurnalistik.

"Pertama-tama perlu dipahami bahwa surat itu maksudnya agar anggota BPN tidak menerima dan tidak mendatangi undangan wawancara Metro TV ke studio, bukannya menghalangi kerja jurnalistiknya kawan-kawan [di lapangan]," kata Ariseno kepada reporter Tirto, Selasa (26/11/2018) pagi.

Tidak bersedia datang ke studio dengan menghalangi peliputan adalah dua hal yang berbeda, kata Ariseno.

"Kami tidak melarang kawan-kawan Metro TV untuk meliput ke Kertanegara (tempat konsolidasi tim sekaligus alamat rumah Prabowo). Tetap kami terima. Ada kok nama wartawan Metro TV di dalam daftar nama kami. Kami tidak melarang jika meliput ke sini. Itu hak publik. Kami paham itu," tegasnya.

Isi surat pun sebetulnya demikian. Di sana dijelaskan bahwa seluruh tim "agar menolak setiap undangan maupun wawancara yang diajukan oleh Metro TV." Tak ada kalimat seperti melarang jurnalis Metro TV meliput kegiatan mereka.

Ariseno kemudian menceritakan apa motif dikeluarkannya surat itu. Katanya, Djoko Santoso merasa pemberitaan Metro TV terhadap kubunya sangat tendensius dan tidak berimbang. Dalam sebuah rapat, kata Ariseno, Djoko meminta masukan ke seluruh anggota BPN, khususnya Direktorat Komunikasi dan Media.

"Dan ternyata semua anggota merasakan hal yang sama." "Kami juga diundang media lain, tapi yang lebih objektif."

Tetap Rentan Meski Tak Melanggar

Apa yang dikemukakan Ariseno kami ceritakan ulang ke Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo. Ia sedikit meralat pernyataan sebelumnya. Kali ini Yosep menyebut apa yang dilakukan BPN tak melanggar UU Pers. Meski begitu ia mengatakan surat ini tetap rentan jadi dasar menghalangi kerja jurnalistik.

"Yang harus dipahami, memang narasumber punya hak untuk menolak wawancara. Namun ini berbeda ketika memerintahkan orang banyak untuk menolak dan hadiri undangan wawancara," kata Yosep saat dihubungi Rabu (28/11/2018) pagi.

"Memang harus ada ahli hukum yang dapat menafsirkan, apakah kegiatan tersebut bisa jadi menghalang-halangi kerja jurnalistik wartawan atau tidak," tambahnya.

Idealnya antara BPN Prabowo-Sandi dan Metro TV duduk bersama mencari titik temu. Hal ini penting dilakukan karena di satu sisi kubu Prabowo-Sandi akan lepas dari citra menutup diri dari media, dan di sisi lain media itu sendiri dapat memberitakan secara utuh.

"Kampanye kan tujuannya agar publik tahu. Kalau timses menutup diri kan juga rugi nanti. Timses harusnya gunakan semua kesempatan untuk membantah. Ingatkan, pers menjalankan kepentingan publik," katanya.

Harus Introspeksi

Dalam derajat tertentu Yosep paham kenapa BPN mengeluarkan instruksi ini. Apa yang dilakukan BPN tidak terlepas dari konteks kepemilikan Metro TV yang dimiliki Surya Paloh, Ketua Umum Nasdem, partai pendukung Jokowi. Metro TV juga sempat disemprot komisi penyiaran karena masalah ini.

Oleh karenanya ia meminta Metro TV juga mengevaluasi dirinya sendiri.

"Metro TV harus introspeksi. Apakah selama ini framing-nya selalu memojokkan karena kepemilikan medianya. Kita paham Metro TV siapa pemiliknya. Oleh karena itu Metro TV harus kembali ke tujuan awalnya, yaitu ke publik," katanya.

Yosep menyarankan agar kedua pihak tetap berjalan sesuai koridornya masing-masing. Timses tetap kampanye, dan media tetap berimbang.

"Jika tidak, yang lebih rugi dari semua itu adalah publik."

Pemimpin Redaksi Metro TV Don Bosco mengatakan instruksi itu tak mempengaruhi kerja-kerja mereka.

"Kami akan tetap meliput seperti biasa. Yang jadi soal kan ketika mereka menghalangi wartawan untuk melakukan kerja jurnalistik. Mengenai penolakan, itu hak mereka," katanya kepada reporter Tirto, Selasa (27/11/2018) siang.

Baca juga artikel terkait BOIKOT METRO TV atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino