Menuju konten utama

Dosen Universitas Bengkulu Desak Jokowi Cabut Surpres Revisi UU KPK

16 dosen di Universitas Bengkulu meminta Jokowi mencabut surpres karena dikhawatirkan ikut melemahkan KPK

Dosen Universitas Bengkulu Desak Jokowi Cabut Surpres Revisi UU KPK
Aksi menolak revisi UU KPK di Gedung KPK. tirto.id/Selfie Miftahul

tirto.id - Sekitar 16 dosen Universitas Bengkulu menyatakan menolak rencana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Kamis (12/9/2019).

Salah satu inisiator gerakan penolakan revisi UU KPK, Beni Kurnia Illahi mengatakan, mereka menolak revisi UU KPK karena muatan materi UU KPK berpotensi mengancam masa depan KPK dalam pemberantasan korupsi. Para dosen Universitas Bengkulu ini pun mendesak Presiden Jokowi untuk tidak terlibat dalam aksi revisi UU KPK.

"Upaya melumpuhkan KPK sama saja dengan pengkhianatan terhadap amanat reformasi dan kelangsungan demokrasi di tanah air. Presiden harus berani mencabut Surpres (Surat Presiden) tersebut demi masa depan Indonesia yang lebih bersih," kata Beni dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis (12/9/2019).

Beni mengingatkan, pemberantasan korupsi merupakan agenda utama reformasi. Namun agenda reformasi itu hari ini menurutnya perlahan mulai ditumbangkan lewat rencana Anggota DPR RI yang secara diam-diam berniat merevisi kembali UU KPK.

Meski lebih dari 1700 akademisi, praktisi, dan pegawai KPK menolak rencana revisi, Presiden Jokowi justru setuju merevisi UU KPK. Presiden mengirimkan Surpres Nomor R-42/Pres/09/2019 dengan menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mewakili Presiden membahas RUU KPK dengan DPR.

Beni berharap, Presiden berani bersikap dengan mencabut Surpres. Ia mengingatkan, Jokowi bisa saja menjadi penjahat dengan merusak KPK hingga menghilangkan lembaga antirasuah di Indonesia.

"Presiden diminta membuat secara tertulis menolak rencana revisi UU KPK yang diinisiatif oleh DPR karena saat ini bola panas itu berada di tangan Presiden, Presiden mau menjadi ‘Gundala/Pandawa’ dalam menyelamatkan KPK atau bahkan menjadi ‘Kurawa’ dengan merusak KPK hingga ke akar-akarnya." kata Beni.

DPR RI menggulirkan usulan pembahasan Revisi UU (RUU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di masa akhir jabatannya yang tersisa kurang dari sebulan. Mereka akan purna tugas tepat 30 September 2019.

Revisi ini dianggap akan mengamputasi kewenangan komisi antirasuah. Sebagai contoh adalah pembatasan penyadapan yang harus melibatkan Dewan Pengawas KPK.

Selain itu jugs berpotensi penghapusan independensi karena pegawai KPK dianggap aparatur sipil negara, sumber penyelidik KPK dibatasi, hingga kewenangan penuntutan yang dipangkas.

Sejumlah masyarakat sipil berusaha menyuarakan agar pemerintah menolak revisi UU KPK. Namun, Presiden Jokowi malah mendukung rencana revisi UU KPK dengan mengirim Surpres ke DPR.

Dalam Surpres, Jokowi mendelegasikan Menkumham Yasonna Laoly, dan Menpan RB Syafruddin ikut pembahasan revisi UU KPK. Padahal Yasonna merupakan salah satu menteri Jokowi yang pernah diperiksa KPK dalam kasus korupsi e-KTP sementara.

Sementara Syafruddin merupakan purnawirawan Polri yang dipilih sebagai menteri menggantikan Asman Abnur yang mengundurkan diri karena perbedaan pilihan politik dalam Pilpres 2019.

Baca juga artikel terkait REVISI UU KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Andrian Pratama Taher