Menuju konten utama

DPR Siap Sahkan RUU Minerba, 703 DIM Dibahas Kurang dari Tiga Bulan

Panja RUU Minerba dibentuk DPR bersama pemerintah 13 Februari 2020 dan kini sudah rampung dibahas bahkan siap disahkan menjadi undang-undang.

DPR Siap Sahkan RUU Minerba, 703 DIM Dibahas Kurang dari Tiga Bulan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif (kedua kanan) bersama Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (kanan) mengikuti rapat kerja bersama Komisi VII DPR tentang Pembahasan Tingkat I RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) serta pengesahan Tim Panitia Kerja (Panja) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2020). ANTARA/Puspa Perwitasari/aww.

tirto.id - Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Mineral dan Batubara (Minerba) melaporkan hasil pembahasan bersama pemerintah selama beberapa bulan terakhir. Laporan tersebut dipaparkan saat rapat kerja Komisi VII DPR RI bersama jajaran kementerian terkait, Senin (11/5/2020).

Ketua Panja RUU Minerba Bambang Wuryanto menjelaskan pembahasan RUU Minerba dimulai Komisi VII DPR RI bersama Menteri ESDM pada 13 Februari 2020 lalu. Terdapat 938 daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disampaikan pemerintah, dengan rincian 235 DIM disetujui dan 703 DIM perlu dibahas lewat Panja. Hari itu juga Panja RUU Minerba dibentuk.

Selanjutnya pembahasan intensif RUU Minerba dilakukan oleh Panja dan tim pemerintah sejak 17 Februari hingga berakhir 6 Mei 2020 lalu. Artinya, pembahasan 703 DIM dalam RUU Minerba dibahas kurang dari tiga bulan.

Kata Bambang secara umum terdapat beberapa rumusan penting yang telah disepakati dalam pembahasan RUU Minerba.

Poin pertama adalah adanya jaminan dari pemerintah pusat untuk tidak melakukan perubahaan pengadaan ruang dan kawasan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang telah ditetapkan.

Pemerintah pusat juga menjamin terbitnya perizinan yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan kegiatan perusahaan pertambangan.

"Ini permintaan pemerintah agar investor tidak lari, jadi kata "menjamin" kami cantumkan, tetapi agar lebih menguatkan," kata Bambang.

Poin kedua adalah usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Izin terdiri atas IUP, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan Operasi, Kontrak Karya, IPR, SIPP, Izin Penugasan, Izin Pengangkutan dan Penjualan, Izin Usaha Jasa Pertambangan, dan Izin Usaha Pertambangan untuk Penjualan.

Terkait pemberian izin, pemerintah pusat dapat mendelegasikan kewenangan Perizinan Berusaha kepada Gubernur sekurang-kurangnya untuk SIPP dan IPR sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Jadi yang kemarin bahasanya langsung "keluar izin", bahasanya diubah menjadi "perizinan berusaha" karena masuk dalam rangka mengakomodasi RUU Cipta Kerja," jelas Bambang.

Poin ketiga terkait bagian pemerintah daerah dari hasil kegiatan pertambangan, jika sebelumnya Pemerintah Provinsi hanya dapat 1%, melalui RUU ini ditingkatkan menjadi 1,5%.

Poin keempat, adanya kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk menggunakan jalan pertambangan dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan. Jalan pertambangan tersebut dapat dibangun sendiri atau bekerjasama.

Poin kelima, adanya kewajian bagi pemegang IUP dan IUPK untuk mengalokasikan dana untuk melaksanakan program pengembangan dan pemberdayaan yang besar minimumnya ditetapkan oleh menteri.

"Jadi ada kewajiban dari para pengusaha, PT, dan badan-badan usaha untuk menyisihkan dana agar program pengembangan bisnis dan pemberdayaan masyarakat diserahkan kepada pemerintah dan nanti yang melakukan evaluasi terhadap bisnis tersebut adalah pemerintah," papar politikus PDI Perjuangan itu.

Poin keenam adalah kewajiban bagi badan usaha pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing, untuk melakukan divestasi saham secara langsung sebesar 51% secara berjenjang kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan/atau badan usaha swasta nasional.

Poin ketujuh adalah kewajiban bagi badan usaha pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi untuk menyediakan dana ketahanan cadangan mineral dan batu bara yang dberikan untuk kegiatan penemuan cadangan baru.

Poin kedelapan terkait kegiatan reklamasi dan pascatambang, pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi sebelum menciutkan atau mengembalikan WIUP atau WIUPK-nya wajib melaksanakan reklamasi pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100%, serta menempatkan dana jaminan pasca tambang.

"Jadi rekan-rekan yang bergerak di lingkungan hidup, saya sampaikan reklamasi menjadi tanggung jawab badan usaha yang mengusahakan tersebut di bawah pengawasan pemerintah tentunya, clear ya. Bagaimana kalau mereka enggak mau? Ya pascatambang jaminannya dimasukkan dulu kepada pemerintah," kata Bambang.

Poin kesembilan terkait keberadaan Inspektur Tambang, dalam Peraturan RUU Minerba ini, tanggung jawab pengelolaan anggaran, sarana prasarana, serta operasional inspektur tambang dalam melakukan pengawasan dibebankan kepada menteri.

"Jadi pemerintah punya inspektur tambang di seluruh republik indonesia untuk melakukan pengawasan sekaligus pembinaan. Ini sampeyan digaji langsung Pak Menteri," katanya.

Kata Bambang, secara keseluruhan, konsep perubahan atas UU Minerba setelah dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan RUU Cipta Kerja, menghasilkan beberapa perubahan. Seperti perubahan jumlah bab, yang terdapat penambahan dua bab baru hingga total menjadi 28 bab.

Ada juga 73 pasal yang berubah, yang mengatur kewenangan 41 pasal dan nomenklatur perizinan 32 pasal. Serta terdapat pula 51 pasal tambahan baru. Sementara ada 11 pasal yang dihapus terdiri dari kewenangan 5 pasal dan nomenklatur perizinan 6 pasal.

"Kami ucapkan terima kasih kepada seluruh anggota panja dan pemerintah serta tim pendukung sehingga proses tahapan panja dapat selesai dengan baik," ucap Bambang.

Setelah melaporkan hasil pembahasan, Bambang menyerahkan hasil kerja Panja RUU Minerba ini kepada Komisi VII DPR RI. Selanjutnya, Komisi VII DPR dan pemerintah dalam forum rapat kerja akan mengambil Keputusan Tingkat I terhadap RUU Minerba. Bila disepakati, maka RUU Minerba akan segera disahkan melalui rapat paripurna DPR RI.

"Semoga RUU Minerba ini jadi solusi dalam memberikan kepastian berusaha bagi kegiatan usaha pertambangan di Indonesia," kata Bambang menutup pemaparannya.

RUU Minerba ini masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2020 merupakan usul DPR RI. RUU ini masuk dalam status carry over dari DPR periode sebelumnya. Hal ini karena pada periode sebelumnya mendapat penolakan dari demonstrasi mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) pada September 2019 lalu. Mereka menolak lantaran RUU Minerba dianggap bakal melanggengkan energi kotor dan memberi karpet merah bagi perusahaan tambang.

Baca juga artikel terkait RUU MINERBA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Bayu Septianto