Menuju konten utama

Driver Pariwisata di Bali Tagih Janji Perda Angkutan Sewa Khusus

Pengemudi pariwisata di Bali mendesak Perda Angkutan Sewa Khusus dirampungkan dalam jangka 3 hingga 6 bulan.

Driver Pariwisata di Bali Tagih Janji Perda Angkutan Sewa Khusus
Aksi unjuk rasa oleh Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali di Gedung DPRD Provinsi Bali. tirto.id/Sandra Gisela

tirto.id - Pengemudi pariwisata Bali yang tergabung dalam Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali kembali berunjuk rasa untuk yang kedua kalinya di Gedung DPRD Provinsi Bali, Selasa (25/02/2025). Berdasarkan pantauan kontributor Tirto di lapangan, massa mulai berhimpun di depan gerbang DPRD pukul 10.00 WITA.

Diiringi lantunan gamelan, mereka mulai masuk ke wantilan dengan membawa spanduk, poster, dan bendera.

Para driver pariwisata tersebut kembali ke DPRD Bali untuk menagih janji Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali terkait enam poin tuntutan mereka dalam aksi damai sebelumnya. Mereka menginginkan tuntutannya segera dituangkan ke dalam bentuk peraturan daerah (perda).

“Beliau sudah berjanji akan menerima enam tuntutan kami dan akan dilaksanakan setelah gubernur dilantik. Sampai sekarang, kami belum dapat jawaban tentang pansus [panitia khusus] apa pun karena waktu kemarin mereka janji akan membuatkan satgas [satuan tugas]. Tidak ada informasi dan komunikasi, akhirnya kami turun dengan 5.000 personel,” terang koordinator aksi, I Made Darmayasa, di Kantor DPRD Bali, Selasa (25/02/2025).

Tuntutan yang dimaksud adalah pembatasan kuota taksi daring di Bali; penertiban dan penataan ulang vendor-vendor angkutan sewa khusus di Bali; pembuatan standardisasi tarif untuk angkutan sewa khusus; dan penanganan driver pariwisata yang berasal dari luar Bali. Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali juga ingin Pemprov Bali melakukan revisi terhadap Pergub Bali Nomor 40 Tahun 2019 tentang Layanan Angkutan Sewa Khusus Berbasis Aplikasi di Bali.

Menurut Darmayasa, jumlah massa dalam aksi kedua ini jauh lebih banyak dibandingkan aksi pertama yang hanya berkisar seribu orang. Secara total, sebanyak 115 paguyuban pengemudi dari seluruh kabupaten dan kota yang ada di Bali ikut dalam aksi tersebut.

“Banyak yang bersuara di aksi damai ini karena banyak yang dirugikan. Banyak sekali potongan-potongan dari vendor-vendor, tarifnya terlalu murah, dan mereka kejar target. Kemarin, yang di Kuta itu sampai meninggal karena mengejar target,” ungkapnya.

Darmayasa juga menyebut bahwa pariwisata Bali berakar dari budaya sehingga para pengemudi tersebut merasa berkewajiban menjaga adat dan budaya. Namun, pengemudi tersebut merasa hak mereka diambil alih oleh orang lain karena kebijakan yang ada pada saat ini.

“Budaya dari tradisi. Tradisi inilah yang kami jalankan. Turis-turis asing datang ke Bali untuk menikmati pariwisata. Kami itu menjalankan kewajiban, sedangkan hak kami diambil alih orang lain,” keluhnya.

Respons Dinas Perhubungan Provinsi Bali

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Bali, I Gde Wayan Samsi Gunarta, mengaku bahwa Pemprov Bali telah berproses dalam merespons tuntutan para pengemudi pariwisata tersebut. Pihaknya juga telah mengirimkan surat kepada Polda Bali mengenai aplikasi taksi daring yang resmi dan menginstruksikan kepada aplikator untuk mengoneksikan aplikasi mereka dengan dashboard milik Pemprov.

“Aplikasi resmi sudah melakukan komunikasi secara software dengan Dinas Komunikasi, Informasi, dan Statistik [Diskominfos] Provinsi Bali. Jadi, per pertengahan Februari, Kominfos sudah bisa memberikan data kepada kami, berapa jumlah taksi online yang beroperasi, sehingga kami bisa menghitung berapa kuota yang bisa disiapkan untuk Bali,” terang Samsi kepada para pengunjuk rasa.

Perihal permasalahan KTP yang termuat dalam tuntutan, Samsi mengatakan bahwa kewenangan verifikasi ada pada masing-masing vendor. Vendor tersebut yang akan memastikan data yang ada pada KTP pengemudi. Namun, pihaknya sudah menyampaikan pemberitahuan kepada masing-masing vendor untuk memastikan pengemudinya tinggal di Bali.

“Untuk melindungi budaya dan adat kita, kami mengusulkan bersama-sama dengan OPD lainnya, bagaimana kalau kita buat slot pariwisata? Slot khusus pariwisata ini akan memastikan standardisasi pengemudi, kendaraan, termasuk standardisasi pengupahan. Dalam rancangan perubahan pergub, sudah kami masukkan,” kata Samsi.

Samsi turut mengatakan bahwa harus ada penghitungan yang matang mengenai tarif sebab pengguna taksi daring juga berasal dari kalangan masyarakat lokal. Standardisasi tarif yang hendak ditetapkan harus berada dalam batas wajar.

“Bukan hanya turis, masyarakat juga membutuhkan layanan ini. Kita harus hitung baik-baik, berapa harga yang tepat. Karena, kalau tidak dan kemahalan harga, orang lari. Harus mendapatkan harga yang wajar,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, Samsi meminta para pengemudi untuk menentukan upah per bulan yang ingin mereka dapatkan demi menentukan tarif minimum dan maksimum. Kelak, jika batasan tarif sudah ditetapkan, Dishub membuka peluang bagi pengemudi untuk melapor apabila mendapatkan upah di bawah tarif minimum.

“Nanti, akan diperhitungkan yang namanya capex [capital expenditure] dan opex [operating expenditure], yang ingin dibawa pulang berapa. Turunnya itu akan menjadi jarak berapa per kilometer yang nanti kita bisa tetapkan,” imbuhnya.

Samsi mengingatkan terdapat Pergub Bali Nomor 2 Tahun 2020 yang memperbolehkan pembuatan pangkalan. Pangkalan tersebut dibuat bersama-sama oleh vendor dan desa adat dengan tujuan agar tidak menimbulkan kemacetan saat menunggu penumpang, serta menghindari terjadinya perebutan penumpang oleh oknum tidak bertanggung jawab.

“Segera usulkan pangkalan supaya bisnisnya bisa berjalan dengan legal. Saya menyampaikan sekali lagi, semuanya harus resmi dan berbadan hukum. Yang tidak berbadan hukum, saya laporkan ke Polda. Tidak boleh beroperasi,” tegas Samsi.

Perda ASK Harus Rampung dalam Enam Bulan

Seusai aksi unjuk rasa, Sekretaris Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali, Gede Julius, menyampaikan bahwa pihaknya mengultimatum Pemprov Bali agar Perda Angkutan Sewa Khusus (ASK) yang memuat enam poin tuntutannya rampung dalam kurun waktu enam bulan.

Apabila tidak, mereka akan turun dengan lebih banyak massa.

“Kita menuntut batas waktunya 3 sampai 6 bulan. Kami dari forum meminta dukungan terkait apa tuntutan kami, bagaimana realisasinya. Dari anggota DPRD yang lain, termasuk dari pimpinan, sudah menandatangani. Selain ada bukti lisan, ada juga bukti tertulisnya, sehingga ini sebagai pegangan bahwa DPRD Bali ada tanggung jawab moral untuk mengawal dan merealisasikan tuntutan kami,” tegas Julius.

Merespons ultimatum oleh Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali, Ketua Komisi III DPRD Bali, I Nyoman Suyasa, menyanggupi Perda ASK dapat selesai dalam enam bulan. Suyasa juga telah mendapat mandat dari Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya, untuk menjadi ketua pansus pembahasan Perda ASK.

“Setelah ini, langkah pertama cepat mendapatkan penomoran supaya kita bisa proses raperdanya. Kami bentuk dulu anggota pansusnya sehingga bisa langsung action. Bulan ini, harus langsung action,” kata Suyasa kepada para wartawan setelah aksi.

Suyasa mengaku bahwa tensi yang diberikan oleh Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali cukup tinggi sehingga Perda ASK tersebut menjadi prioritas di Komisi III. Politisi Gerindra itu pun berjanji untuk menyelesaikannya secepatnya.

“Kalau jangka waktunya terlalu pendek, agak riskan juga. Ini komprehensif, tidak hanya satu masalah, tapi semua ada di perda ini. Termasuk sanksi-sanksi, tarif, semua ada di sana,” terangnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya, akan membicarakan Perda ASK dengan Gubernur Bali, Wayan Koster, seusai serah terima jabatan pada tanggal 4 Maret 2025. Saat ini, status perda tersebut masih berada di Bapemperda untuk dikaji lebih lanjut.

“Begitu tanggal 4 [Maret 2025], berikan saya waktu 2 hingga 3 hari untuk melakukan koordinasi langsung. Mungkin Senin depannya, kami sudah dapat putuskan pansus untuk konteks ini,” ujar Dewa ketika ditemui wartawan setelah aksi.

Dewa menyebutkan bahwa Perda ASK akan mengatur mengenai pengemudi dan kendaraan yang digunakannya beserta sanksi yang dikenakan apabila melanggar. Namun, Perda ASK tersebut masih memerlukan pembahasan lebih lanjut dengan Polda dan Dukcapil karena menyangkut tarif dan KTP.

“Tentu perlu masukan. Memang mau atau tidak, driver ini ada di Bali, dalam pariwisata kita. Hari ini, mereka mendapat pesaing dari teknologi bernama taksi online itu. Kita harus selesaikan,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PARIWISATA BALI atau tulisan lainnya dari Sandra Gisela

tirto.id - News
Reporter: Sandra Gisela
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Fadrik Aziz Firdausi