Menuju konten utama

Agar Ganjil-Genap Efektif, Semestinya Ada Angkutan di Pemukiman

Kebijakan ganjil-genap harus dibarengi dengan upaya-upaya lain, misalnya semakin mendekatkan angkutan umum dengna pemukiman.

Agar Ganjil-Genap Efektif, Semestinya Ada Angkutan di Pemukiman
Polisi memeriksa plat nomor mobil di kawasan pembatasan lalu lintas ganjil-genap di sekitar Bundaran Senayan, Jakarta, Selasa (30/8). Aturan sistem pembatasan lalu lintas ganjil-genap di sejumlah ruas jalan protokol Jakarta mulai diberlakukan terhitung sejak Selasa (30/8), dengan sanksi tilang bagi pengendara mobil yang melanggar. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/kye/16

tirto.id - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan menerapkan kebijakan ganjil-genap untuk kendaraan pribadi di Tol Jagorawi dan Tol Jakarta-Tangerang, mulai Senin (16/4).

Beberapa pengamat menilai kebijakan tersebut dapat berjalan lebih efektif apabila tersedia angkutan pengumpan yang tersedia di kantong-kantong pemukiman warga, terutama di perumahan. Angkutan pengumpan ini berfungsi untuk mengantar warga ke pool bus atau stasiun kereta arah Jakarta.

Hal ini misalnya dikatakan pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno. Masalahnya, kata Djoko, para pengembang belum memprioritaskan fasilitas ini.

"Untuk fasilitas umum yang dipenuhi masih sebatas air maupun listrik. Padahal angkutan umum merupakan kebutuhan dasar bagi para penghuni perumahan, yang mana mereka rata-rata bekerja di Jakarta," jelas Djoko kepada Tirto.

Pengamat transportasi dari Forum Warga Kota Jakarta, Azas Tigor Nainggolan, menyanggah pernyataan Djoko bahwa untuk kawasan perumahan, pengembang lah yang harus bertanggung jawab. Katanya, tidak ada aturan mengenai itu.

"Enggak ada dasarnya mewajibkan pengembang," katanya kepada Tirto.

Kalaupun ada pengembang yang melakukan itu, maka tak lebih dari strategi pemasaran agar harga jual rumah semakin tinggi.

Tigor justru menilai yang dibutuhkan tak sebatas angkutan pengumpan saja, tapi juga angkutan umum yang semakin dekat dengan kantong-kantong pemukiman. Dan ini bukan hanya untuk kompleks perumahan, tapi juga kampung-kampung.

Menurutnya dengan begitu semua lapisan masyarakat dapat lebih mudah untuk diajak beralih dari kendaraan pribadi, baik roda dua atau empat, ke angkutan umum.

"Kalau itu sudah, warga akan lebih mudah pindah dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. Bahkan sama seperti mengakses kendaraan pribadi, enggak perlu repot, nyaman, dan keselamatan terjamin," ujarnya.

Pemerintah jelas harus berperan. Tigor bilang kalau kewajiban menyediakan transportasi umum yang "selamat, aman, nyaman, dan terjangkau" diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 terutama pasal 138 dan 139. Kalau tidak bisa disediakan sendiri, dimungkinkan untuk bekerja sama dengan swasta.

Sebatas Strategi Pemasaran

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Eddy Ganefo, menjelaskan bahwa memang tidak ada kewajiban bagi pengembang untuk menyediakan angkutan pengumpan di kompleks yang mereka bangun.

Tapi ia menjelaskan bahwa umumnya pengembang memilih lahan yang sudah ada atau memiliki prospek sarana transportasi umum.

"Minimal memiliki sarana akses angkutnya. Kalau enggak pengembang sendiri akan susah untuk memasarkannya," kata Eddy.

Eddy menyebutkan kalau untuk menyediakan transportasi di kawasan perumahan, maka yang perlu ada adalah kerja sama khusus antara mereka dengan pemerintah. Persoalannya hal tersebut sejauh ini tidak pernah ada.

"Selama ini belum ada kerja sama khusus untuk menyediakan transportasi umum di dalam perumahan," katanya.

Kalau pun ada transportasi umum masuk ke perumahan, katanya, itu biasanya dilakukan pengembang besar yang lahan perumahannya di atas 100 hektare.

"Bahkan ada yang menyediakan dari kompleks ke Jakarta. Itu pun bukan kewajiban ya, hanya sarana untuk marketing."

Berharap Rasio Kepadatan Turun

Kepadatan lalu lintas umumnya menggunakan rumus V/C ratio, atau perbandingan antara volume lalu lintas dan kapasitas jalan. Semakin mendekati satu, artinya kondisi lalu lintasnya semakin padat.

Dua tol ini, terutama pintu tol Cibubur 2 arah Jakarta, Tangerang 2 dan Kunciran 2 arah Jakarta, V/C rationya sudah lebih dari ambang batas kewajaran, 0,85. Lewat kebijakan ganjil-genap diharapkan V/C ratio turun jadi 0,5 sampai 0,6.

Sejauh ini memang belum dapat ditarik kesimpulan apakah kebijakan ini bakal berhasil atau tidak. Namun sebagai gambaran saja, penerapan ganjil-genap di Tol Jakarta-Cikampek, menurut Kepala BPTJ Bambang Prihartono, "telah berhasil menurunkan V/C ratio sebesar 46 persen." dalam kurun waktu empat minggu.

Skema ini juga meningkatkan rata-rata kecepatan kendaraan "sebesar 10-20 persen pada jam pemberlakuan, pukul 6 hingga 9 pagi."

Infografik Current Issue Angkutan Umum dalam Komplek

Baca juga artikel terkait UJI COBA GANJIL GENAP atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Rio Apinino