Menuju konten utama

DPR Setuju Gunakan Hak Angket terhadap KPK

Meski beberapa partai melarang fraksinya menyetujui hak angket, dalam Rapat Paripurna yang digelar hari ini Jumat (28/4/2017), Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah ketuk palu tanda forum setuju.

DPR Setuju Gunakan Hak Angket terhadap KPK
Perwakilan Masyarakat Peduli Pemberantasan Korupsi Natalia Soebagjo (kedua kanan), Betti Alisjahbana (kedua kiri), Lelyana Santosa (kiri) dan Zainal Arifin Mochtar (tengah) didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberikan keterangan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (21/4). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Rapat Paripurna DPR yang digelar hari ini, Jumat (28/4/2017), menyetujui penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas Komisi Pemberantasan Korupsi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengetuk palu dengan cepat tanda keputusan sudah bulat, setelah ia mengajukan pertanyaan pada forum.

"Apakah usul hak angket tentang pelaksanaan tugas KPK yang diatur dalam UU KPK dapat disetujui menjadi hak angket DPR," kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Jakarta, Jumat (28/4/2017), seperti diberitakan Antara.

Setelah Fahri mengetuk palu, beberapa anggota DPR dari fraksi Partai Gerindra maju ke depan meja pimpinan DPR sebagai bentuk protes atas pengambilan keputusan yang terlalu cepat. Namun protes itu diabaikan Pimpinan DPR sehingga Rapat Paripurna tetap berjalan.

Wakil pengusul hak angket KPK Taufiqulhadi menjelaskan tidak dapat dipungkiri bahwa kinerja KPK mendapatkan penilaian yang baik dari masyarakat. Namun menurutnya, hal itu bukan berarti prinsip transparansi dan akuntabilitas tidak perlu menjadi perhatian.

"Apalagi dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi KPK, Komisi III mendapatkan masukan tidak selalu berjalannya pelaksanaan tupoksi itu sesuai peraturan perundang-undangan dan tata kelola kelembagaan yang baik," ujar politisi Partai Nasdem ini.

Taufiqulhadi mencontohkan terkait tata kelola anggaran, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan KPK 2015 mencatat ada tujuh indikasi ketidakpatuhan KPK terhadap perundang-undangan.

Indikasi ketidakpatuhan itu, menurutnya, antara lain kelebihan pembayaran gaji pegawai KPK yang belum diselesaikan atas pelaksanaan tugas belajar.

"Lalu belanja barang pada direktorat monitor kedeputian informasi dan data yang tidak dilengkapi dengan pertanggungjawaban yang memadai," katanya.

Selain itu menurut dia, Komisi III DPR juga mendapatkan informasi ada "pembocoran" dokumen dalam proses hukum seperti Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Surat Perintah Penyidikan (Sprindik), dan Surat Cegah dan Tangkal (Cekal).

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung pada Rabu (19/4/2017) lalu, sejumlah fraksi di DPR, seperti PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PPP, dan Nasdem telah menyetujui penggunaan hak angket tersebut. Sementara PAN, PKS, dan Hanura menyatakan mendukung dengan catatan akan berkonsultasi dengan pimpinan fraksinya, sedangkan PKB abstain karena wakilnya tidak hadir saat rapat.

Belakangan diberitakan Partai Gerindra, Demokrat, PKS, dan PKB ramai-ramai meminta anggota-anggotanya di DPR untuk menolak hak angket tersebut. Hal ini diperintahkan langsung oleh pimpinan partai masing-masing, seperti pimpinan Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, pimpinan Gerindra Prabowo, dan Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini.

Baca juga artikel terkait HAK ANGKET KPK atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra