tirto.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menemukan sejumlah konten acara yang tak layak tayang selama Ramadan 1439 Hijriah. Temuan ini didapat setelah MUI dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memantau acara di 15 stasiun televisi pada rentang waktu 10 hari pertama di bulan Ramadan 2018.
Rida Hesti Ratnasari, anggota pengkajian MUI yang terlibat dalam pemantauan, menyebut 5 program di 3 stasiun televisi swasta yang kontennya jauh di luar standar kepatutan program Ramadan. “Ada yang dari segi konten program, ada juga yang dari sisi pemilihan dai atau penceramahnya,” kata Rida, Selasa 5 Juni 2018.
Lima program adalah Brownis Sahur (Trans TV), Sahurnya Pesbukers (AnTV), Pesbukers Ramadan (AnTV), Ramadan di Rumah Uya (Trans 7), serta Ngabuburit Happy (Trans TV). Di antara kelimanya, Brownies Sahur dan Pesbukers adalah menjadi program yang mendapat kritikan keras dari MUI.
Acara Brownis Sahur yang tayang pukul 02.30 WIB dianggap tidak layak untuk dikonsumsi anak-anak. MUI menilai tayangan ini mempertontonkan komedi, talk show, reka adegan kehidupan, serta nyanyian dan joget bareng yang tidak mendidik, terlalu vulgar dan kerap diisi dengan percakapan yang dapat diasosiasikan sebagai obrolan seks.
Salah satu contohnya Brownis Sahur edisi 21 Mei 2018 yang dianggap mempromosikan pergaulan bebas saat Vicky Prasetyo merayu 3 perempuan dalam program tersebut. “Penonton dipaksa mengikuti kegiatan sia-sia dalam durasi cukup panjang,” kata Rida. Menurut MUI, "program berlabel 'sahur' ini layak dihentikan."
Ada pula adegan yang dinilai mengandung unsur pelecehan dan ghibah terhadap sosok seorang istri. Angel Lelga dianggap telah dilecehkan suaminya sendiri, Vicky Prasetyo, saat menyanyikan lagu "Bento" Iwan Fals yang diubah liriknya. “Istriku Angel, banyak uangnya, sekali rayuku foya-foya, hobiku menipu, nipu apa saja...”
Hal serupa juga ditemukan pada tayangan Pesbukers, baik saat sahur maupun menjelang buka puasa. Dalam Sahurnya Pesbukers yang tayang pada 21 Mei 2018, Dewi Perssik mengenakan busana kebaya ketat yang menggambarkan sensualitas tubuh dan melakukan tarian bernuansa erotis.
Pun pada 19 Mei 2018, Pesbukers Ramadan juga menyajikan adegan kemesraan Dewi Perssik berupa pelukan dan belaian dagu oleh Shaheer Seikh, pria berdarah India yang jadi salah satu aktris acara tersebut.
“Program ini disarankan diberi sanksi berat, dengan menyetop tayangan. Karena mengusung label terkait Ramadan, tapi isinya jauh dari semangat Ramadan,” tutur Rida.
Terkait kritik dan rekomendasi tersebut, belum ada tanggapan sedikit dari pihak Trans hingga tulisan ini dirilis. Vice Precident Marketing Public Relation Trans TV, A Hadiansyah Lubis, tak menjawab panggilan telepon Tirto dan membalas permohonan wawancara melalui pesan singkat.
Sementara Head of Corporate Communications ANTV, Nugroha Agung Prasetyo menyebut perusahaannya tak mempermasalahkan kritik yang disampaikan MUI. Ia justru berterima kasih lantaran masukan tersebut disampaikan pada paruh pertama Ramadan.
Hingga saat ini, kata Agung, belum ada teguran tertulis dari KPI sebagai tindak lanjut dari rekomendasi MUI. Meski begitu, tim produksi di ANTV akan berkonsultasi dengan MUI dan KPI terkait bagaimana seharusnya program tersebut seharusnya tayang.
“Begitu menerima informasi dari media, kami berinisiatif membangun komunikasi dan melakukan konsultasi untuk bahan evaluasi program kami,” tuturnya saat dihubungi Tirto, Rabu (6/6/2018).
Menurut Agung, kritik dari MUI akan dijadikan bahan bagi tim Pesbukers untuk memperbaiki program. “Kami tindak lanjuti dengan melakukan perbaikan program dan menghentikan adegan-adegan yang dianggap kurang pas di Ramadan, sesuai dengan regulasi penyiaran yang diatur dalam P3SPS,” ucapnya.
Melecehkan Nalar Masyarakat
Jauh sebelum teguran MUI, tayangan-tayangan yang dikritik itu sebenarnya telah banyak mendapat aduan dari masyarakat. Aduan untuk tayangan Pesbukers pada Mei hingga pertengahan Agustus 2016, berdasarkan catatan KPI mencapai 63 aduan. Pada 19 Juni 2012, program ini pernah diberikan sanksi berupa pemberhentian sementara karena terbukti melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Profram Siaran (P3SPS) KPI.
Koordinator Divisi Penelitian Remotivi Muhammad Heychael menyampaikan tayangan-tayangan tersebut seharusnya sudah lama dihentikan lantaran melecehkan nalar masyarakat. Jika dirunut ketentuan-ketentuan yang dilanggar oleh 5 program tersebut juga cukup banyak.
Ia mencontohkan program Rumah Uya yang mewawancarai narasumber dalam keadaan terhipnotis. Dalam Pasal 27 (4) P3SPS, disebutkan bahwa “Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan wawancara dengan narasumber yang sedang tidak dalam kesadaran penuh dan/atau dalam situasi tertekan dan/atau tidak bebas.”
“Ini tayangan yang jelas-jelas melecehkan nalar publik, wawancara orang tidak sadar dan lain-lain [melanggar SPS], isinya pun tidak mendidik sama sekali,” katanya kepada Tirto, Rabu (6/6/2018) malam.
Heychael menyayangkan kritik keras MUI hanya dilontarkan karena berkaitan dengan label dan embel-embel "Ramadan". Sejak awal, kata Heychael, tayangan-tayangan tersebut memang tidak mendidik dan tak pernah mengalami perbaikan konten.
“Lihat saja daftar sanksinya di KPI. Memang kesehatan nalar publik hanya kita harapkan saat Ramadan?” imbuh dosen Universitas Multimedia Nusantara tersebut.
Komisioner KPI Nuning Rodiah menyampaikan, KPI tak bisa serta-merta melakukan penghentian siaran program seperti yang direkomendasikan MUI. Meski bekerja sama dalam mengawasi tayangan Ramadan, kata Nuning, ada tahapan yang harus dilalui sebelum sebuah program dipaksa untuk dihentikan.
Standar pengawasan KPI mengacu pada P3SPS, sementara MUI didasarkan pada kepatutan dan kesesuaian program dengan fatwa MUI. Beberapa di antaranya terkait penyiaran, komunikasi, dan dakwah, kompetensi dan akhlak pengisi program televisi (materi Agama dan konten agama).
“KPI akan memperhatikan dan menindaklanjuti rekomendasi MUI sebagaimana peraturan perundangan yang berlaku [tentang mekanisme penjatuhan Sanksi]," ucap Nuning kepada Tirto.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Mufti Sholih