tirto.id - Koalisi masyarakat sipil meminta DPR RI memperhatikan dan mempertimbangkan suara penolakan Daerah Otonom Baru (DOB) atau pemekaran wilayah Papua.
Perwakilan Petisi Rakyat Papua Sekber Jabodetabek, Nico Sol menyatakan jika argumen dasar pemerintah pusat dalam membentuk DOB adalah mendorong kesejahteraan, sementara revisi Undang-Undang Otonomi Khusus tidak melibatkan orang asli Papua (OAP).
Ini menunjukkan bahwa kebutuhan dan revisi Otsus tidak berdasar dari kebutuhan orang asli Papua dan revisi otsus semata-mata demi memuluskan kepetingan eksploitasi sumber daya alam melalui pemekaran di sana.
“Selain itu, Otsus hadir sebagai resolusi konflik, sementara cara pandang pemerintah pusat lebih pada kesejahteraan. Orang Papua membutuhkan pengakuan harkat dan martabat, bukan pembentukan DOB. Sebab kesejahteraan akan berhasil ketika adanya penegakan HAM di Tanah Papua,” kata Sol, via keterangan tertulis, Kamis (23/6/2022).
Sol menambahkan, pemerintah seharusnya terlebih dahulu mengevaluasi regulasi Otsus alih-alih melakukan kebijakan pemekaran. Menurutnya, Otsus dan pemekaran belum terbukti mampu menyelesaikan persoalan-persoalan Bumi Cenderawasih.
Kemudian, peneliti Imparsial, Hussein Ahmad berujar bahwa paradigma kesejahteraan yang dijalankan oleh negara kerap berbarengan dengan pendekatan keamanan atau operasi militer. Hal itu tidak sejalan dalam mendorong perdamaian dan penyelesaian pelanggaran HAM di Papua.
Dia khawatir jika kebijakan pemekaran wilayah di Papua akan digunakan untuk membenarkan penambahan kehadiran militer di Papua yang berpotensi meningkatkan eskalasi kekerasan dan berujung pelanggaran HAM.
Hussein menambahkan jika ada tiga provinsi baru maka biasanya akan diikuti dengan pembentukan tiga Kodam dan satuan-satuan baru juga di bawahnya, imbasnya berdampak pada meningkatnya jumlah pasukan militer di Papua.
"Di tengah upaya penyelesaian konflik dan kekerasan militer yang jalan di tempat dan problem akuntabilitas operasi militer di Papua, pembentukan satuan teritorial baru dan peningkatan jumlah pasukan berpotensi meningkatkan kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua,” pungkas Hussein.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky