tirto.id - Djarum Foundation memutuskan menghentikan program seleksi beasiswa bulutangkis tahun depan. Ini adalah respons atas tudingan eksploitasi anak dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI bilang Djarum memanfaatkan tubuh anak untuk promosi brand image Djarum--yang merupakan produk rokok.
“Demi kebaikan bersama, kami hentikan dulu. Biar reda dulu dan masing-masing pihak dapat berpikir dengan baik,” kata Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Rosimin di Hotel Aston Purwokerto, Sabtu (7/9/2019) petang.
Warganet meresponsnya dengan membikin tagar yang saling bertolak belakang. Senin, 9 September 2019, pukul 15.24, #KamiBersamaKPAI dan #bubarkanKPAI merajai obrolan di Twitter.
Ribut-ribut ini bermula ketika Yayasan Lentera Anak dan Smoke Free Bandung meminta panitia Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis di Bandung tak menggunakan anak-anak sebagai media promosi produk tembakau, 25 Juli 2019, atau tiga hari sebelum Djarum Foundation menggelar audisi.
Senior Manajer Program Bakti Olahraga Djarum Foundation, Budi Darmawan, saat itu menampik audisi yang dilakukan di Bandung, juga Purwokerto, Surabaya, Solo Raya, dan Kudus, berhubungan dengan pemasaran rokok.
“Paling mudah membedakan: datang ke warung atau minimarket, cari rokok namanya Djarum Badminton Club. Pasti tidak ada, karena ini adalah klub yang didirikan owner Djarum,” kata Budi.
Usai audisi Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty menegaskan apa yang sudah diungkapkan Yayasan Lentera Anak dan Smoke Free Bandung: bahwa audisi ini adalah eksploitasi anak terselubung.
“Djarum memang menolak dikatakan bahwa kegiatan itu sebagai bentuk eksploitasi, tapi tentu saja patokan eksploitasi ini harus kembali merujuk pada Undang-Undang ataupun payung hukum, bukan atas persepsi pihak tertentu,” tutur Sitti, 29 Juli 2019.
Sitti menggunakan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (PDF).
KPAI Disurati Kemenpora, Dibela YLKI
Meskipun ditegur KPAI, Djarum Foundation ternyata didukung Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Dalam surat tertanggal 30 Agustus 2019, Kemenpora menyatakan tuduhan KPAI kurang tepat. Mereka mengaku tak menemukan pelanggaran atas Pasal 13 ayat (1) huruf b Undang-Undang Perlindungan Anak.
Kemenpora pun mengatakan, meski Djarum Foundation adalah pengelola dana hibah dari PT. Djarum, akan tetapi mereka tidak mempromosikan nama merek dagang dan logo produk tembakau.
“Djarum Foundation merupakan bentuk konkret partisipasi masyarakat dalam mendanai keolahragaan yang sinergis kolaboratif sebagaimana ketentuan Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 6 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pendanaan Keolahragaan […],” tulis Menpora Imam Narawi.
Kemudian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut meramaikan perdebatan. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, sepakat dengan KPAI yang menyebut penggunaan logo Djarum melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, meskipun berkedok foundation.
YLKI juga menyoroti sikap Menpora yang mendukung penyelenggaraan audisi tersebut.
“Di dalam praktik olahraga di level internasional, termasuk di dalam bulutangkis, adalah terlarang melibatkan industri rokok dalam bentuk apa pun. YLKI mengkritik keras sikap Menpora yang justru mendukung audisi tersebut dengan sponsor PB Djarum,” ungkap Tulus dalam siaran pers yang diterima Tirto.
Dalam situs resmi Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) (PDF), memang disebutkan ada larangan bagi perusahaan tembakau atau yang terkait untuk menjadi sponsor kompetisi bulutangkis.
Meskipun Kemenpora menjelaskan bahwa Djarum Foundation bukan bagian promosi PT. Djarum, tapi dalam hal ini, yayasan tersebut terikat dengan PT. Djarum, yakni sebagai lembaga pengelola CSR (pengelola tanggung jawab sosial perusahaan) mereka.
Djarum Pamit? Cari Sponsor Lain
Pengamat olahraga sekaligus jurnalis senior Budiarto Shambazy mengatakan, sebetulnya sikap Kemenpora wajar belaka. Kemenpora membutuhkan pendanaan swasta untuk pengembangan olahraga di Indonesia karena kecilnya duit yang digelontorkan pemerintah.
Pada tahun 2019 saja, negara hanya menggelontorkan anggaran sebesar Rp1,951 triliun.
Kemenpora memang mengakui ini. Dalam rilisnya, Kemenpora bilang Djarum Foundation telah membantu mereka dalam mendanai kegiatan olahraga akibat "keterbatasan APBN dan APBD."
Namun bagi Budiarto, pemerintah harus sadar bahwa saat ini industri rokok telah sulit bergerak di bidang olahraga. Kemenpora harus mencari sponsor baru di luar industri rokok.
“Ada pertimbangan tertentu dari perusahaan tembakau untuk menarik diri dari olahraga, dan itu pelan-pelan sudah terjadi sejak Gudang Garam mundur dari tenis meja, disusul Wismilak mundur dari tenis, dan sekarang Djarum dari bulutangkis. Itu sudah fakta kehidupan yang tidak bisa dicegah lagi,” katanya.
Budiarto berpendapat, kepergian Djarum Foundation dari audisi bulutangkis tak perlu dianggap sebagai kiamat. Masih ada industri lain yang bisa menggantikan posisi Djarum.
“Dan komitmen kita, kan, memang ingin membersihkan ruang publik dari rokok dan alkohol? Sudah jelas itu tujuan bersama. Ya Kemenpora harusnya mencari sponsor baru. Saya kira banyak industri kita yang sudah cukup memadai untuk memberikan uluran tangan, yang bukan dari [industri] tembakau,” tutur Budiarto.
“Ya sudah, biar Djarum pergi, biar yang lain [jadi sponsor]. Enggak usah sampai membujuk-bujuk Djarum,” tambahnya.
Budiarto pun meminta pemerintah bergerak cepat mencari pengganti Djarum Foundation yang dapat melakukan pembibitan pemain bulutangkis berprestasi sama baiknya.
Penulis: Widia Primastika
Editor: Rio Apinino