Menuju konten utama

Diskriminasi Pelat Dewa dalam Kebijakan Ganjil-Genap di Jalan Tol

Kebijakan untuk mengurangi arus kemacetan lalu lintas menuju Jakarta nyatanya tak berlaku untuk mobil dinas dengan "pelat dewa".

Diskriminasi Pelat Dewa dalam Kebijakan Ganjil-Genap di Jalan Tol
Papan bertulisakan pemeriksaan kendaraan ganjil-genap diletakan di kawasan pembatasan lalu lintas ganjil-genap di sekitar Bundaran Senayan, Jakarta, Selasa (30/8). Aturan sistem pembatasan lalu lintas ganjil-genap di sejumlah ruas jalan protokol Jakarta mulai diberlakukan terhitung sejak Selasa (30/8), dengan sanksi tilang bagi pengendara mobil yang melanggar. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/kye/16

tirto.id - Kebijakan pembatasan kendaraan lewat pemberlakuan pelat ganjil-genap sudah diterapkan di Tol Cikampek, Tangerang, dan Cibubur. Kebijakan yang dibuat untuk mengurangi arus kemacetan lalu lintas menuju Jakarta ini nyatanya tak berlaku untuk mobil dinas dengan "pelat dewa" berkode depan RF atau pelat merah.

Tidak berlakunya aturan itu disampaikan Kepala Badan Pengelola Transportasi Jakarta (BPTJ) Bambang Prihartono saat meninjau pemberlakuan ganjil genap di Tol Cibubur, Senin (16/4/2018).

Menurut Bambang, kendaraan bernomor polisi RF merupakan kendaraan dinas meski warna pelatnya hitam. Kendaraan dengan nomor tersebut, kata Bambang, masih dibolehkan lewat tanpa harus mengganti warna pelat dari hitam menjadi merah.

Selain RF ada juga kode-kode lain seperti RFS, RFD, RFP dan kode lainnya yang merupakan kode yang dibuat sebagai salah satu mobil milik instansi atau pejabat negara.

Tidak Ada Mobil Dinas Berpelat Hitam

Ihwal pernyataan Bambang ini, ahli kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berpendapat pernyataan Bambang menyiratkan kebijakan pengistimewaan mobil dinas saat ganjil genap bersifat diskriminatif. Ia menyebut, aturan ganjil genap seharusnya diberlakukan sama kepada siapa pun tanpa terkecuali, sesuai asas semua sama di mata hukum.

“[Aturan] harus diikuti semua walaupun pejabat,” ucap Trubus kepada Tirto, Selasa (17/4/2018).

Trubus balik mempertanyakan kemunculan pelat nomor hitam bagi kendaraan dinas atau yang lebih dikenal sebagai pelat nomor dewa. Menurut dia, tidak ada dasar hukum yang menjadi acuan dari penggunaan pelat hitam bagi mobil dinas.

Ia menyitir pasal 39 ayat (3) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor (PDF). Dalam pasal itu disebutkan Tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) untuk kendaraan bermotor dinas (Ranmor) Dinas adalah warna merah dan tulisan putih bukan warna hitam dan tulisan putih.”

Merujuk aturan tersebut, kata Trubus, mobil dinas yang akan dibebaskan dari kebijakan ganjil-genap haruslah menggunakan pelat nomor merah. Ia berharap aturan tersebut dilaksanakan sebagai langkah untuk menghindari kecemburuan sosial. Terlebih, tujuan kebijakan ini mengajak masyarakat beralih ke transportasi umum.

“Nah, kalau kemudian ada keistimewaan, maka rencana menyadarkan masyarakat agar menggunakan transportasi masal berjalan tidak efektif,” ucap Trubus.

Infografik Current issue Ganjil genap plat nomor rahasia

Potensi Mala-administrasi

Pendapat senada dikatakan Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Laode Ida. Laode yang juga merupakan mantan Pimpinan DPD ini mengatakan kebijakan itu bisa berpotensi maladministratif. Ia menyebut pejabat negara tak boleh diistimewakan.

“Itu sudah mala-adminsitrasi karena terjadi diskriminasi di sana. Para pejabat juga orang [warga negara], sehingga enggak boleh diistimewakan,” ucap Laode.

Selain menilai potensi diskriminasi, Laode menyoroti masalah pengawasan yang dianggapnya tak berjalan secara efektif. Ia khawatir kebijakan pengistimewaan terhadap pelat nomor itu bisa memicu tindak pidana lain seperti penipuan, lantaran mobil dinas sesuai Pasal 39 Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2012, sebenarnya menggunakan pelat nomor berwarna merah.

“Kan bisa aja orang sengaja mengeluarkan pelat [merah] agar dianggap mobil pejabat, padahal aslinya mereka cuman berbohong,” ucap Laode.

Selain berpotensi mala-administrasi, Komisioner Ombudsman lainnya Adrianus Meilala menilai perlu ada revisi pada Pasal 6 Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pengaturan Lalu Lintas selama Masa Pembangunan Proyek Infrastruktur Strategis Nasional di Ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek (PDF). Aturan tersebut, kata Adrianus harusnya hanya mengistimewakan rombongan Presiden, ambulans, dan mobil pemadam kebakaran.

“Dari kacamata Ombudsman begitu [revisi],” ucap Adrianus.

Klarifikasi BPJT

Saat dihubungi Tirto, Kepala BPTJ Bambang Prihartono meralat pernyataannya yang sudah banyak diberitakan sejumlah media. Bambang mengatakan kebijakan ganjil genap di jalan tol tidak berlaku untuk kendaraan dinas dengan nomor polisi RF.

Menurut Bambang, pemilik mobil dinas berpelat hitam dengan kode nomor RF harus tetap menggunakan pelat merah. “Yang kemarin itu maksud saya tetap dipasang pelat merahnya. Kan dalam pelat nomor RF sebenarnya ada pelat merahnya,” ucap Bambang,

Ia pun menegaskan, pelat nomor kendaraan yang bisa dibebaskan dari aturan ganjil genap adalah mobil angkutan umum, mobil dinas negara, dan mobil tamu Negara, serta mobil kepresidenan.

Baca juga artikel terkait UJI COBA GANJIL GENAP atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Mufti Sholih