tirto.id - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Fery Amsari mempertanyakan ucapan Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani yang mengkritik upaya judicial review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi oleh tiga pimpinan KPK.
Menurut Fery, DPR selalu saja menyalahkan sikap KPK.
"Seluruh tindakan KPK dan warganya selalu dianggap salah oleh DPR. Tidak boleh begitu. Itu juga tidak etis," ujarnya kepada tirto, Jumat (22/11/2019).
Kamis (22/11/2019) kemarin, Arsul Sani berkomentar, tindakan tiga pimpinan KPK yakni Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode M Syarif berpotensi memunculkan ketidaktertiban dalam etika pemerintahan.
Padahal menurut Fery, tindakan para pimpinan KPK itu justru biasa saja dan tidak melanggar konstitusional.
"Hak mengajukan permohonan itu tidak hanya hak seluruh warga negara, termasuk pimpinan KPK. Tetapi juga hak lembaga negara dan lain-lain. Masa sesuatu yang dibolehkan UUD 1945 dan UU MK dianggap melanggar etik," ujarnya.
Dalam Pasal 51 UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan siapa-siapa pihak yang dapat mengajukan permohon, antara lain: (a) perorangan warga negara Indonesia; (b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; (c) badan hukum publik atau privat; (d) atau lembaga negara.
Pada Rabu (20/11/2019) lalu, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil secara bersama-sama mendatangi Mahkamah Konstitusi. Di sana, mereka mendaftarkan judicial review untuk uji formil dan materil atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Saat mendaftarkan perkaranya, tiga pimpinan KPK tersebut didampingi oleh 39 kuasa hukum.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Widia Primastika