Menuju konten utama
Draf RUU KUHP

DPR & Pemerintah Sepakat Tak akan Cabut Pasal Penghinaan Presiden

Komisi III DPR dan Kemenhumham sepakat tidak akan menghapus pasal penghinaan presiden di draf RKUHP yang dibahas di DPR.

DPR & Pemerintah Sepakat Tak akan Cabut Pasal Penghinaan Presiden
Sejumlah mahasiswa dari beberapa universitas berunjuk rasa terkait pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di kawasan patung Arjuna Wijaya, Jakarta, Selasa (21/6/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.

tirto.id - Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul menegaskan pihaknya bersama Kementerian Hukum dan HAM tidak akan mencabut pasal yang mengetur soal penghinaan kepada presiden dalam RKUHP. Pasal tersebut merupakan salah satu pasal yang ditentang publik dan menjadi tuntutan demo mahasiswa, seperti BEM UI, UPN Veteran Jakarta, dan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

“Saat ini yang dipermasalahkan oleh para adik-adik mahasiswa adalah penghinaan presiden yang dicabut oleh MK. Kalau kau merasa dalam diri kau ini adalah suatu bentuk hinaan, maka boleh dong untuk menuntut,” kata Bambang Pacul di Gedung DPR RI, Rabu (29/6/2022).

Politikus PDI Perjuangan itu menerangkan walaupun seseorang duduk menjabat sebagai presiden, namun hakikatnya dia adalah seorang manusia yang juga memiliki perasaan dalam diri.

“Presiden ini juga seperti kita. Beliau juga manusia. Siapapun presidennya beliau juga seorang manusia,” kata Bambang Pacul.

Bambang Pacul mengungkapkan dengan pasal penghinaan presiden dalam RKUHP, maka presiden diberikan hak untuk melaporkan kepada aparat berwajib. Bisa melapor sendiri, atau melalui utusan kuasa hukum.

“Kalau dihina kemudian beliau tidak terima boleh tidak menuntut? Ya tentu boleh, bisa pakai kuasa hukum, atau dirinya sendiri juga boleh,” kata dia.

Dengan adanya aturan pasal penghinaan presiden, Bambang Pacul berharap kondisi masyarakat bisa lebih teratur. “Undang-undang ini perlu diperbaiki agar masyarakat tertata dengan benar. Jadi kalau menghina intinya, siapapun yang dihina sebagai HAM boleh menuntut balik penghinanya," ungkapnya.

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej sebelumnya menegaskan bahwa pasal penghinaan presiden tidak akan dihapus. Dirinya juga menerima bila ada sejumlah kalangan yang tidak bisa menerima atas kebijakan yang dibuat tersebut.

“Tidak akan kami hapus. Intinya kami begini, kami tidak mungkin bisa memuaskan semua pihak. Jadi kalau nggak setuju pintu MK terbuka lebar,” kata dia.

Pria yang akrab disapa Eddy Hiariej itu juga menyebut bahwa mereka yang menyebut pemerintah antikritik karena mengesahkan aturan pasal penghinaan, maka telah sesat secara pemikiran.

“Itu orang yang sesat secara berpikir, dia tidak bisa membedakan antara kritik dan penghinaan. Yang dilarang itu penghinaan, bukan kritik. Perlu dibaca bahwa mengkritik itu tidak boleh dipidana. Karena ada pasalnya. Jadi yang mengatakan bahwa penghinaan sama dengan kritik itu mereka sesat pikir yang tidak membaca,” kata dia.

Baca juga artikel terkait RKUHP atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Hukum
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz