Menuju konten utama

Drama Final Bulutangkis: Kram Anthony Ginting dan Protes Penonton

Kekalahan Anthony Ginting mungkin akan diingat sebagai peristiwa yang manis sebab ia tak cepat menyerah meski cedera.

Drama Final Bulutangkis: Kram Anthony Ginting dan Protes Penonton
Petugas medis membantu pebulu tangkis tunggal putra Indonesia Anthony Sinisuka Ginting yang mengalami cedera saat melawan pebulu tangkis tunggal putra Cina Shi Yuqi pada set ketiga babak final beregu putra Asian Games 2018 di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (22/8). ANTARA FOTO/ INASGOC/Jessica Margaretha/tom/18.

tirto.id - Ketegangan itu tergurat di muka Yuqi Shi, pebulutangkis ranking dua dunia asal Tiongkok ketika memasuki lapangan.

Bangku penonton Istora Senayan penuh, kecuali satu baris di sebelah VIP yang diduduki presiden dan beberapa menteri. Jika benar-benar penuh dan semua orang duduk di bangku, Istora muat 7 ribu penonton. Ditambah panitia dan awak media yang banyak tak mendapatkan bangku, jumlahnya bisa saja lebih. Tentu itu perlu mental kuat untuk tahan ditonton dalam pesta multi cabang olahraga macam Asian Games.

Apalagi pertandingan di kandang orang lain, yang menjadi lawannya. Shi berhadapan dengan Anthony Sinisuka Ginting. Belum main saja suara penonton bergelegar, “IN-DO-NE-SIA! IN-DO-NE-SIA!!” ... yang menenggelamkan suara teriakan segelintir pendukung atlet China.

Rabu malam itu, 22 Agustus, yang tak dilihat penonton di rumah adalah cuma ada satu lapangan bulutangkis yang dipakai di dalam Istora Senayan. Di hari biasanya sejak 19 Agustus, selalu ada empat lapangan yang dibuka secara bersamaan dalam babak penyisihan cabang olahraga bulutangkis. Hal itu membuat fokus penonton terbagi.

Tapi malam itu tiga lapangan lain ditutup karpet abu-abu. Otomatis mata penonton tertuju pada satu lapangan yang tepat berada di depan bangku VIP, disorot oleh ribuan awak media yang meliput.

Dukungan penonton Indonesia sudah bikin Anthony menang duluan. Ia tampil percaya diri, setidaknya sampai set pertama. Sejak menit awal, Anthony berhasil di depan. Menempati posisi 12 dalam ranking dunia pebulutangkis tunggal putra, Anthony sempat membuat jarak 8-3 dengan Shi. Sampai interval pertama, Anthony bahkan memimpin dengan 11-8.

Penonton makin buas. Teriakan “Ayo Ginting!” bergemuruh. Presiden Joko Widodo maju-mundur di kursinya, mengikuti arah kok. Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi lebih tegang lagi: dagunya bertumpu pada dua telapak tangan yang menutupi hidung dan mulutnya. Sementara Menkopolhukam Wiranto menonton dengan tampang lebih kalem.

Kedatangan Presiden Jokowi sudah diprediksi sejak siang hari. Belakangan, ia memang selalu hadir di cabang-cabang olahraga yang berpotensi mendapatkan medali emas, seperti taekwondo pada Senin lalu, dan bulutangkis malam Kamis itu.

Anthony tetap memimpin hingga poin 20-12, Shi sempat terpeleset dan disoraki penonton, hingga ditutup kemenangan 21-14. Istora benar-benar panas dengan teriakan penonton malam itu.

Lihat Tirto Visual Report:

Saat set kedua dimulai, tampang Shi lebih segar. Ia tampak lebih percaya diri, berusaha konsentrasi di tengah teriakan penonton Indonesia yang terus bersemangat. Saat jeda antara set I dan II, penonton bahkan membuat Mexican Wave tiga kali. Presiden Jokowi, Ibu Iriana, Menteri Wiranto, Menteri Puan Maharani, dan Menteri Imam Nahrowi juga ikut dari kursi VVIP mereka.

Beberapa kali Shi kena sorak. Ia harus mendengar teriakan “Huu!” dari penonton tiap kali kok sampai di raketnya. Sementara Anthony diteriaki “Eaaa!” ketika gilirannya memukul bola. Penonton melakukan Mexican Wave lagi saat Anthony dan Shi harus fokus melihat kok dan mengejar poin. Sulit rasanya membayangkan betapa keras usaha mereka berkonsentrasi di tengah gemuruh penonton yang berapi-api.

Beban mental Shi mulai berpindah ke Anthony pada menit-menit akhir set kedua. Atlet Indonesia kelahiran Cimahi itu memang sempat memimpin di interval pertama dengan 11-9, tetapi Shi makin percaya diri dan getol mengejar poin. Shi sempat bikin jarak 19-16.

Namun, Anthony terus mengejar. Pertandingan itu kian dramatis ketika terjadi deuce 20-20. Penonton kian terbakar, tetapi Anthony mulai kelihatan lelah. Gerakannya jadi lebih lambat. Hingga akhirnya Shi menang dengan poin 23-21. Kini, beban itu benar-benar pindah ke pundak Anthony. Kemenangannya di set pertama, dan pertarungan sengit di set kedua, bikin harapan orang-orang agar ia menang jadi besar.

Sayang, meski tetap berjalan sengit, Anthony diserang kram di detik-detik terakhir set ketiga. Ia sempat minta izin pada wasit untuk mendapatkan semprotan pereda nyeri sekali pada poin 16-15, dan dua kali berusaha minta izin untuk istirahat beberapa menit kemudian. Namun, wasit menolak dan akhirnya menjatuhkan kartu kuning. Sejak itu, langkah Anthony kian sempit. Shi memanfaatkannya dengan pukulan-pukulan dengan jangkauan lebar.

Teriakan “Ginting bisa!” membahana seantero Istora. Presiden Jokowi dan Menteri Imam beserta hampir semua penonton berdiri dari bangku. Meneriakkan semangat kepada Anthony yang sudah mengaduh di atas lapangan. Pertarungan itu terus berjalan hingga poin 20-19, ketika ia memimpin satu poin di atas Shi. Detik-detik itu benar-benar menegangkan.

Anthony tetap punya kans untuk menang, tapi Shi sempat menyusul jadi 20-20. Anthony akhirnya harus tumbang karena cederanya. Saat atlet 22 tahun itu roboh dan memegang pahanya yang kesakitan, wasit menyatakan Shi menang dengan poin 20-21.

Hebatnya, meski Anthony tak jadi menang, penonton Indonesia tetap menyorakinya dengan seruan: “GINTING HEBAT! GINTING HEBAT!”

Shi menunjukkan sportivitas dengan menyemangati Anthony yang tergeletak menunggu tandu di tepi lapangan. Mereka bergenggaman tangan. Hadiahnya, penonton se-Istora bertepuk tangan ketika Shi berjalan keluar lapangan. Aura sportif menguar di udara. Penonton siap dengan pertandingan berikutnya.

Olahraga Favorit dan 'Aksi Tengil' Kevin

Selain sepakbola, bulutangkis memang olahraga yang paling banyak digemari orang Indonesia. Orang-orang lebih mengenal Jonathan Christie daripada Eko Yuli, lifter pertama Indonesia yang meraih emas Asian Games. Sebelum meraih emas pertama untuk Indonesia, nama Defia Rosmaniar, atlet taekwondo, juga tak sepopuler pasangan Kevin Sanjaya dan Marcus Gideon, pebulutangkis ranking 1 dunia kategori ganda putra.

Kevin dan Marcus dengan percaya diri memasuki lapangan yang sama tempat Anthony baru ditandu ke luar. Beban mereka tentu lebih berat: harus mengimbangkan posisi 0-1. Targetnya emas.

Lawan mereka adalah pasangan Cheng Liu dan Nan Zhang, pebulutangkis Cina yang berpostur tinggi dan terkenal dengan permainan mereka yang supercepat. Mungkin Kevin dan Marcus lebih percaya diri karena lawan mereka ada di ranking 2 Federasi Bulutangkis Dunia(BWF).

Penonton agak lebih kalem di partai kedua. Energi mereka agaknya sudah tersedot pada drama di partai pertama. Kevin-Marcus juga tampak lebih fokus. Mereka terus memimpin dan akhirnya menang atas Cina cuma dalam dua set. "Duo Minion" itu menyamakan kedudukan 1-1 untuk Indonesia.

Tapi, bukan berarti tak ada drama dari pertandingan mereka. Wasit sempat memanggil Kevin dua kali untuk menyuruh atlet asal Banyuwangi itu kalem di set kedua. Ia memang terlihat saling berteriak dengan Liu Cheng beberapa kali, sampai akhirnya melagakkan aksi tengil: mencodongkan badan ke arah lawan sambil bertingkah seolah-olah ingin mendengar perkataan Liu Cheng.

Sang atlet Cina sempat tersulut dan ikut maju ke arah net sampai-sampai wasit berteriak sekali lagi ke arah mereka. Posisi poin 20-18 saat itu.

Kevin memang terkenal emosional. Ia pernah membanting raket hingga akhirnya mendapatkan kartu kuning saat melawan Takuro Hoki-Yugo Kobayashi di Japan Open Super Series 2017. Saat di India Open, Kevin sempat menyulut emosi pemain Malaysia yang akhirnya kena kartu kuning karena meremas kok. Pasalnya, Kevin tak setuju permintaan lawannya untuk mengganti kok.

Ketika ditemui usai pertandingan, Kevin berkata Liu Cheng selalu teriak-teriak ke arahnya. Ia menjawab santai, “Jadi maksudnya apa? Makanya (saya) mau mendengarkan lagi apa yang mereka katakan. Saya tidak memancing-mancing. Cuma mereka teriak-teriak ke depan muka saya. Teriaknya nyolot.”

Di internet, kekalahan Anthony dan lagak tengil Kevin cepat direspons. Nama Anthony jadi trending topic di Twitter dalam sekejap, sementara ‘pose menantang’ Kevin menyebar jadi bahan meme. Tak sedikit yang mendukung mereka, tapi tak sedikit pula yang menghujat khas ala netizen Indonesia, terutama buat Anthony yang dianggap penyebab kegagalan Indonesia meraih poin.

Kolom komentar Instagram Anthony ramai didatangi cercaan, bahkan dengan makian-makian kasar karena kram yang dialaminya. Sambutan itu jelas kontras dari apa yang didapat Anthony di Istora. Para penonton di Istora bergemuruh menyemangati Anthony hingga tandu yang membawanya lenyap di ambang pintu. Presiden Jokowi bahkan berlari turun dari tribun, diikuti gerombolan Paspampres untuk menjenguk Anthony di luar gedung pertandingan.

Infografik HL Indepth Asian Games 2018

Drama Tiket: Penonton versus Inasgoc

Warga memang tampak antusias sejak pagi, mengantre tiket di gerbang Gelora Bung Karno untuk menonton final bulutangkis nomor putra beregu. Mereka berbondong-bondong ingin menyambut laga pertama Indonesia melawan China pasca-pertandingan terakhir di Busan, Korea Selatan, pada 2002.

Sayangnya, sejak loket tiket dibuka pukul 08.00, 1.600 tiket yang dijual Inasgoc diklaim habis dalam 20 menit. Jumlah tiket yang berbanding terbalik dari panjang antrean sempat berujung adu mulut antara calon penonton dan panitia. Sejumlah penonton protes.

Erik, penonton dari Jakarta, menganggap panitia tidak transparan. Ia menyangsikan tiket benar-benar sampai ke tangan penonton. “Soalnya kemarin baca-baca di media sosial memang banyak yang lihat calo,” kata Erik.

Protes itu mulai agak reda setelah Direktur Tiket Inasgoc Sarman Simanjorang turun menghadapi massa.

Isu calo memang kuat. Pada hari pertama pertandingan resmi, 19 Agustus, saya bertemu dengan dua orang calo. Satu di depan Gate 5 GBK dan satu lagi persis di depan gerbang masuk penonton depan Istora. Keduanya enggan menyebutkan nama ketika saya berkata sebagai jurnalis.

Namun, mereka sempat menyebutkan jumlah harga tiket. Harga normal yang cuma Rp100 ribu sampai Rp400 ribu naik menjadi Rp200 ribu sampai Rp550 ribu. Di hari ketiga, 22 Agustus, saya memang tak melihat calo yang menjajakan tiket seterang mereka tiga hari lalu.

Sarman membantah bahwa tiket sampai ke tangan calo. Ia lebih melihat tiket ludes karena antusias penonton yang memang membeludak.

"Kami mengucapkan terima kasih terhadap antusias penonton badminton. Ini saya lihat sebagai semangat kebangsaan, tapi kapasitas Istora terbatas," katanya di hadapan massa.

Selain menegaskan stok tiket sudah habis, ia menjelaskan soal jumlah tiket yang dijual tidaklah banyak. Katanya, ada slot 3 ribu yang harus disediakan Inasgoc untuk media dari seluruh dunia. “Sudah sesuai ketentuan dari OCA,” tambah Sarman, merujuk Olympic Council of Asia (Dewan Olimpiade Asia).

Sarman baru mendatangi massa yang protes sekitar pukul 10.40. "Kalau nanti katakanlah saat Indonesia [bertanding] penontonnya kosong, [kalau] teman-teman bilang saya mengundurkan diri, saya siap bertanggung jawab untuk itu,” katanya.

Faktanya, sejauh pandangan, Istora memang nyaris penuh malam itu. Satu deret di sebelah baris kursi VIP yang diduduki presiden dan beberapa menteri mulai terisi separuh, meski tetap ada yang kosong. Bangku-bangku di sudut atas juga tak terlalu penuh.

Namun, yang paling terlihat adalah bangku untuk awak media yang mendadak penuh. Antusiasme penonton bulutangkis yang tinggi memancing para jurnalis merapat ke Istora malam itu. Namun sayang, tak semua penonton di bangku media diisi oleh jurnalis. Beberapa orang adalah kerabat dari yang punya akses badge name khusus wartawan. Mereka tak pakai identitas sendiri, apalagi beli tiket. Ini menyebabkan sejumlah awak media akhirnya duduk di tangga dan berjejal di antara penonton.

Mereka mungkin penggemar sejati bulutangkis yang rela melakukan apa saja demi kesempatan menonton langsung final malam itu; sama seperti ratusan penonton lain yang akhirnya menyebar di area GBK dengan menonton streaming lewat layar besar yang disediakan di beberapa titik, termasuk di zona-zona festival: Zona Bhin Bhin, Zona Atung, dan Zona Kaka.

Malam itu Indonesia akhirnya harus rela mendapatkan perak. Kemenangan Kevin-Marcus adalah satu-satunya buah manis dari laga final tersebut: China unggul 1-3 setelah Jonathan Christie dan duo Fajar-Rian kalah di partai ketiga dan keempat.

Para penonton yang mengantre sejak pagi pun berduyun-duyun pulang saat hari telah berganti. Sementara Jokowi dan rombongannya sudah pulang lebih dulu ketika Indonesia tertinggal 2-1, saat Jonathan Christie kalah dari Chen Long.

Saya mencuri dengar percakapan penonton VIP yang duduk di dekat saya yang berkata kepada temannya, “Kok Pak Jokowi pulang duluan, ya?”

“Mungkin sudah feeling kalau kalah,” jawab sang teman.

Baca juga artikel terkait ASIAN GAMES 2018 atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Olahraga
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Fahri Salam