tirto.id - Anggota Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo, menilai PT KAI selaku operator lalai dalam hal teknis perkeretaapian yang mengakibatkan tabrakan Kereta Api (KA) Turangga relasi Surabaya-Bandung dengan KA Lokal Bandung Raya. Untuk itu, dia menyoroti perlunya merevisi UU Perkeretaapian agar memberi layanan yang optimal.
“Insiden ini membuktikan bahwa ada kelalaian dari PT KAI selaku operator yang mengoperasikan kereta yang tidak memenuhi Persyaratan Teknis Peralatan Telekomunikasi Perkeretaapian,” kata Sigit dalam keterangannya, dikutip Minggu (7/1/2024).
“UU Perkeretaapian sepertinya harus direvisi agar bisa memberikan layanan yang optimal pada masyarakat, seperti sanksi berat bagi operator yang tidak memenuhi standar pelayanan minimal,” tambah dia.
Dugaan sementara penyebab kecelakaan dua kereta tersebut, kata Sigit, karena ada yang menghalangi jalur komunikasi. Sehingga, hal itu membuat masinis dari kedua kereta api tidak dapat melihat dan berkomunikasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri (PM) Nomor 45 Tahun 2018 tentang Persyaratan Teknis Peralatan Telekomunikasi Perkeretaapian, PT KAI selaku operator harus memastikan sarana kereta api yang dioperasikannya sudah memenuhi syarat teknis peralatan telekomunikasi perekerataapian, baik peralatan komunikasi suara maupun data.
Selain operator, Sigit juga mendesak Ditjen Perkeretaapian selaku regulator untuk bertanggung jawab karena sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Perkeretaapian berwenang melaksanakan pengendalian atas penerapan persyaratan teknis melalui kegiatan pemberian arahan, bimbingan, supervisi, pelatihan, perizinan, sertifikasi, dan bantuan teknis.
“Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan PM Nomor 45 Tahun 2018, Ditjen Perkeretaapian seharusnya melakukan pengawasan dan pembinaan atas penyelenggaraan perkeretaapian oleh operator. Jika tugas ini dilaksanakan dengan baik, musibah kecelakaan seperti ini bisa dihindarkan,” tegas Sigit.
“Terlebih, sudah terjadi dua kali tabrakan kereta api dalam selang waktu hanya beberapa bulan saja,” tambah dia.
Selain melakukan pengawasan atas persyaratan teknis pertelekomunikasian kereta api, Sigit juga mempertanyakan Sistem Manajemen Keselamatan Perkeretaapian (SMKP) yang seharusnya dilakukan dan diawasi pelaksanaannya oleh Ditjen Perkeretaapian.
“Regulator harus melakukan audit untuk memastikan SMKP penyelenggara perkeretaapian dengan kesesuaian kriteria SMKP yang telah ditetapkan dan diterapkan secara efektif. Saya khawatir ini tidak dilakukan secara menyeluruh, apalagi kereta yang terlibat kecelakaan ini adalah kereta lokal yang mungkin tidak medapat perhatian dari Ditjen,” ucap dia.
Untuk itu, Sigit mendesak Kementerian Perhubungan khususnya Ditjen Perkeretaapian untuk tidak abai menjalankan tugasnya karena ini menyangkut keselamatan dan keamanan transportasi publik.
Sementara itu, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, menyoroti sistem pensinyalan antara Stasiun Cicalengka dan Stasiun Haurpugur yang berbeda.
Sinyal di Stasiun Cicalengka masih menggunaan sinyal blok mekanik, sedangkan sinyal di Stasiun Haurpugur berupa sinyal elektrik. Perbedaan model persinyalan ini akan membedakan cara pengoperasiannya.
“Makanya, petugas pengatur perjalanan KA (PPKA) akan mengatur perjalanan KA di dua stasiun ini harus memiliki keterampilan mengoperasikan persinyalan yang berbeda ini,” kata Djoko dalam keterangan yang diterima, Jumat.
Di jalur rel tunggal, sinyal menandakan kereta boleh atau tidak boleh melintas setelah dipastikan bahwa petak jalan yang akan dilintasi kereta itu dirasa aman. Karena jalur tunggal akan digunakan bergantian perjalanan kereta api dengan dua arah yang berbeda.
“Oleh sebab itu, PPKA harus memastikan bahwa tidak ada KA lain di petak jalan itu sebelum memberikan sinyal aman bagi KA yang akan melintas,” ucap Djoko.
Data dari Balai Teknik Perkeretapian (BTP) Jawa Barat, Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, terkait dengan jalur tunggal pada lokasi kecelakaan itu, sejatinya tengah merencanakan pengerjaan jalur ganda pada pelintasan tersebut.
Proyek ini bagian dari upaya peningkatan jumlah jalur kereta api di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Proyek rel ganda itu membentang sejauh 23 kilometer dan terbagi ke dalam dua tahap.
Tahap I terbentang mulai dari Gedebage-Cimekar-Rancaekek-Haurpugur sejauh 14 kilometer dan tahap II sepanjang 9 kilometer yang terbagi dua rute, yakni dari Kiaracondong-Gedebage dan Haurpugur-Cicalengka. Pengerjaan proyek ini dilakukan tahun jamak (multi year).
“Sayangnya, belum usai proyek ini terwujud, rute Haurpugur-Cicalengka telah menelan jatuhnya korban akibat tabrakan antar KA,” kata dia.
Insiden 'adu banteng' Kereta Api Turangga dan KA Lokal Bandung Raya di Cicalengka menewaskan empat orang. Keempatnya antara lain masinis, asisten masinis, pramugara kereta dan petugas keamanan. Sementara sejumlah penumpang lainnya luka-luka. KNKT menerjunkan tim investigasi untuk mencari tahu penyebab kecelakaan.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Fahreza Rizky