Menuju konten utama

DPR dan Pemerintah Tarik-Ulur Rencana Pembentukan Holding

DPR dan pemerintah masih belum sepenuhnya menyepakati rencana pembentukan super holding untuk meningkatkan kinerja BUMN.

DPR dan Pemerintah Tarik-Ulur Rencana Pembentukan Holding
Menteri BUMN Rini Soemarno (kanan) berbincang dengan staf khususnya Budi Gunadi Sadikin (kiri) sebelum memberikan keterangan pers hasil rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (12/8). ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf.

tirto.id - Pembentukan super holding BUMN dinilai akan menyulitkan DPR untuk mengawasi anggaran negara yang disertakan dalam lembaga tersebut. Hal ini membuat beberapa anggota dewan tidak sepakat dengan rencana tersebut.

Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohammad Hekal pada diskusi "RUU BUMN dan PMN" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa, (25/10/2016).

"Rencana [pembentukan super holding] tersebut disampaikan Pemerintah melalui usulan revisi UU BUMN," kata Mohammad Hekal.

Hekal menambahkan, kesulitan pengawasan anggaran negara bersumber dari strategi bisnis BUMN yang banyak membentuk anak-anak perusahaan serta mengalirkan anggaran negara ke dalamnya. Di sisi lain, anak-anak perusahaan ini tidak diatur dalam UU BUMN.

"Apalagi jika nanti dibentuk Badan Super Holding, maka akan semakin sulit melakukan pengawasannya," katanya.

Anggaran BUMN, imbuhnya, adalah anggaran negara, sehingga jika anggaran tersebut dialirkan ke anak-anak perusahaannya, maka anggaran di anak-anak perusahaan tersebut juga anggaran negara.

"Karena, anak-anak perusahan tersebut tidak diatur dalam UU sehingga tidak dilakukan audit oleh lembaga auditor negara," tandas Hekal.

Di sisi lain, Hekal juga mengeluhkan absennya Menteri BUMN dari rapat-rapat kerja di Komisi VI DPR RI.

Menurut Hekal, pada rapat kerja antara Komisi VI DPR RI dengan Menteri BUMN, selalu diwakili oleh Menteri Keuangan, sehingga selalu tidak dapat membuat keputusan.

"Meskipun Menteri Keuangan setara dengan Menteri BUMN, tapi bukan pemegang kuasa di Kementerian BUMN," katanya.

Dalam kesempatan berbeda, Wakil Ketua Komisi VI Azam Asman Natawijaya mengatakan hingga kini belum pernah diajak bicara tentang rencana pembentukan enam holding BUMN oleh Kementerian BUMN. Bahkan kabar soal holding hanya didapatkan Komisi VI dari pemberitaan media.

"Seharusnya rencana holding BUMN harus dibicarakan dengan Komisi VI yang membidangi BUMN. Apalagi, holding bisa mengubah komposisi saham di dalam perusahaan-perusahaan BUMN," ujarnYa.

Sebelumnya, rapat paripurna DPR RI pada Januari 2016, memutuskan melarang Menteri BUMN Rini untuk hadir pada rapat-rapat di DPR RI, menyusul rekomendasi Pansus Pelindo II.

Sementara itu, pengamat energi dari Universitas Gajah Mada, Fahmi Radhi, memiliki pendapat berbeda. Ia menyatakan bahwa pembentukan super holding justru mampu meningkatkan kinerja BUMN lewat akumulasi permodalan serta perbaikan efisiensi.

"Dengan holding BUMN diharapkan perusahaan memiliki keunggulan. Misalnya Pertamina jadi pemimpin holding BUMN Energi maka Pertamina harus menjadi pemain dunia," kata di Jakarta, Selasa, (25/10/2016).

Meskipun demikian, imbuh Fahmi, pembentukan holding harus disertai konsep yang jelas, jangan sampai ada agenda lain yang memberikan keuntungan pihak-pihak tertentu.

Fahmi menyarankan, pembentukan holding harus diawali dengan integrasi atau bisa juga merger antara BUMN sejenis baru kemudian membentuk holding. Ia mengakui bahwa holding BUMN Energi adalah yang paling siap diwujudkan, kemudian holding BUMN pangan dan perbankan.

"Penunjukan Pertamina bisa menjadi pilihan pertama karena Pertamina sudah dikenal memiliki reputasi sebagai 'national oil company' yang mewakili Indonesia," katanya.

Jika holding BUMN sudah terbentuk, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah perencanaan atau corporate planning, melakukan kontrol dan pastinya koordinasi perusahaan-perusahaan yang di bawahnya.

"Pembentukan super holding BUMN tidak harus sama seperti yang ada di Malaysia dan Singapura, apalagi karakteristik di sini berbeda dengan dua negara tersebut. Indonesia sudah terlalu banyak BUMN jadi agak lebih sulit. Namun upaya pembentukan holding menjadi satu kebutuhan mendesak bagi perbaikan BUMN," ujarnya.

Jika di Singapura dan Malaysia di bawah Perdana Menteri (PM), di Indonesia cukup di bawah menteri BUMN, atau dipimpin Dirut dari Super Holding yang jabatannya bisa setingkat menteri.

Saat ini Menteri BUMN Rini Soemarno sedang berupaya menuntaskan pembentukan enam sektor holding yaitu holding migas, holding tambang, holding keuangan, holding jalan tol, perumahan serta konstruksi.

Tujuan holding tersebut, agar BUMN-BUMN yang kerap merugi bisa dikelola lebih profesional sehingga tidak melulu membebani keuangan negara atau APBN.

Baca juga artikel terkait BUMN atau tulisan lainnya dari Putu Agung Nara Indra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Putu Agung Nara Indra
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra