tirto.id - Kantor Akumobil di Jalan Sadakeling, Bandung mendadak digeruduk massa pada Kamis malam (31/10/2019). Usai ditelisik, orang-orang itu protes karena kendaraan yang mereka beli di Akumobil tak kunjung datang sampai 2-3 bulan. Mereka mengaku ditipu Akumobil.
Polrestabes Bandung langsung turun tangan. Sebanyak tujuh orang diamankan, di antaranya tiga direktur dan empat staf administrasi. Selang sehari, Kasat Resktrim Polrestasbes Bandung AKBP M. Rifai mengatakan tujuh orang kala itu tengah dimintai keterangan.
Sehari setelahnya, Direktur Utama Akumobil berinisial BR menjadi tersangka. Satreskrim Polrestabes Bandung menilai BR diduga melakukan penipuan penjualan mobil murah hingga merugikan ratusan konsumen.
“Sudah ditahan dirutnya,” kata Rifai seperti dikutip dari Antara, Sabtu (02/11/2019).
Ironisnya, kasus penipuan itu terjadi setelah Akumobil resmi terdaftar atau diawasi OJK. Dikutip dari Viva, Akumobil mengklaim sudah keluar dari daftar entitas ilegal, dan terdaftar dalam pengawasan regulator jasa keuangan.
“Akumobil kembali melakukan kegiatan-kegiatan promosi dengan konsep creative marketing dengan rekomendasi dan pengawasan dari OJK,” kata General Operation Manager Akumobil Nurul Husni Farid dikutip dari Viva pada 27 September 2019.
OJK Tidak Awasi Akumobil
PT Aku Digital Indonesia (Akumobil) adalah badan usaha perdagangan jual beli mobil dan motor, baik bekas maupun baru dengan inovasi pemasaran (creative marketing). Dikatakan inovasi lantaran barang yang dijual sangat murah.
Berdasarkan akun Twitter Akumobil, perusahaan pernah mengadakan sejumlah event selama Juni-Juli di Bandung dan beberapa kabupaten di Jawa Barat. Harga yang ditawarkan murah meriah, misal harga motor Honda Beat dijual dengan harga mulai Rp6 juta.
Mobil yang dijual pun tidak kalah murahnya, yakni mulai Rp50 juta. Dalam event tersebut, kendaraan dijual dengan model diundi dengan tema flashsale. Mereka yang beruntung dapat membeli mobil dengan harga spesial itu.
Namun, apa yang dilakukan Akumobil tersebut dinilai OJK sebagai entitas investasi ilegal. Awal Agustus, Satuan Tugas Waspada Investasi (STWI) pernah turun tangan dan menyatakan Akumobil sebagai entitas investasi ilegal.
Ketua STWI Tongam Lumbang Tobing mengatakan Akumobil dinilai sebagai entitas investasi ilegal lantaran melakukan kegiatan jual beli mobil online tanpa izin. Pertimbangan lainnya, model bisnis Akumobil tidak masuk akal.
“Kegiatan Akumobil tidak masuk akal. Setor Rp50 juta dan dapat mobil senilai Rp100 juta. Kegiatan ini sudah berlangsung dan kami hentikan,” ucap Tongam saat dihubungi reporter Tirto, Senin (4/11/2019).
Tongam membenarkan bahwa Akumobil sempat keluar dari daftar entitas ilegal. Alasannya, Akumobil sudah memiliki izin usaha yang diterbitkan Kementerian Perdagangan dan sudah diajukan melalui OSS.
Namun, soal klaim Akumobil sudah berada di bawah pengawasan OJK, Tongam membantah. Menurutnya, OJK tidak mengurusi perdagangan yang menjadi ranah perusahaan itu, tetapi hanya terbatas pada sektor jasa keuangan perbankan dan nonbank.
“Perlu disadari setiap kegiatan apapun kalau sudah punya izin, masih bisa melakukan tindak pidana. Bukan kita enggak efektif, melainkan kembali ke individu. Kami mendorong proses hukum,” ucap Tongam.
Oleh karena itu, Tongam membantah apabila STWI dianggap lengah atau tidak efektif dalam mengawasi entitas atau investasi ilegal, meskipun Kementerian Perdagangan sendiri adalah salah satu anggota STWI.
Pengawasan Lemah
Peneliti Indef Ariyo DP Irhamna menilai pengawasan pemerintah selama ini memang terbilang lemah dalam mendeteksi penipuan atau entitas ilegal. Alhasil, kasus konsumen yang dirugikan kerap terulang.
Menurutnya, pemberian izin usaha dari Kemendag patut dipertanyakan lantaran lembaga itu gagal mengenali masalah pada model bisnis yang mengandung aspek teknologi informasi dan pengelolaan dana investasi bagi perusahaan start up.
Ada baiknya, kata Ariyo, pemberian izin usaha yang mengandung aspek IT itu dibebankan kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), yang membidangi urusan ekonomi digital atau e-commerce.
“Untuk e-commerce memang di Kemendag. Tapi fungsinya hanya bagaimana mendorong perdagangan. Dia lembaga perdagangan bukan untuk mengurusi startup,” jelas Ariyo saat dihubungi reporter Tirto, Senin (4/11/2019).
Selain itu, kata Ariyo, hukuman atau sanksi tegas harus diberikan kepada Akumobil. Apalagi, perusahaan tersebut sebelumnya sudah pernah tersangkut penindakan dari STWI. Sanksi yang diberikan harus ada efek jera.
“Jika tidak ada hukuman yg setimpal, maka kasus seperti ini akan kita temukan lagi,” ucap Ariyo.
Sementara itu, reporter Tirto telah mencoba meminta konfirmasi dari manajemen Akumobil melalui sambungan telepon kantor yang tertera sebagai informasi perusahaan. Namun sampai saat ini, Akumobil tak kunjung menjawab.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Ringkang Gumiwang