Menuju konten utama

DPR Kritisi Alokasi Dana Haji untuk Pemeliharaan Barang di Saudi

DPR menilai dana haji seharusnya digunakan murni untuk jemaah bukan untuk mengelola aset negara seperti pemeliharaan kendaraan hingga gedung.

DPR Kritisi Alokasi Dana Haji untuk Pemeliharaan Barang di Saudi
Petugas Bank Mandiri Syariah melayani calon haji yang melunasi biaya perjalanan haji di Kantor Cabang Mandiri Syariah Area Bekasi di Bekasi, Jawa Barat. (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)

tirto.id - Sejumlah anggota VIII DPR RI mengkritisi dana jemaah haji yang dialokasikan untuk pemeliharaan barang di Arab Saudi. Anggota Komisi VIII DPR Fraksi PKS, Iskan Qolba Lubis menyoroti dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang dibayarkan oleh jemaah digunakan untuk mengelola BMH.

Menurutnya, dana haji seharusnya digunakan murni untuk jemaah menunaikan ibadah haji. Dana itu tak bisa digunakan untuk mengelola aset negara seperti pemeliharaan kendaraan hingga gedung.

Hal tersebut dikatakan Iskan saat Komisi VIII DPR RI melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementerian Agama (Kemenag) dan lembaga terkait untuk membahas komponen BPIH Tahun 1444 Hijriyah/2023 Masehi.

“Ini kan milik jemaah tidak boleh kembali ke negara. Negara itu membantu jemaah haji seperti itu. Masa jemaah haji dari kampung mensubsidi negara kan aneh itu,” kata Iskan.

Hal yang dikritisi oleh DPR RI adalah poin 2 mengenai pemeliharaan kendaraan, peralatan kantor, wisma, gedung, dan bengkel yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia yang berada di Arab Saudi.

Pada waktu yang sama, Anggota Komisi VIII Achmad juga mengkritik hal tersebut. Politikus Partai Demokrat ini menyatakan kendaraan hingga gedung itu merupakan aset milik negara yang ada di Saudi.

"Kok aneh, aset negara malah dibebankan ke rakyat. Rakyat yang mengurusnya, terlepas dari nilai manfaat atau Bipih, kedua itu kan dari masyarakat," ucapnya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Penyelenggara Haji Umrah (Dirjen PHU), Hilman Latief mengatakan bahwa item tersebut merupakan aset yang dinamakan Barang Milik Haji (BMH) dan sudah bertahun-tahun dimiliki oleh negara.

Hal tersebut pun diatur di dalam pasal 45 Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Ia mengaku sebelumnya pernah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memelihara BMH. Namun, Kemenag mendapatkan catatan dari Badan Pengawas Keuangan (BPK) karena APBN tidak boleh digunakan untuk membiayai non-APBN seperti BMH.

"Karena ini menjadi catatan, kami akan mengakselerasi untuk nomor 2 [Pemeliharaan kendaraan], dan ini sudah dihilangkan untuk usulan yang kedua. Ini sudah hilang," klaim dia.

Baca juga artikel terkait DANA HAJI atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri