tirto.id - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas (FH Unand), Feri Amsari menilai ada pertarungan politik yang tinggi dalam menentukan calon hakim konstitusi. Pasalnya, pemilihan calon hakim ini berkenaan dengan momentum Pemilihan Umun (Pemilu) 2019.
Sehingga, ia berharap para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tidak memainkan peran politisnya dalam memilih hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal tersebut disampaikan Feri saat diskusi bertajuk "Mencari Hakim Pelindung Hak Konstitusi" di Resto Tjikini 5, Cikini Jakarta Pusat, Senin (11/3/2019).
"Memang harapan kami dari masyarakat sipil tertentu saja DPR tidak memainkan peran politisnya untuk menentukan siapa yang akan mengadili proses penyelenggaraan politik 2019 karena tentu saja tidak akan fair," kata Feri, Senin (11/3/2019).
Kekhawatirannya kepada Anggota DPR yang akan memainkan peran politis berawal ketika dirinya merasa heran dengan para anggota legislatif yang mengulur-ulur waktu dalam memilih hakim konstitusi pada 7 Februari silam.
Sehingga, ia menduga para anggota legislatif tersebut berupaya melakukan politik transaksional untuk menentukan hakim konstitusi yang akan menjabat di MK.
"Karena hakim ini hendak dipersiapkan untuk menghadapi perselisihan hasil Pemilu 2019," kata Feri.
Kemudian, dirinya juga melihat DPR tidak konsisten dalam memilih hakim konstitusi. Sebab, kata Feri, pada tahun 2014, panel ahli yang dipilih secara independen, pendapatnya diperdengarkan setelah melakukan fit and proper test kepada calon hakim konstitusi.
Feri menyayangkan sikap DPR yang menyatakan pendapat para ahli tidak mengikat ketika para anggota legislatif dari Komisi III itu memilih hakim konstitusi.
"Sikap yang berubah itu malah kemudian memperkuat bahwa memang terjadi semacam transaksi. Atau ada upaya untuk memastikan bahwa hakim konstitusi adalah hakim yang dekat dengan pilihan politik mayoritas di DPR," pungkasnya.
Menurutnya, merupakan hal yang tidak layak jika hakim konstitusi di MK adalah para politikus yang harus mengerjakan "tugas" dari calon anggota legislatif yang memilihnya.
"Nah ini juga bertentangan teori pemilihan hakim, bahwa hakim konstitusi itu harusnya bebas dari banyak kepentingan politik," tuturnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Alexander Haryanto